1. MERDEKA.COM
  2. >
  3. PLANET MERDEKA
  4. >
  5. HOT NEWS

Pengakuan Mengejutkan Warga Ponorogo yang 'Mengungsi' ke Malang Karena Isu Kiamat

Penulis : Moana

15 Maret 2019 11:33

52 KK di Ponorogo mengungsi ke Malang

Beberapa hari terakhir, negeri ini dikejutkan dengan kabar bahwa ada sekitar 52 KK dari Ponorogo mengungsi ke Kabupaten Malang, Jawa Timur. Sebanyak 52 KK dari Dusun Krajan, Desa Watubonang, Ponorogo nekat menjual harta bendanya dan meninggalkan kampung halamannya. 

Mereka pindah dari Ponorogo ke Malang karena terhasut dengan isu bahwa hari kiamat sudah dekat. Mereka hijrah ke Pondok Pesantren (Ponpes) Miftahul Falahi Mubtadiin (MFM) Kabupaten Malang, Jawa Timur. Mereka melakukan hal itu untuk menghindari kiamat.

2 dari 10 halaman

Membawa cukup banyak bekal

Dalam 'hijrahnya' itu para warga tersebut membawa banyak bekal. Dan jumlahnya pun cukup banyak mencapai 5 kwintal. Bukan hanya itu, diantara mereka juga ada yang membawa binatang ternak seperti kambing serta ada pula yang membawa sayur mayur.

Bahkan diantara mereka ada yang rela menjual rumah serta tanahnya yang berada di Ponorogo. Hal itu mereka lakukan agar mereka bisa hijrah dari Ponorogo ke Malang. Dalam hijrahnya itu mereka mengajak serta anak dan istrinya.
3 dari 10 halaman

Disertai dengan isu potong tangan

Bukan hanya bekal mereka saja yang membuat banyak orang tercengang, melainkan di balik kabar tersebut juga disertai dengan isu potong tangan anak untuk dijadikan santapan. Kabar itu menyebut bahwa anak-anak diharuskan memotong tangan adiknya untuk menjadi santapan makanan.

Selain isu tersebut, beredar pula sebuah informasi yang menyebutkan bahwa Pondok Pesantren (Ponpes) Miftahul Falahi Mubtadin’ (MFM) Malang yang menjadi tempat hijrah mereka itu telah mengajarkan beberapa hal yang dianggap melenceng dari Alquran dan hadits.
4 dari 10 halaman

Banyak ajaran melenceng

Ponpes tersebut dijadikan tempat pengungsian karena mereka menyakini bahwa ia bisa selamat jika pindah ke tempat itu.

Ponpes tersebut juga dianggap memberikan doktrin yang tak sesuai dengan Alquran dan sunnah. Hal itu mulai dari isu kiamat yang dibilang sudah dekat, tentang perang hingga kemarau panjang yang akan terjadi.
5 dari 10 halaman

Menjual aset dan beli senjata tajam

Ada pula informasi lain yang menyebut bahwa para jamaah tersebut diminta untuk menjual semua asetnya dan menyetor ke pondok.

Parahnya lagi ada informasi tentang senjata tajam yang dijual dengan harga yang cukup fantastis yakni sebesar Rp 1 juta. Benda tajam berupa golok itu dijual untuk kepentingan perang.
6 dari 10 halaman

Seorang warga mengajak serta ibu dan anaknya

Dari sekian banyak warga yang mengungsi ada seorang wanita yang bernama Gianti. Gianti mengaku dirinya mengajak serta ibu dan seorang anaknya untuk mengenyam program triwulan menjelang bulan Ramadhan di ponpes tersebut.

Gianti mengaku dirinya pergi ke ponpes itu atas keinginannya sendiri. Sebelum memutuskan untuk pergi, Gianti mengaku mendapatkan informasi dari seorang ustadz di Ponorogo. Ustadz itu menyampaikan bahwa akan ada pengajian di Ponpes MFM yang membahas tentang persiapan menjelang hari kiamat.
7 dari 10 halaman

Gianti ungkap Katimun yang memberikan informasi

Gianti mengaku bahwa ia mendengar hal itu dari Katimun, pria yang disebut-sebut menjadi sosok yang menyebarkan isu tentang kiamat hingga membuat 52 KK di Ponorogo pergi ke Malang.

Menurut Gianti, Katimun lah yang membawa informasi tentang pengajian di ponpes tersebut, hingga akhirnya ia tertarik, dan ingin belajar agama.
8 dari 10 halaman

Gianti menjual sepeda motor

Demi mewujudkan keinginannya itu, Gianti bahkan rela menjual sepeda motornya dengan harga Rp 5 juta. Hasil penjualan motornya itu kemudian ia jadikan sebagai bekal untuk memenuhi kebutuhannya selama berada di ponpes tersebut.

"Karena bawa makanan sendiri buat hidup di sini jadi saya jual untuk beli beras dan yang lainnya," ujarnya.
9 dari 10 halaman

Tak bergeming meskipun akan dijemput oleh Pemerintah Ponorogo

Terkait dengan isu huru-hara yang mengkaitkan dengan pengajaran doktrin kiamat oleh pimpinan ponpes tersebut, Gianti mengaku bahwa dirinya sudah mengetahui hal itusejak lama. Namun, meskipun itu sudah ramai beredar, Gianti tetap tak bergeming dengan keinginannya.

Ditambah lagi ada kabar jika pihak pemerintah Ponorogo akan menjemput mereka. Gianti justru mengungkapkan niatnya untuk untuk mondok di ponpes tersebut. Gianti juga mengatakan bahwa jika dirinya datang bersama rombongan Ponorogo. Meskipun sempat ada kabar pihak Pemerintah Ponorogo akan menjemput, Gianti justru mengaku tak peduli dengan hal itu. Gianti tetap bersikukuh untuk belajar di ponpes tersebut hingga Ramadhan usai.

10 dari 10 halaman

Pengakuan santri lain

Senada dengan Gianti seorang santri yang sudah berada di ponpes tersebut selama 7 tahun mengatakan bahwa ia dan keluarganya telah rela menyewa sebuah rumah untuk hidup selama belajar. Bukan hanya itu, Hari mengaku bahwa dirinya juga membawa modal sendiri.

“Ya masak kami ke sini nggak bawa modal, mau belajar di sini masak mau minta kiai ya gimana. Kalau masalah kiamat ya sejak zaman Rasulullah itu sudah dikatakan tidak ada yang tahu, ini hanya antisipasi apabila ada meteor itu,” pungkasnya.
  • Merdeka.com tidak bertanggung jawab atas hak cipta dan isi artikel ini, dan tidak memiliki afiliasi dengan penulis
  • Untuk menghubungi penulis, kunjungi situs berikut : moana

KOMENTAR ANDA

Merdeka.com sangat menghargai pendapat Anda. Bijaksana dan etislah dalam menyampaikan opini. Pendapat sepenuhnya tanggung jawab Anda sesuai UU ITE.

Artikel Lainnya