Kejagung Tetapkan Mantan Pejabat MA, Zarof Ricar, Sebagai Tersangka TPPU
Kejaksaan Agung menetapkan Zarof Ricar, mantan pejabat Mahkamah Agung, sebagai tersangka tindak pidana pencucian uang (TPPU) terkait dugaan gratifikasi Rp915 miliar dan 51 kilogram emas.
Kejaksaan Agung (Kejagung) resmi menetapkan Zarof Ricar, mantan Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan, Pendidikan dan Pelatihan Hukum dan Peradilan Mahkamah Agung, sebagai tersangka kasus dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU). Penetapan tersangka ini diumumkan Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Harli Siregar, pada Senin di Gedung Kejaksaan Agung, Jakarta. Penetapan ini menyusul penyidikan yang telah dimulai sejak 10 April 2025.
Sebelumnya, Zarof Ricar telah ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan suap terkait penanganan perkara kasasi terpidana Ronald Tannur. Kasus TPPU ini merupakan pengembangan dari kasus suap tersebut, menelusuri asal usul gratifikasi fantastis yang diterima Zarof Ricar selama menjabat di Mahkamah Agung.
Proses penyidikan TPPU melibatkan upaya pemblokiran aset-aset Zarof Ricar, termasuk beberapa aset yang terdaftar atas nama anggota keluarganya, untuk mencegah pengalihan aset. Pemblokiran aset telah dilakukan di beberapa lokasi, antara lain Jakarta Selatan, Depok, Jawa Barat, dan Pekanbaru, Riau. Selain aset, penyidik juga telah menyita sejumlah dokumen penting yang berkaitan dengan kasus ini.
Dugaan Gratifikasi Miliaran Rupiah dan Emas
Penetapan tersangka Zarof Ricar terkait TPPU bertujuan untuk mengungkap lebih lanjut asal-usul gratifikasi yang diduga diterimanya. Jaksa penuntut umum mendakwa Zarof Ricar menerima gratifikasi berupa uang dan emas dalam jumlah yang sangat besar selama menjabat di MA, yaitu sekitar Rp915 miliar dan 51 kilogram emas. Rincian gratifikasi tersebut meliputi berbagai mata uang asing, seperti dolar Singapura, dolar Amerika Serikat, euro, dan dolar Hong Kong, serta emas batangan.
Besarnya jumlah gratifikasi yang diterima Zarof Ricar sangat mengejutkan. Rinciannya meliputi uang pecahan 1.000 dolar Singapura senilai 71,07 juta dolar Singapura, uang pecahan Rp100 ribu dan Rp50 ribu sebanyak Rp5,67 miliar, uang pecahan 100 dolar Amerika Serikat senilai 1,39 juta dolar AS, serta uang pecahan 1.000 dolar Singapura, 100 dolar Singapura, dan 50 dolar Singapura senilai 316.450 dolar Singapura.
Selain itu, ditemukan pula uang pecahan 500 euro, 200 euro, dan 100 euro senilai 46.200 euro; uang pecahan 1.000 dolar Hong Kong dan 500 dolar Hong Kong senilai 267.500 dolar Hong Kong; serta logam mulia jenis emas Fine Gold 999.9 kepingan 100 gram, dan jenis emas Antam Kepingan 100 gram seberat 46,9 kg. Penemuan ini menunjukkan betapa besarnya dugaan gratifikasi yang diterima Zarof Ricar.
Pemufakatan Jahat dan Dakwaan
Zarof Ricar juga didakwa melakukan pemufakatan jahat berupa pembantuan untuk memberi atau menjanjikan sesuatu kepada hakim berupa uang senilai Rp5 miliar. Pemufakatan jahat ini diduga dilakukan bersama penasihat hukum Ronald Tannur, Lisa Rachmat, dengan tujuan menyuap Hakim Ketua MA Soesilo dalam perkara Ronald Tannur pada tingkat kasasi tahun 2024.
Selain uang dan emas, penyidik juga menemukan barang bukti lain, seperti 14 buah amplop cokelat dan putih berisi uang pecahan mata uang asing dan rupiah, dompet berisi logam mulia emas, sertifikat berlian, serta kuitansi toko emas mulia. Semua bukti ini akan memperkuat dakwaan terhadap Zarof Ricar.
Atas perbuatannya, Zarof Ricar disangkakan melanggar Pasal 6 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 12 B juncto Pasal 15 jo. Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001. Proses hukum akan terus berjalan untuk mengungkap seluruh fakta dan memastikan keadilan ditegakkan.
Proses hukum terhadap Zarof Ricar akan terus berlanjut. Kejagung berkomitmen untuk mengusut tuntas kasus ini dan menjerat semua pihak yang terlibat. Publik menantikan perkembangan selanjutnya dari kasus ini dan berharap agar proses hukum berjalan dengan transparan dan akuntabel.