1. MERDEKA.COM
  2. >
  3. PLANET MERDEKA
  4. >
  5. METRO

Kisah Memilukan Para Pedagang yang Warungnya Dijarah Perusuh 22 Mei

Penulis : Moana

24 Mei 2019 13:44

Sederet kisah dibalik Aksi 22 Mei

Aksi 22 Mei 2019 lalu memang sempat menyita perhatian publik. Bukan hanya di dalam negeri melainkan sampai media asing ikut menyoroti aksi tersebut. Aksi itu sendiri telah menyisakan banyak kisah dari mengharukan hingga yang mengejutkan.

Mulai dari kepedulian warga pada anggota Polri dan TNI yang bertugas hingga sikap para aparat yang tetap melaksanakan kewajibannya untuk beribadah meskipun tengah bertugas untuk mengamankan aksi 22 Mei tersebut.

2 dari 14 halaman

Kisah pilu para pedagang, dagangan dijarah hingga warung dibakar

Salah satu hal lain yang tersisa dari aksi 22 Mei itu sendiri adalah nasib para pedagang yang warungnya dijarah oleh para perusuh.

Bukan hanya dagangannya yang dijarah sampai ludes tapi ada pula yang warungnya dibakar oleh para perusuh.
3 dari 14 halaman

1. Warung kelontong Usma dijarah hingga ludes

Hal tersebut dialami oleh Usma (64). Sembari berdiri di depan warung kelontong miliknya yang berada tepat berada di samping pos polisi (pospol) Sabang, Jalan Wahid Hasyim, Jakarta. Usma terlihat berlinang air mata dan matanya merah.

Saat itu, tepatnya sekitar pukul 23.30 WIB, kerusuhan terjadi di Jalan Wahid Hasyim. Massa yang beringas kemudian membakar pospol. Dan warung Usma pun menjadi korban keberingasan massa tersebut. Dagangan yang ada di warungnya itupun dijarah sampai ludes oleh para perusuh tersebut.

4 dari 14 halaman

Memohon warungnya tak dibakar

Usma pun sempat memohon pada massa perusuh yang telah menjarah semua dagangannya itu tak membakar warung miliknya.

"Mas, tolong jangan dibakar warung saya ini," ujarnya kala itu.

Usma mengatakan bahwa saat itu polisi melontarkan gas air mata untuk menghalau para perusuh. Usma yang tak tahan dengan gas air mata ikut melarikan diri meninggalkan warungnya. Namun meski begitu, ia sempat mengunci warung tersebut.

5 dari 14 halaman

Alami kerugian hingga Rp 20 juta

Namun, pagi harinya sekitar pukul 05.30 WIB, ketika para perusuh telah melarikan diri, Usma kembali ke warungnya. Usma pun melihat warungnya telah dijarah oleh perusuh tersebut. Usma pun menuturkan bahwa kerugiannya mencapai Rp 20 juta. Semua dagangannya dari rokok hingga minuman, habis dijarah oleh perusuh.

"Padahal posisi barang dikunci, dibuka paksa. Barang sekitar Rp 20 juta habis. Soalnya rokok mahal semua. Rokok, kopi, minuman habis. Rokok sisa 2 bungkus," jelas Usma.
6 dari 14 halaman

Tak miliki pakaian

Kemalangan Usma pun semakin bertambah karena ia tidak memiliki baju dan celana selain yang ia kenakan. Pasalnya, menurutnya bajunya disimpan di pospol yang dibakar oleh massa. Usma pun menuturkan bahwa ia kerap menginap di pospol tersebut.

"Saya biasanya menginap di pospol. Pakaian disimpan di pospol habis (dibakar)," ucapnya.
7 dari 14 halaman

2. Warung rokok dan minuman Rajab dijarah massa

Kisah serupa juga dialami oleh Rajab (62). Warung rokok dan minumannya habis dijarah para perusuh pada Rabu (22/05/2019) lalu. Warung milik Rajab berada di Jalan KH Wahid Hasyim tepatnya di pelataran Restoran Garuda. Rajab pun menyebut bahwa seluruh dagangannya tak ada yang tersisa.

"Rokok, minuman, mi, kopi, semua diambil," kata Rajab.

