1. MERDEKA.COM
  2. >
  3. PLANET MERDEKA
  4. >
  5. HOT NEWS

Terkuak! Beginilah Detik-detik Jatuhnya Pesawat Lion Air PK LQP JT 610 di Perairan Karawang

Penulis : Moana

21 Maret 2019 10:41

Pesawat Lion Air JT 610 jatuh di perairan Karawang

Pada Senin, 29 Oktober 2018 pagi sekitar pukul 06.33 WIB lalu, pesawat Lion Air PK LQP - JT 610 penerbangan dengan rute Jakarta - Pangkalpinang dikabarkan hilang kontak. Setelah hilang kontak selama kurang lebih 3 jam diketahui bahwa pesawat tersebut jatuh di perairan Karawang, Jawa Barat.
 
Dari kabar yang beredar diketahui bahwa dalam pesawat tersebut terdapat 188 orang. 178 penumpang dewasa, 1 penumpang anak-anak, 2 bayi serta 7 orang kru pesawat termasuk pilot dan FA.

2 dari 16 halaman

Pilot sempat meminta return to base

Pesawat dengan nomor registrasi PK-LQP dilaporkan terakhir tertangkap radar pada koordinat 05 46.15 S - 107 07.16 E. Pesawat tersebut berangkat pada pukul 06.10 WIB dari Jakarta. Dan sesuai jadwal akan tiba di Pangkal Pinang sekitar pukul 07.10 WIB.

Namun, saat di udara, sang pilot ternyata sempat meminta return to base atau kembali, sebelum akhirnya dinyatakan hilang dari radar. Dan dipastikan bahwa pesawat tersebut telah jatuh.
3 dari 16 halaman

Proses pencarian korban dan blackbox

Proses pencarian korban dan badan pesawat pun sudah dilakukan selam 8 hari. Dari pencarian yang dilakukan oleh Tim SAR Gabungan, sebanyak 138 kantong jenazah korban berhasil dievakuasi bersama serpihan pesawat oleh Tim SAR Gabungan. Dan black box berupa Flight Data Recorder milik pesawat Lion Air JT610 sendiri sudah ditemukan.

Proses pencarian sempat akan diberhentikan, namun, salah seorang keluarga korban mendesak agar tetap dilakukan proses pencarian. Salah seorang keluarga korban mengatakan bahwa dirinya takut pemakaman secara massal akan dilakukan tanpa informasi kepada keluarga.

"Kami berharap sekecil apapun harapannya, jasad korban bisa ditemukan dengan keadaan terbaik. Saya mohon proses identifikasi tetap dilanjutkan," ujar adik korban Ahmad Endang Rokhmana.

Menanggapi pernyataan itu, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi memutuskan proses evakuasi korban diperpanjang selama tiga hari ke depan terhitung Senin (5/11/18). Budi juga memastikan, setelah perpanjangan selama tiga hari ke depan, proses evakuasi dan identifikasi korban akan terus dilakukan oleh pihak DVI Polri. Sementara itu, Kepala Pusat Kedokteran dan Kesehatan Polri, Brigjen Arthur Tampi, juga meyakinkan keluarga korban bahwa "sampai kapanpun kita identifikasi sampai tuntas".

"Bahkan sampai operasi pencarian dihentikan pun, kita tetap melaksanakan proses identifikasi,. Artinya tidak pernah berhenti. Semua akan teridentifikasi. Kami telah menerima 138 kantung jenazah. Artinya tidak otomatis yang teridentifikasi 138 jenazah, bisa lebih bisa kurang. Tapi tidak akan ada yang kita kuburkan massal," paparnya.

Selain Kepala Basarnas, M Syaugi, menanggapi desakan itu dengan emosional. Ia mengatakan akan melakukan dengan sepenuhnya agar jasad para korban bisa ditemukan semuanya.

"Dengan apa yang kami miliki, kami yakin bisa mengevakuasi seluruh korban. Saya tidak menyerah. Mudah-mudahan dengan waktu yang ada, kami tetap all out. Saya akan terus mencari saudara-saudara saya ini," ujarnya sambil sesekali berhenti berucap sembari menyeka air mata.

4 dari 16 halaman

Ada sosok pilot ketiga

Setelah hampir 5 bulan jatuh, fakta baru pun terungkap. Sebelum jatuh di Perairan Karawang pada akhir Oktober 2018 lalu, ternyata ada fakta mengejutkan di balik pesawat Lion Air PK LQP tersebut. Beberapa jam sebelum pesawat Boeing 737 Max 8 tersebut jatuh, ternyata ada seorang pilot ketiga yang menyelamatkan penerbangan sebelumnya.

