1. MERDEKA.COM
  2. >
  3. PLANET MERDEKA
  4. >
  5. METRO

Komunikasi Politik di Tengah Jebakan Ketidaktahuan

Penulis : Ronin Alkaf

15 Oktober 2020 23:30

Jebakan Ketidaktahuan

Sejak mulai dibahas sejak April, nyaris tidak ada satupun pejabat pemerintah yang muncul di media untuk menjelaskan esensi UU ini. Wacana yang berkembang di media juga berkutat seputar penolakan RUU Cipta Kerja. Komunikasi politik pemerintah yang tumpang-tindih dengan kekacauan komunikasi politik penanganan pandemi Covid-19 tidak membuat keadaan semakin membaik.

Kedua persoalan di atas pada intinya berkutat pada persoalan komunikasi. Di tengah pandemi dan maraknya hoaks serta misinformasi, para pihak harusnya lebih peka dalam mensosialisasikan rencana kebijakannya apalagi yang bersifat strategis. Pada 1970-an Tichenor, Donohue, & Olien memperkenalkan teori knowledge gap effect.

Salah satu implikasi utama keterlibatan sipil dalam wacana media, tingkat pembelajaran dari media berita tampak sangat berbeda di seluruh segmen audiens. Secara khusus, terdapat bukti efek "kesenjangan pengetahuan" yang terus-menerus, di mana informasi dari media lebih mudah diperoleh dan dicerna oleh segmen populasi dengan status sosial ekonomi (SES) dan pendidikan yang lebih tinggi. Ini diperparah dengan perkembangan media baru yang menurut Alvin Toffler dalam “Future Shock” menyebabkan kondisi “overload of information”.

Di era revolusi informasi ini, akses ke pengumpulan data yang kuat dan berbiaya rendah secara otomatis telah memberi kita lebih banyak informasi daripada pada titik lain dalam sejarah. Menurut Edelman Trust Barometer 2020, penetrasi internet di Indonesia sudah mencapai 64%. Lebih tinggi dari India (41%), Tiongkok (60%) dan rata-rata dunia (59%).

Mengelola informasi dalam kehidupan sehari-hari tidak lagi terbatas pada kelompok dengan tingkat kemakmuran tinggi tetapi merupakan masalah yang dihadapi hampir semua orang. Media sosial, surel, laman daring, aplikasi seluler, dll. Semua menumpahkan data ke dalam kehidupan kita setiap hari. Ditambah lagi dengan algoritma internet dan media sosial yang dengan sedemikian rupa didesain untuk menyesuaikan konten sesuai dengan preferensi pembaca. Ini menyebabkan misinformasi berputar dalam lingkaran setan yang tidak pernah usai.

Kelompok masyarakat yang tidak memiliki instrumen ricek dan kroscek akan terjebak pada persepsi yang diyakininya karena terus-nenerus terekspos oleh informasi yang serupa dengan preferensi sudut pandangnya. Fungsi cek dan ricek ini seharusnya dijalankan oleh fungsi jurnalistik pers.

Namun di tengah persaingan dengan media baru, alih-alih memperkuat fungsi jurnalistik dan memproduksi produk yang kritis secara substansi, pers justru terseret membuat berita yang bombastis untuk menarik pembaca sebanyak-banyaknya agar bisa bertahan hidup. Faktor ini semakin membuat frustasi masyarakat di tengah ketidakpercayaan yang sudah rendah akibat buruknya komunikasi politik Pemerintah dalam menangani pandemi Covid-19. Akhirnya Indonesia mengalami apa yang disebut disrupsi ganda, akibat revolusi teknologi informasi dan disrupsi akibat Covid-19 di saat yang sama.

2 dari 3 halaman

Jebakan Ketidaktahuan

Sejak mulai dibahas sejak April, nyaris tidak ada satupun pejabat pemerintah yang muncul di media untuk menjelaskan esensi UU ini. Wacana yang berkembang di media juga berkutat seputar penolakan RUU Cipta Kerja. Komunikasi politik pemerintah yang tumpang-tindih dengan kekacauan komunikasi politik penanganan pandemi Covid-19 tidak membuat keadaan semakin membaik.

Kedua persoalan di atas pada intinya berkutat pada persoalan komunikasi. Di tengah pandemi dan maraknya hoaks serta misinformasi, para pihak harusnya lebih peka dalam mensosialisasikan rencana kebijakannya apalagi yang bersifat strategis. Pada 1970-an Tichenor, Donohue, & Olien memperkenalkan teori knowledge gap effect.