8 dari 14 halaman

Uang tabungan ikut diambil

Bukan hanya dagangannya yang ludes dijarah oleh para perusuh, Rajab juga mengaku bahwa uangnya yang ada di warung tersebut juga diambil. Rajab pun menyebut bahwa para perusuh itu tak meninggalkan sedikit pun yang tersisa.

"Ada uang tabungan juga kira-kira Rp 8 juta yang diambil, disisasin Rp 100 perak pun enggak," ujarnya.
9 dari 14 halaman

Imbas dari pembakaran Pospol

Rajab pun menuturkan bahwa saat penjarahan ke warungnya merupakan imbas dari pembakaran Pospol Sabang yang berada di samping warung. Warung yang sudah tertutup rapat itu kemudian dibuka paksa oleh massa untuk mengambil barang dagangan yang ada di dalamnya.

"Situasinya massa lah ya, dia enggak langsung menjarah, awalnya membakar Pospol itu dulu baru dia ke sini. Ada beberapa yang dirusak," kata Rajab.


10 dari 14 halaman

Mengaku ikhlas

Namun Rajab memilih untuk tetap tegar dan mengikhlaskan apa yang telah ia alami, meski ia mengaku merugi sekitar Rp 30 juta. Ia pun mengaku tak kaget dengan apa yang dialaminya itu, mengingat kembali peristiwa tahun 1998 lalu.

"Udah ikhlas. Kita udah tahu tahun 1998 kayak apa. Jadi gak kaget," ucapnya.
11 dari 14 halaman

3. Warung mie instan Suhama dibakar

Yang lebih memilukan adalah kisah dari Suhama, seorang pedagang mie instan. Bukan hanya dijarah, tapi warung miliknya juga dibakar oleh para perusuh. Warung mi instan milik Suhama berdempetan dengan Pospol Sabang di Jalan KH Wahid Hasyim.

Akibatnya, Suhama kini hanya bisa meratapi warung mi instan yang menjadi tempat ia bekerja dan mencari nafkah itu hanya tersisa puing-puing bekas terbakar. Hanya ada sebuah panci yang tergantung di tembok dan tumpukan mangkok.

12 dari 14 halaman

Awalnya kacanya dipecahkan

Suhama dan Ismail merupakan dua orang yang sehari-hari bekerja di warung mie instan tersebut. Suhama juga mengatakan awalnya para perusuh memecahkan kacanya. Dan ada beberapa yang melarang untuk membakar warung tersebut. Namun, sayang hal itu tak dihiraukan oleh yang lain dan kemudian membakar warungnya.

"Awalnya enggak dibakar, cuma kacanya dipecah-pecahin. Kata massa, jangan dibakar, kasihan ini warung mi, jangan dibakar. Tapi amukan massa yang lain malah menyerang," kata Suhama
13 dari 14 halaman

Tak bisa menghadang para perusuh

Menurut Suhama, peristiwa itu terjadi ketika massa sedang ganas karena terus dipukul mundur oleh aparat keamanan ke arah Gondangdia. Suhama pun mengaku bahwa dirinya saat itu sedang berada di warungnya, namun ia tak bisa menghadang para perusuh yang menjarah dan membakar warungnya.

"Orangnya banyak banget, enggak kehitung lah. Saya lagi di sini tapi enggak bisa ke mana-mana, saya di sini saja enggak bisa menghadang massa juga," ujar Suhama.
14 dari 14 halaman

Terpaksa pulang kampung

Suhama dan Ismail pun saat ini mengaku kebingungan untuk melanjutkan usahanya tersebut. Pasalnya semua peralatan yang mereka miliki tak bisa lagi digunakan. Suhama pun kemudian memilih untuk kembali ke kampung halamannya di Sumedang, Jawa Barat.

"Kami pulang kampung dulu saja lah sambil menunggu ini (Pospol Sabang) kembali dibangun. Ini langsung pulang hari ini," ucap Suhama.
  • Merdeka.com tidak bertanggung jawab atas hak cipta dan isi artikel ini, dan tidak memiliki afiliasi dengan penulis
  • Untuk menghubungi penulis, kunjungi situs berikut : moana

KOMENTAR ANDA

Merdeka.com sangat menghargai pendapat Anda. Bijaksana dan etislah dalam menyampaikan opini. Pendapat sepenuhnya tanggung jawab Anda sesuai UU ITE.

Artikel Lainnya