Dilansir dari Bloomberg, ternyata dalam penerbangan dari Denpasar ke Jakarta pada 28 Oktober 2018 malam (sehari sebelum pesawat yang dikemudikan oleh Pilot Captain Bhavey Suneja) ternyata ada seorang pilot yang sedang tak bertugas tetapi menjadi penyelamat bagi kru dan penumpang dalam perjalanan tersebut.
5 dari 16 halaman

Pilot ketiga duduk di dalam kokpit

Pilot yang tidak diketahui identitasnya tersebut berada di dalam kokpit. Pilot tersebut duduk di dalam jumpseat atau kursi cadangan yang ada di dalam kokpit pesawat.

Hal itu diketahui berdasarkan dari hasil investigasi yang telah dilakukan pada pesawat Lion Air PK LQP tersebut.
6 dari 16 halaman

Pilot ketiga jadi penyelamat

Ketika pesawat Lion Air PK LQP tersebut mengalami masalah di udara pada saat penerbangan Denpasar - Jakarta, 28 Oktober 2018 malam, pilot ketiga tersebut dengan tepat mendiagnosis masalah. Pilot tersebut juga memerintahkan kru yang lain untuk mematikan sistem kendali otomatis pesawat. Dan keputusan serta arahan yang diberikan oleh pilot tersebut berhasil menyelamatkan pesawat itu.

Yang dilakukan oleh pilot ketiga itu adalah meminta kru memutus arus ke sebuah motor yang berfungsi untuk mengarahkan moncong pesawat ke bawah. Dan arahan itu, membawa pesawat Lion Air PK LQP tersebut bisa mendarat dengan baik di Jakarta.
7 dari 16 halaman

Hal sebaliknya terjadi pada pagi harinya

Namun, nasib berbeda justru dialami oleh penerbangan di pagi harinya. Masih dengan pesawat yang sama yakni Lion Air PK LQP rute Jakarta ke Pangkalpinang. Pesawat yang mengangkut 189 orang itu jatuh di Perairan Karawang pada 29 Oktober 2018 lalu.

Kisah tentang pilot ketiga ini sebelumnya belum pernah diungkap baik oleh Lion Air, Boeing, maupun pihak Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT).
8 dari 16 halaman

Pilot sempat bersusah payah

Selain itu, hasil investigasi juga mengungkap detik-detik sebelum pesawat tersebut jatuh dan menewaskan 189 orang yang ada di dalamnya. Sebelum jatuh, sang pilot Captain Bhavey Suneja dan awak kendali pesawat Lion Air JT 610 bersusah payah untuk mencari informasi dari buku panduan setelah pesawat yang mereka kendalikan tiba-tiba menukik ke bawah.

Pada saat itu, tak banyak yang bisa mereka lakukan. Mereka kehabisan waktu hingga akhirnya jatuh ke dalam perairan Karawang. Hal itu diketahui dari hasil Cockpit Voice Recorder (CVR).
9 dari 16 halaman

Pilot bertugas pegang kendali dan co-pilot menangani radio

Investigasi terhadap jatuhnya pesawat Lion Air PK LQP JT 610 ini dilakukan setelah otoritas penerbangan Amerika Serikat Federal Aviation Administration (FAA) dan regulator lain menghentikan operasional model pesawat Boeing tersebut pasca terjadinya kecelakaan di Ethiopia pada 10 Maret 2019 lalu.

Dari hasil investigasi yang telah dirilis pada November 2018 lalu, sang pilot memegang kendali penerbangan Lion Air JT 610 ketika pesawat itu lepas landas dari Jakarta, sedangkan co-pilot yakni Harvino bertugas untuk menangani radio.
10 dari 16 halaman

Co-pilot melaporkan masalah pada ATC bandara

Namun, setelah 2 menit lepas landas, co-pilot melaporkan pada pihak ATC (air traffic control) bandara bahwa ada masalah dalam kontrol penerbangan. Co-pilot juga mengatakan bahwa pilot bermaksud untuk mempertahankan ketinggian pada saat itu yakni di 5.000 kaki.

