1. MERDEKA.COM
  2. >
  3. PLANET MERDEKA
  4. >
  5. HOT NEWS

Mengenal Trisomy 13, kelainan yang membuat bayi Adam Fabumi meninggal dunia

Penulis : Moana

23 November 2017 14:45

Nama Adam Fabumi Kamaludin kini tengah menjadi perbincangan di berbagai media, baik cetak, elektronik bahkan media online juga. Kisahnya pun kini telah menginspirasi banyak orang bukan hanya kalangan biasa namun kalangan artis pun nampak sangat kehilangan sosoknya. Adam adalah sosok bayi yang lahir pada 24 April 2017, ia didiagnosa menderita kelainan Trisomy 13. Namun, setelah tujuh bulan berjuang melawan kelainan yang dideritanya, pada 22 November 2017, Sang Khalik memanggilnya. Sang Empunya hidup lebih sayang dengan bayi mungil ini. Sekarang penderitaannya selama 7 bulan ini sudah tergantikan dengan kebahagiaan dan kesembuhan yang kekal. Adam sendiri adalah putra dari pasangan Ludi dan Ratih.

Awalnya saat masih berada dalam kandungan Adam didiagnosa menderita Dandy Walker Syndrome. Sebuah sindrom yang mempengaruhi perkembangan otak karena tidak terbentuknya saluran pembuangan cairan otak dalam kepala. Gara-gara sindrom itu, Adam harus mengalami kebocoran jantung. Setelah didiagnosa mengalami sindrom tersebut, Adam sebenarnya akan melakukan operasi penutupan lubang jantung. Namun, hal lain justru membuat orangtuanya terkejut, ia didiagnosa menderita Trisomy 13. Dokter memberitahu Ratih dan Ludi bahwa bayi yang menderita Trisomy 13 itu tidak bisa hidup lebih dari satu tahun. Namun, pasangan ini tetap kekeuh untuk merawat Adam dan memperjuangkan kesembuhannya. Dan mereka ingin menunjukkan bahwa kasus yang dialami anaknya ini berbeda dengan yang lain.

Trisomy 13 merupakan penyakit kelainan genetik yang sering dialami oleh bayi yang baru lahir. Kelainan yang sering disebut Patau Syndrome ini terjadi karena hadirnya kromosom ke-13 yang tidak memiliki pasangan karena tidak terjadinya persilangan antar kromosom, seperti yang dilansir dari National Health Service. Menurut penuturan dr. Klara Yuliarti, SpA (K), kelainan ini bisa dideteksi sejak bayi masih dalam kandungan. Cara terbaru adalah dengan melakukan Noninvasive Prenatal Testing (NIPT), yakni dengan mengambil darah ibu yang kemudian diperiksa kromosomnya. Jika hal itu tidak bisa dilakukan, dokter anak di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) menyaran kan agar ibu bayi melakukan pemeriksaan melalui air ketuban atau disebut amniocentesis. Namun, dokter Klara sebenarnya tidak merekomendasikan cara ini, karena pengambilan air ketubannya sangat beresiko baik bagi janin ataupun sang ibu.
Dari penelitian yang dilakukan oleh banyak periset, sembilan dari sepuluh bayi yang menderita Trisomy 13 ini meninggal di tahun pertama setelah kelahirannya. Dan 5 sampai 10 persen bisa bertahan hidup lebih dari usia satu tahun namun dengan mengalami kecacatan, baik mental ataupun fisik seperti jari atau kaki yang lebih besar, cacat di wajah, ginjal, jantung bahkan masalah neurologis lainnya, seperti yang dilansir dari kumparan.com.

Hingga saat ini belum ada penanganan khusus bagi bayi yang menderita Trisomy 13. Ketika dokter menghadapi pasien yang seperti ini, mereka akan lebih fokus untuk meminimalisir ketidaknyamanan yang dirasakan oleh bayi. Dan juga para dokter akan memastikan apakah asupan makanan bayi bisa terpenuhi.

Dilansir dari health.detik, Trisomy 13 ini terjadi ketika DNA dari 13 kromosom muncul dalam beberapa atau semua sel-sel tubuh. Trisomy 13 juga berarti bahwa ada ekstra kromosom 13 dalam semua sel, jika biasanya setiap kromosom yang normak ada 2 ini bisa mencapai 3 kromosom. Akibatnya, hal itu membuat terganggunya perkembangan bayi secara normal.

  • Merdeka.com tidak bertanggung jawab atas hak cipta dan isi artikel ini, dan tidak memiliki afiliasi dengan penulis
  • Untuk menghubungi penulis, kunjungi situs berikut : moana

KOMENTAR ANDA

Merdeka.com sangat menghargai pendapat Anda. Bijaksana dan etislah dalam menyampaikan opini. Pendapat sepenuhnya tanggung jawab Anda sesuai UU ITE.

Artikel Lainnya