Target Penetapan Kadar Maksimal Nikotin-Tar Rokok di Indonesia: Juni 2025
Pemerintah Indonesia menargetkan penetapan standar maksimal kadar nikotin dan tar pada rokok pada Juni 2025 untuk menurunkan prevalensi perokok anak muda, sesuai RPJMN 2025-2029.
Pemerintah Indonesia menetapkan target ambisius untuk mengurangi prevalensi perokok di kalangan anak muda. Sasaran utama adalah penetapan standar maksimal kadar nikotin dan tar pada rokok yang ditargetkan selesai pada Juni 2025. Langkah ini merupakan bagian integral dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025-2029, yang bertujuan menurunkan angka perokok usia 10-21 tahun.
Ketua Tim Kerja Pengendalian Penyakit Akibat Tembakau (PPAT) Kemenkes, Benget Saragih, menyatakan bahwa draf aturan tersebut telah selesai disusun dan ditargetkan finalisasi pada Juni 2025. Implementasi aturan ini dijadwalkan pada Juni 2026. "Hari ini kami sudah menyelesaikan draft-nya, nanti Juni harus selesai. Karena amanahnya Juni 2026 harus diimplementasikan," ujar Benget dalam temu media di Jakarta.
Penurunan prevalensi perokok muda menjadi fokus utama. Indonesia menargetkan penurunan prevalensi perokok usia muda hingga 12,4 persen pada 2025, dan penurunan sebesar 1 persen setiap tahun berikutnya. Kemenkes menargetkan angka 11,4 persen pada 2026 dan 8,4 persen pada 2029. Untuk mencapai target nasional ini, penurunan prevalensi di tingkat provinsi harus mencapai 2,5 persen.
Langkah-Langkah Pemerintah untuk Mengurangi Perokok Muda
Pemerintah Indonesia telah dan akan terus menerapkan berbagai strategi untuk mencapai target penurunan prevalensi perokok muda. Beberapa langkah konkret yang telah dan akan dilakukan antara lain: pelarangan bahan tambahan pada rokok, larangan penjualan rokok kepada anak di bawah 21 tahun disertai sanksi, dan pemanggilan orang tua dari anak yang kedapatan merokok.
"Dipanggil tuh orang tuanya. Terus yang menjual juga harus minta KTP. Kalau sekarang kan sangat bebas. Tapi informasi yang saya dapatkan di beberapa daerah, sudah mulai berjalan. Jadi kalau ada yang mau beli rokok, ditanya KTP," jelas Benget.
Selain itu, pemerintah juga melarang penjualan rokok batangan, mengingat survei menunjukkan 71 persen anak-anak membeli rokok secara batangan. Larangan penjualan rokok dalam radius 200 meter dari sekolah dan larangan iklan rokok dalam radius 500 meter dari sekolah juga telah diterapkan.
Pengawasan terhadap implementasi peraturan ini juga menjadi perhatian serius. Pemerintah telah menetapkan tujuh kawasan tanpa rokok dan meningkatkan pengawasan oleh Badan POM, Kementerian Perdagangan, dan pemerintah daerah. "Kita juga sudah menetapkan 7 kawasan tanpa rokok di Indonesia. Ini di pasal 442, 443. Kemudian pengawasannya. Pengawasan oleh Badan POM, oleh Kementerian Perdagangan, Pemda, supaya berjalan nih implementasi dari PP (28 tahun 2024)," tambah Benget.
Peraturan Tambahan dan Pengawasan
Untuk memperkuat upaya pengendalian tembakau, pemerintah juga tengah mempersiapkan satuan tugas untuk mengawasi iklan rokok. Satuan tugas ini diharapkan dapat segera dibentuk oleh Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin. Peraturan mengenai peringatan kesehatan bergambar (PHW) juga diperketat, dari sebelumnya 40 persen menjadi 50 persen area kemasan.
Ketentuan PHW ini akan berlaku juga untuk rokok elektronik mulai Juni 2026. Standarisasi kemasan rokok juga diterapkan, di mana kemasan rokok akan memiliki logo dan merek yang sama, tanggal produksi yang tertera, dan warna yang seragam untuk mengurangi daya tarik bagi anak-anak.
Sebagai bentuk dukungan bagi mereka yang ingin berhenti merokok, pemerintah juga menyediakan Layanan Upaya Berhenti Merokok. Langkah komprehensif ini menunjukkan komitmen pemerintah dalam mengurangi dampak buruk merokok, khususnya di kalangan anak muda.
Semua upaya ini diharapkan dapat secara efektif menurunkan prevalensi perokok di Indonesia dan menciptakan generasi muda yang lebih sehat.