1. MERDEKA.COM
  2. >
  3. PLANET MERDEKA
  4. >
  5. LIFESTYLE

Gerson Poyk: sastra dan kemiskinan

Penulis : Marselinus Gual

28 September 2016 18:26

Planet Merdeka - Seorang laki-laki tua keluar dari sebuah rumah berukuran sedang di Jalan Raden Saleh, Depok. Kepala dan janggutnya sudah berwarna putih. Langkahnya lamban dan sedikit mengerutkan dahi melihat tamu yang tak dikenal menyambangi kediamannya.

"Saya Gerson Poyk," katanya sembari membetulkan kancing bajunya ketika penulis menyalaminya usai menanyakan seorang bocah perempuan yang tak lain adalah cucunya sendiri. Gerson Poyk adalah salah satu sastrawan Indonesia yang cukup terkenal. Sejak ia berkarya tahun 1950, 100 judul buku berupa antologi puisi, cerpen dan novel sudah dihasilkannya.

Gerson Poyk menjadi potret suram sastrawan Indonesia yang hidup dari karya tulisnya. Dengan idealisme tinggi untuk terus menghasilkan karya sastra bermutu, Gerson seperti tak peduli dengan tubuh ringkih dan sakit asam urat yang menyerang lututnya. Gerson terus menulis meski upahnya tak cukup untuk masa tuanya.

"Ini dompet orang miskin," kata penerima Anugerah Southeast Asia Write Award 1982 ini berseloroh ketika mengambil uang untuk membeli teh botol. Gerson tak kaya, bahkan tetap bersahaja hingga usianya yang ke-85.

Menurut pria asal Pulau Rote, Nusa Tenggara Timur itu, menjadi sastrawan di Indonesia susah secara ekonomi. Selain karena kurangnya perhatian pemerintah, karya-karya sastra yang dihasilkan di Indonesia kurang dihargai. Ini berbeda sekali jika dibandingkan di luar negeri. Miris.

Informasi selengkapnya...

  • Merdeka.com tidak bertanggung jawab atas hak cipta dan isi artikel ini, dan tidak memiliki afiliasi dengan penulis
  • Untuk menghubungi penulis, kunjungi situs berikut : mizelo-gual

KOMENTAR ANDA

Merdeka.com sangat menghargai pendapat Anda. Bijaksana dan etislah dalam menyampaikan opini. Pendapat sepenuhnya tanggung jawab Anda sesuai UU ITE.

Artikel Lainnya