1. MERDEKA.COM
  2. >
  3. PLANET MERDEKA
  4. >
  5. INSPIRA

Selalu Datang ke Sekolah Menggunakan Baju Kotor Tanpa Kenakan Alas Kaki, Bocah ini Dimandikan Guru

Penulis : Moana

31 Juli 2019 14:40

Wajib belajar 12 tahun

Planet Merdeka - Pemerintah Indonesia menggalangkan wajib belajar 12 tahun bagi semua anak di Indonesia. Namun, ternyata masih banyak yang belum bisa mengenyam pendidikan yang layak.

Jangankan untuk duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama (SMP) atau Sekolah Menengah Atas (SMA), untuk duduk di Sekolah Dasar (SD) pun masih berat dijalani oleh sebagian orang. Hal itu lantaran beberapa faktor termasuk salah satunya ekonomi.

2 dari 16 halaman

Kisah Jodi jadi sorotan di media sosial

Hal itu pula yang ternyata dirasakan oleh seorang bocah bernama Jodi. Ia adalah bocah yang viral di media sosial dalam beberapa waktu terakhir.

Beruntung, Jodi bertemu dengan guru-guru yang memiliki hati mulia seperti Rohayatun. Ya, guru yang disapa Atun ini bertemu dengan Jodi. Jodi ternyata berasal dari keluarga yang kurang mampu. Bahkan kondisinya pun sangat memprihatinkan. Hal itulah yang membuatnya tak memungkinkan untuk sekolah.
3 dari 16 halaman

Diunggah di akun Instagram

Kisah Jodi ini bermula ketika Atun, mengunggah sebuah postingan melalui akun Instagramnya @rohayatun7.

Atun mengunggah postingan yang menceritakan pengalamannya bertemu dengan Jodi. Jodi datang ke sekolah menggunakan baju kotor dan tanpa mengenakan alas kaki. Atun pun mengunggah sebuah video yang menunjukkan jalan menuju rumah Jodi.
4 dari 16 halaman

Rumahnya berada di perbukitan

Bukan hanya itu, Atun juga menunjukkan rumah Jodi yang lokasinya berada di atas perbukitan, terpencil dan kondisinya yang sangat memprihatinkan. Postingan Atu itu pun kemudian mendapatkan reaksi beragam dari netizen. Tak sedikit netizen yang memberikan dukungannya pada Atun.

Atun pun kemudian menceritakan tentang kondisi Jodi yang memprihatinkan. Menurutnya, Jodi berasal dari keluarga yang tidak mampu. Namun, bocah tersebut memiliki semangat belajar yang sangat tinggi. Hal itulah yang membuat Atun merasa kagum dengan Jodi.
5 dari 16 halaman

Kondisi rumah Jodi yang memprihatinkan

Jalanan menuju rumah Jodi sendiri naik turun karena memang berada di dataran tinggi. Usai melewati jalanan beraspal, setiap orang yang akan menuju ke rumah Jodi harus memarkirkan kendaraannya di pinggir jalan. Pasalnya rumah Jodi jalur menuju rumahnya adalah jalanan setapak. Dari jalan menuju rumahnya sekitar 100 meter.

Jodi tinggal di Dusun Pahing, RT 001 RW 003, Desa Margabakti, Kecamatan Kadugede, Kabupaten Kuningan, Jawa Barat. Bukan dengan orangtuanya, Jodi tinggal di rumah tersebut bersama kakek dan neneknya. Kakek Jodi bernama Rakun (70), sedangkan sang nenek bernama Sati (60).
6 dari 16 halaman

Tinggal bersama kakek nenek dan dua kakaknya

Jodi tak hanya tinggal bersama kakek dan neneknya saja, melainkan juga dengan kakak-kakaknya. Jodi merupakan anak keempat dari empat bersaudara.

Jodi tinggal di rumah Rakun bersama dua kakaknya, Dayat (18) dan Mulya (15). Sedangkan kakak ketiganya, Ani (9) tinggal bersama orangtua angkatnya.
7 dari 16 halaman

Tak ada kamar mandi

Di rumah tersebut, tak ada kamar mandi. Setiap kali buang air kecil ataupun air besar mereka akan ke kebun yang berada di sekitar rumah.

Ketika malam tiba, mereka harus hidup dengan gelap gulita. Hal itu berlangsung selama bertahun-tahun. Dan barulah beberapa waktu belakangan, mereka bisa mendapatkan sedikit aliran listrik.
8 dari 16 halaman

Anak yatim

Jodi ternyata merupakan seorang anak yatim. Sang ayah, Sobirin telah meninggal dunia beberapa tahun yang lalu lantaran penyakit yang dideritanya.

Sementara itu, ibu Jodi, Ita kini sudah menikah kembali. Ita sudah berkeluarga dan membangun rumah tangga dengan pria lain.
9 dari 16 halaman

Tinggal berlima

Rumah tersebut ditinggali oleh 5 orang, Rakun, Sati, Dayat, Mulya dan Jodi. Dalam rumah itu ada 3 buah ruangan. Setiap ruangan diberi sekat dengan tripleks. Tak ada besi penyangga melainkan hanya ada kayu di setiap sudut rumah itu dan plafon.

