Tahukah Anda? Megawati Menang Lawan Orde Baru Berkat Rakyat: Mengungkap Peran Dukungan Publik dalam Peristiwa Kudatuli
Ketua DPP PDIP Ribka Tjiptaning mengungkapkan bagaimana Megawati Soekarnoputri berhasil mengalahkan Orde Baru berkat dukungan rakyat, sebuah kisah yang berujung pada Peristiwa Kudatuli.
Peringatan 29 tahun Peristiwa 27 Juli 1996, atau yang dikenal sebagai Kudatuli, baru-baru ini digelar di Kantor Pusat DPP PDIP Jalan Diponegoro No.58, Jakarta Pusat. Acara ini menjadi momentum penting untuk mengenang kembali salah satu babak kelam dalam sejarah demokrasi Indonesia.
Dalam kesempatan tersebut, Ketua DPP PDIP Ribka Tjiptaning menegaskan bahwa kemenangan Megawati Soekarnoputri dalam Kongres Luar Biasa (KLB) PDI di Surabaya pada Desember 1993 adalah berkat dukungan penuh dari rakyat. Pernyataan ini disampaikan di hadapan para pelaku sejarah, sejarawan, dan kader partai yang hadir.
Acara peringatan ini tidak sekadar seremoni, melainkan sebuah upaya untuk memaknai perjuangan demokrasi yang telah dilalui. Melalui talkshow bertajuk “Peristiwa 27 Juli 1996 Sebagai Tonggak Demokrasi Indonesia”, publik diajak memahami bahwa kebebasan berdemokrasi yang dinikmati saat ini merupakan hasil dari pengorbanan dan perlawanan terhadap kekuasaan otoriter.
Kemenangan Megawati dan Ketakutan Orde Baru
Ribka Tjiptaning secara lugas menyatakan bahwa Megawati Soekarnoputri mampu memenangkan KLB PDI 1993 karena kekuatan dukungan rakyat. Kemenangan ini, menurut Ribka, menimbulkan kekhawatiran besar di kalangan pemerintah Orde Baru. Mereka tidak mengakui hasil kongres tersebut dan bahkan melarang dukungan terhadap Megawati.
Situasi politik pada masa itu sangat terkontrol, dengan hanya tiga partai politik yang diizinkan beroperasi, menciptakan ilusi demokrasi semu. Hasil pemilu selalu dapat diprediksi, menunjukkan dominasi mutlak rezim. Reaksi Orde Baru terhadap kemenangan Megawati adalah dengan mendorong digelarnya kongres tandingan di Medan, sebuah upaya untuk memecah belah kekuatan PDI.
Ribka Tjiptaning juga berbagi pengalaman pribadinya mengenai tekanan yang dihadapinya saat itu. Klinik miliknya terpaksa ditutup akibat sikap politiknya yang mendukung Megawati. Namun, ia tidak menyesali keputusan tersebut, justru menganggapnya sebagai pelajaran berharga bahwa tekanan dari kekuasaan harus dilawan, bukan ditakuti. Baginya, lebih baik mati berdiri di depan lawan daripada harus berlutut di hadapannya.
Kudatuli Sebagai Tonggak Demokrasi dan Inspirasi Perjuangan
Sejarawan Hilmar Farid menekankan bahwa Peristiwa Kudatuli menjadi bukti nyata ketakutan Orde Baru terhadap kekuatan politik Megawati yang saat itu mendapatkan dukungan luas dari rakyat. Insiden penyerbuan kantor PDI pada 27 Juli 1996 adalah puncak dari upaya rezim untuk membungkam suara rakyat dan menghentikan laju gerakan pro-demokrasi.
Farid menilai bahwa peristiwa ini tidak hanya sekadar untuk dikenang, tetapi harus dijadikan sumber inspirasi dalam menjaga demokrasi di masa kini. Bagi generasi baru yang bergabung dengan PDI Perjuangan, kisah perjuangan ini sangat relevan. Ia menyarankan agar mereka mendengarkan langsung kesaksian dari para pelaku sejarah untuk memahami kedalaman makna peristiwa tersebut.
Jacobus Mayong, salah satu pelaku sejarah dan mantan anggota DPR, berharap peringatan Kudatuli tidak hanya menjadi seremoni belaka. Ia menginginkan agar makna perjuangan di balik peristiwa ini benar-benar dihayati dan diimplementasikan dalam tindakan nyata untuk menjaga nilai-nilai demokrasi yang telah diperjuangkan dengan susah payah.
Peringatan dan Refleksi Bersama
Peringatan 29 tahun Kudatuli ini diselenggarakan dengan format talkshow yang menghadirkan narasumber kunci seperti Ketua DPP PDIP Djarot Saiful Hidayat dan Ribka Tjiptaning. Diskusi ini dimoderatori oleh anggota DPR RI, Denny Cagur, dan dihadiri oleh sejumlah pelaku sejarah lainnya.
Beberapa tokoh penting dari jajaran DPP PDIP turut hadir dalam rangkaian acara ini, antara lain Bonnie Triyana, Sadarestuwati, Wiryanti Sukamdani, Ronny Talapessy, dan Deddy Yevri Sitorus. Hadir pula Wakil Sekjen DPP PDIP Yoseph Aryo Adhi Darmo serta Wakil Bendahara Umum PDIP Yuke Yurike. Guntur Romli memimpin doa dalam acara tersebut.
Tujuan utama dari acara ini adalah untuk mengingatkan kembali kepada publik, khususnya generasi muda, bahwa demokrasi yang dinikmati hari ini adalah hasil dari perjuangan panjang dan pengorbanan yang tidak sedikit. Kisah Kudatuli menjadi pengingat bahwa kebebasan berpendapat dan berorganisasi adalah hak yang harus terus diperjuangkan dan dijaga dari ancaman otoritarianisme.