Co-pilot saat itu tidak memerinci permasalahan yang dialaminya. Tetapi dari keterangan yang disampaikan oleh seorang sumber, yang didapat dari CVR menyebutkan kecepatan udara pada saat itu. Sementara itu, sumber kedua mengatakan indikator menunjukkan adanya masalah pada layar kapten, bukan pada layar co-pilot.

11 dari 16 halaman

Pilot mencoba untuk mengendalikan pesawat

Saat itu Captain Bhavey meminta pada co-pilot Harvino untuk memeriksa buku panduan referensi cepat. Buku panduan itu berisi daftas peristiwa abnormal yang terjadi dalam sebuah penerbangan

Selama kurang lebih 9 menit, pesawat itu memperingatkan sang pilot tentang adanya kondisi stall. Dan secara otomatis sang pilot meresponsnya dengan mendorong bagian hidung pesawat ke bawah. Kondisi stall ini sendiri terjadi ketika aliran udara di atas sayap pesawat terlalu lemah untuk menghasilkan daya angkat dan membuatnya tetap terbang.
12 dari 16 halaman

Pilot berjuang keras untuk menaikan pesawat

Dari penuturan seorang sumber yang melakukan investigasi jatuhnya pesawat tersebut diketahui bahwa sang pilot telah berjuang keras untuk bisa kembali menaikan pesawat. Namun, layar komputer menunjukkan bahwa saat itu masih terjadi stall.

Sehingga sang pilot pun menekan hidungnya menggunakan sistem trim pesawat. Normalnya, sistem trim menyesuaikan permukaan kontrol pesawat untuk memastikannya terbang lurus dan datar.
13 dari 16 halaman

Pilot dan co-pilot hanya membicarakan kecepatan udara dan ketinggian

Seorang sumber lain juga menuturkan bahwa pilot dan co-pilot saat itu tak mengetahui bahwa trimnya sudah turun. Mereka hanya fokus dengan kecepatan udara dan ketinggian pesawat pada waktu itu.

“Mereka tampaknya tidak tahu trim itu bergerak turun. Mereka hanya memikirkan kecepatan udara dan ketinggian. Hanya itu yang mereka bicarakan,” ungkap salah seorang sumber.
14 dari 16 halaman

Co-pilot sempat pegang kendali sementara

Para sumber tersebut menyebut bahwa, selama terjadi masalah itu sebelum akhirnya jatuh, pilot yang memegang kendali tetap dalam keadaan tenang. Sang pilot kemudian meminta co-pilot untuk menerbangkan pesawat. Sementara itu, sang pilot mencoba untuk memeriksakan manual guna mencari solusi permasalan yang terjadi pada saat itu.

Dan sekitar satu menit sebelum pesawat dinyatakan hilang dari radar, sang pilot kemudian meminta ATC untuk membersihkan lalu lintas lainnya di bawah 3.000 kaki dan meminta ketinggian 5.000 kaki. Pihak ATC pun menyetujui permintaan sang pilot tersebut.
15 dari 16 halaman

Co-pilot tidak mampu mengendalikan pesawat

Pada saat itu, sang pilot mencoba untuk menemukan prosedur yang tepat dalam buku panduan guna mengatasi permasalahan tersebut. Sementara itu co-pilot pesawat pada saat itu diduga tidak mampu mengendalikan pesawat tersebut. Dari rekaman data penerbangan menunjukkan input kolom kontrol akhir dari co-pilot lebih lemah daripada yang dibuat sebelumnya oleh kapten pilot.

“Ini seperti ujian dimana ada 100 pertanyaan dan ketika waktunya habis Anda hanya menjawab 75. Jadi, kamu panik. Ini adalah kondisi time-out,” dikutip dari Reuters.
16 dari 16 halaman

Co-pilot serukan takbir

Pada saat itu, sesaat sebelum akhirnya jatuh, sang pilot hanya bisa terdiam. Sementara co-pilot, Harvino terdengar menyerukan takbir 'Allahu Akbar'.

Dan setelah itu pesawat tersebut jatuh di perairan Karawang pada 28 Oktober 2018 lalu serta menewaskan 189 orang.
  • Merdeka.com tidak bertanggung jawab atas hak cipta dan isi artikel ini, dan tidak memiliki afiliasi dengan penulis
  • Untuk menghubungi penulis, kunjungi situs berikut : moana

KOMENTAR ANDA

Merdeka.com sangat menghargai pendapat Anda. Bijaksana dan etislah dalam menyampaikan opini. Pendapat sepenuhnya tanggung jawab Anda sesuai UU ITE.

Artikel Lainnya