Untuk bagian atapnya menggunakan genteng bercampur dengan asbes yang nampak sudah rusak. Ketika hujan turun atau ada angin, maka air akan mudah masuk dan menggenangi permukaan lantai tiap ruang yang ada di rumah Rakun. Ditambah lagi, kamar Jodi ternyata berada di dekat dapur.
10 dari 16 halaman

Kondisi dapurnya sangat sederhana

Dapurnya pun kondisinya cukup memprihatinkan. Tak seperti dapur pada umumnya, namun hanya beralaskan tumpukan batu bata yang menyerupai sebuah tungku. Nampak pula beberapa potong kayu bakar yang digunakan untuk memasak.

Namun, bukan dapur seperti umumnya, melainkan ruang kecil beralaskan tanah untuk menyimpan tumpukan bata menyerupai tungku dan beberapa potong kayu bakar untuk memasak.
11 dari 16 halaman

Rakun menjadi tulang punggung keluarga

Selama 12 tahun tinggal di rumah tersebut, Rakun dan Sati harus berbagi tempat dengan cucu mereka di dalam bangunan yang memiliki ukuran 3 x 6 meter persegi tersebut.

Selama ini, Rakun yang menjadi tulang punggung untuk menghidupi keluarganya. Ia bekerja serabutan. Penghasilan yang diperolehnya pun tak bisa mencukupi kebutuhannya.
12 dari 16 halaman

Mengandalkan bantuan pemerintah

Rakun dan Sati mengandalkan bantuan dari pemerintah setiap bulannya sehingga mereka bisa makan nasi. Untuk lauknya, Rakun mengaku cukup makan dengan sederhana hanya dengan ikan asin, garam atau bahkan hanya dengan cabe.

"12 tahun di sini. Pokoknya kerja apa aja yang ada untuk makan. Jadi ga ada punya kerjaan yang matok. Makan pun seadanya, kalau asin ya asin (ikan asin), kalau garam ya hanya garam, kalau cabe, ya cabe, ya gitulah," kata Rakun.
13 dari 16 halaman

Setiap hari ke sekolah

Kondisi inilah yang membuat Atun sebagai guru di SDN Margabakti merasa sangat prihatin dengan Jodi. Atun pun merasa tak tega melihat kondisi Jodi yang seperti demikian dan mengalami banyak keterbatasan.

Atun pun menceritakan, bahwa awalnya, Jodi sering main ke sekolah tersebut. Jodi mengenakan pakaian kotor. Hampir setiap pagi, Jodi pergi ke sekolah tersebut. Jodi pun tak mengenakan alas kaki karena ia tak memiliki sandal.
14 dari 16 halaman

Diberi seragam

Ketika main ke sekolah tersebut, Jodi kerap memperhatikan anak-anak dari luar gerbang. Hal itulah yang membuat para guru kemudian mendekatinya. Guru-guru itu kemudian mengajak Jodi untuk sekolah.

Atun pun cerita bahwa ia dan rekannya kemudian belanja baju seragam untuk Jodi. Bukan hanya baju, tapi juga kebutuhan Jodi. Ia pun kemudian membujuk bocah 7 tahun tersebut.

"Kemudian Bu Dini mengajak saya belanja beli baju (seragam). Kami beli baju, belanja semua kebutuhan Jodi. Pas hari Selasa, saya tungguin enggak datang-datang. Tiba-tiba rada siang dia main ke sekolah, dan saya bujuk akhirnya mau," kata Atun.
15 dari 16 halaman

Dimandikan dan diberi makan

Atun pun kemudian memandikan Jodi di kamar mandi yang berada di ruang guru. Atun lalu mengganti pakaian kotor Jodi dengan seragam merah putih yang dibelinya untuk bocah malang tersebut.

Atun juga memakaikan sepatu dan memberikan tas serta kebutuhan belajar Jodi. Bukan hanya itu, Atun dan sejumlah guru yang ada di sekolah tersebut juga memberikan makan untuk Jodi. Melihat Jodi dengan lahap makan makanan yang ia berikan, Atun pun merasa sedih dang kasihan dengan bocah tersebut.

"Saya suapin makan pakai ayam. Kata Jodi enak, kalau di rumah makannya pakai lauk asin (ikan asin). Saya sedih. Apalagi pas minum susu, enggak tahu pernah minum susu atau enggak karena minumnya langsung habis tanpa jeda. Sedih banget lihatnya, saya kasihan," ungkap Atun.
16 dari 16 halaman

Tak ingin Jodi bernasib seperti saudaranya

Atun yang adalah seorang guru olahraga di SDN Margabakti ini menyebut, bahwa setiap berangkat ke sekolah, Jodi menggunakan pakaian bermain dan belum mandi karena di rumahnya tak ada air.

Atun lah dan guru-guru lain yang memandikan Jodi setiap pagi. Mereka memakaikan seragam, kaus kaki dan sepatu untuk Jodi. Mereka rela untuk menjadi orangtua asuh Jodi demi memenuhi hak pendidikan bocah tersebut.

Para guru tak ingin Jodi bernasib seperti kakak-kakaknya yang tak sekolah. Demikian pula seperti orangtua dan kakek neneknya yang tak sempat duduk di bangku sekolah secara memadai dan layak. Pasalnya, keluarga Jodi, sebagian besar harus putus sekolah.
  • Merdeka.com tidak bertanggung jawab atas hak cipta dan isi artikel ini, dan tidak memiliki afiliasi dengan penulis
  • Untuk menghubungi penulis, kunjungi situs berikut : moana

KOMENTAR ANDA

Merdeka.com sangat menghargai pendapat Anda. Bijaksana dan etislah dalam menyampaikan opini. Pendapat sepenuhnya tanggung jawab Anda sesuai UU ITE.

Artikel Lainnya