1. MERDEKA.COM
  2. >
  3. PLANET MERDEKA
  4. >
  5. HOT NEWS

Penertiban pungli dan pengalaman pribadi menghadapi pungli

Penulis : penulisjengjot

13 Oktober 2016 16:30

Planet Merdeka - Ada yang menarik dari media beberapa hari lalu  Selasa (11/10/2016), yaitu saat Operasi Tangkap Tangan (OTT) di Kementerian Perhubungan. Dalam Operasi tersebut, Pihak Kepolisian mengamankan 3 Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Kementerian Perhubungan yang diduga melakukan pungli

Dalam penangkapan tersebut KAPOLRI Jenderal Tito Karnavian, Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Mochammad Iriawan, dan Presiden Joko Widodo ikut hadir melihat langsung operasi tersebut. Operasi tangkap tangan dilakukan selang 1 jam setelah Jokowi melakukan rapat terbatas pemberantasan pungli di Istana Kepresidenan.

Sebagai tindak lanjut dari kejadian ini akhirnya Presiden Joko Widodo menginstruksikan sikat habis Pungutan Liar (Pungli) yang dilakukan sejumlah oknum. Kepala Bareskrim Polri Komjen Pol Ari Dono Sukmanto menekankan kepada jajaran kepolisian untuk mendukung program bersih-bersih dari pungutan liar.

Ia mengingatkan polisi bahwa Kapolri Jenderal Tito Karnavian telah sering menegaskan, jika ada anggota polisi terlibat pungli, maka langsung ditindak tegas. Bukan sekadar sanksi etik, namun langsung dipidanakan.

Namanya pungutan liar itu sudah pasti ada baik itu di lembaga pemerintahan sampai lembaga non pemerintahan. Contoh penulis mengalami sendiri ketika mencoba memperpanjang SIM di SAMSAT keliling di Jakarta pada Sabtu (8/10/2016) kemarin, saat setelah melakukan pengisian formulir, lanjut tes mata, dan foto SIM, oknum petugas mengenakan biaya kepada penulis sebesar Rp265000 untuk 2 sim A dan C, ketika penulis bertanya kepada sang petugas tentang bukti pembayaran petugas tersebut kebingungan. 

"Pak bukti pembayaran nya ada gak pak?, untuk apa saja Rp265.000 tersebut" kata penulis kepada sang oknum tersebut.

Sang oknum pun mengatakan tidak ada, "Tidak ada mas,, untuk apa? kan perpanjang SIM 5 tahun sekali mas" Ujarnya

Bagi penulis itu jawaban yang konyol, karena yang namanya transakasi pasti ada bukti pembayaran dong. Parkir aja harus ada bukti pembayaran, beli apapun di supermarket ada bukti, narik duit di ATM ada bukti transaksi, lha ini perpanjang SIM kenapa tidak ada?. Tidak hanya itu saja, selesai membayar penulis disuruh melaminating SIM baru yang telah diperpanjang ke oknum petugas diluar. Satu SIM Rp10.000, kebetulan penulis perpanjang dua SIM jadi dikenakan Rp20.000. Penulis pun kembali bertanya, "Pak, bisa minta struk bukti pembayarannya?" sang petugas pun seperti kebingungan dan mengalihkan pembicaraan. Terlihat kebingungan akhirnya sang oknum itu hanya membebankan Rp10,000 untuk dua SIM, Lha kok begitu, Itu Termasuk Pungli bukan sih?

Praktek diduga pungli pun penulis alami ketika mengurus sertifikat rumah orang tua yang di Jakarta sampai sekarang belum jadi. Ketika mengurus sertifikat rumah, penulis harus mengambil nomor antrian dan melewati beberapa loket. Penulis mulai menaruh curiga ketika, berkas surat-surat sudah dimasukkan tapi gak ada proses bahkan di lompati dan dilompati terus-terusan, padahal kan sudah ada nomor antrian. Dengan sedikit penasaran penulis pun berusaha mencari keterangan dari beberapa orang oknum diduga sebagai calo diluar kantor tersebut. Ternyata eh ternyata pemohon (penulis) harus menyediakan duit per satu loket, Minimal Rp30.000 maksimal Rp50.000. Sang oknum tersebut juga menceritakan.

"Mas disini setiap masuk berkas ke satu loket harus nyediain duit minimal Rp30.000, kalau gak, berkas punya mas akan lama diprosesnya, disini main "Rapih" mas yang diduluin itu biasanya yang ngasih "pelancar", dan biasanya pengembang-pengembang perumahan, liat aja mereka dikasih kertas bekas terus kertasnya di lecekin, terus dibuang ke tempat sampah deket penjaga loket. Dalam kertas itu isinya duit mas" ujar seorang oknum calo yang tidak mau disebutkan namanya.

Penasaran, penulispun mencoba melakukan seperti apa yang disarankan oleh oknum tersebut, dan ternyata benar, Amaziiinggg, proses nya cepet bener. Loket perloket penulis dikasih kertas lecek dan masukin duit, terus lecekin lagi kertasnya. 

"Pak keranjang sampahnya mana?, mau buang ini (nunjukin kertas bungkusan lecek)" ujar penulis di setiap loket. 

Sampai sekarang penulis belum selesai mengurus SHM rumah yang katanya mudah dan gampang kalau ngurus sendiri (berdasar yang di share di acebook). Penulis harus ngumpulin duit dulu, soalnya berkasnya sudah sampai di tingkat atas. Sudah hampir 6 bulan (April 2016) belum selesai ini, pengukuran pertama penulis dibebankan biaya Rp500,000 dan mereka fair minta ongkosnya dengan menelpon orangtua penulis. Pengukuran ke dua juga fair minta 'ongkos capek' terserah,  "Rp 100.000 juga gak apa-apa " katanya, tapi gak ada bukti transaksi semuanya. Dan terakhir ditelepon berkas surat-surat penulis sudah ada di lantai 3 entah nama bagiannya apa? yang jelas sedang dibuat suratnya.  Sampai sekarang penulis pun belum lanjut lagi karena ngumpulin duit dulu, takut mintanya gede, soalnya sudah naik lantai. Kalau lapor nanti surat-suratnya malah gak diurus lagi, yang ada malah gak selesai-selesai. 

Nah dari cerita di atas semuanya itu termasuk pungli bukan sih? Penasaran aja? kalau ada pembaca yang mengerti dan bisa bantu solusi, mohon bantuannya ya. Ini cerita nyata yang penulis alamin. Rencananya sih mau lanjutin lagi ngurus masuk sekolah ponakan, sama perpanjang STNK. Pungutan liar itu sudah 'mendarah daging' dan jangan hanya gertakan 'pedas sambal'.

  • Merdeka.com tidak bertanggung jawab atas hak cipta dan isi artikel ini, dan tidak memiliki afiliasi dengan penulis
  • Untuk menghubungi penulis, kunjungi situs berikut : penulisjengjot

KOMENTAR ANDA

Merdeka.com sangat menghargai pendapat Anda. Bijaksana dan etislah dalam menyampaikan opini. Pendapat sepenuhnya tanggung jawab Anda sesuai UU ITE.

Artikel Lainnya