Salah satu implikasi utama keterlibatan sipil dalam wacana media, tingkat pembelajaran dari media berita tampak sangat berbeda di seluruh segmen audiens. Secara khusus, terdapat bukti efek "kesenjangan pengetahuan" yang terus-menerus, di mana informasi dari media lebih mudah diperoleh dan dicerna oleh segmen populasi dengan status sosial ekonomi (SES) dan pendidikan yang lebih tinggi. Ini diperparah dengan perkembangan media baru yang menurut Alvin Toffler dalam “Future Shock” menyebabkan kondisi “overload of information”.

Di era revolusi informasi ini, akses ke pengumpulan data yang kuat dan berbiaya rendah secara otomatis telah memberi kita lebih banyak informasi daripada pada titik lain dalam sejarah. Menurut Edelman Trust Barometer 2020, penetrasi internet di Indonesia sudah mencapai 64%. Lebih tinggi dari India (41%), Tiongkok (60%) dan rata-rata dunia (59%).

Mengelola informasi dalam kehidupan sehari-hari tidak lagi terbatas pada kelompok dengan tingkat kemakmuran tinggi tetapi merupakan masalah yang dihadapi hampir semua orang. Media sosial, surel, laman daring, aplikasi seluler, dll. Semua menumpahkan data ke dalam kehidupan kita setiap hari. Ditambah lagi dengan algoritma internet dan media sosial yang dengan sedemikian rupa didesain untuk menyesuaikan konten sesuai dengan preferensi pembaca. Ini menyebabkan misinformasi berputar dalam lingkaran setan yang tidak pernah usai.

Kelompok masyarakat yang tidak memiliki instrumen ricek dan kroscek akan terjebak pada persepsi yang diyakininya karena terus-nenerus terekspos oleh informasi yang serupa dengan preferensi sudut pandangnya. Fungsi cek dan ricek ini seharusnya dijalankan oleh fungsi jurnalistik pers.

Namun di tengah persaingan dengan media baru, alih-alih memperkuat fungsi jurnalistik dan memproduksi produk yang kritis secara substansi, pers justru terseret membuat berita yang bombastis untuk menarik pembaca sebanyak-banyaknya agar bisa bertahan hidup. Faktor ini semakin membuat frustasi masyarakat di tengah ketidakpercayaan yang sudah rendah akibat buruknya komunikasi politik Pemerintah dalam menangani pandemi Covid-19. Akhirnya Indonesia mengalami apa yang disebut disrupsi ganda, akibat revolusi teknologi informasi dan disrupsi akibat Covid-19 di saat yang sama.
3 dari 3 halaman

Reformulasi Komunikasi Politik

Kampanye media dan komunikasi tidak hanya mempengaruhi pilihan, pembelajaran, dan wacana publik, tetapi juga berperan dalam membentuk kepercayaan publik terhadap institusi dan interaksi soasial antar warga negara. Hal ini berimplikasi signifikan pada kemampuan warga untuk bekerja secara kooperatif dalam menyelesaikan masalah sosial.

Pertama, Pemerintah harus kembali membangun kepercayaan sosial secara utuh, tidak hanya sibuk dengan jargon yang memiliki kesenjangan tinggi dan tidak sesuai dengan kebijakan yang diambil. Kepercayaan sosial membantu meringankan kekhawatiran individu. Kepercayaan politik melengkapi kepercayaan sosial dengan meyakinkan individu bahwa lembaga dan pejabat mereka bekerja untuk kebaikan bersama. Ini harus ditunjukkan dengan layanan pemerintah yang dapat diandalkan dan responsif, dan jika perlu, pemerintah dapat turun tangan secara efektif ketika masalah begitu besar sehingga menjangkau kapasitas individu. atau organisasi untuk menyelesaikannya sendiri (Nee dan Ingram, 1998).

Kedua, membangun “trust” yang memungkinkan individu dalam masyarakat untuk bekerja sama, memandang ekspektasi atau tujuan tertentu sebagai sesuatu hal yang dapat diinterpretasikan sebagai tujuan bersama, serta membangun perasaan solidaritas dan identitas secara keseluruhan.

Sebagai solusi penurunan kepercayaan politik dalam demokrasi, perlu dibangun inisiatif baru berbasis dialog yang mengakomodasi keragaman warga negara dengan melakukan komunikasi langsung dengan representasi pemerintah dan institusi yang dipercaya. Sumberdaya pemerintah dalam utilisasi perangkat media digital, alih-alih digunakan untuk kampanye influencer propagandis ala Kim Jong Un yang justru kontraproduktif, sebaiknya digunakan untuk meningkatkan transparansi pemerintah dan mensponsori interaksi langsung dengan warga.

  • Merdeka.com tidak bertanggung jawab atas hak cipta dan isi artikel ini, dan tidak memiliki afiliasi dengan penulis
  • Untuk menghubungi penulis, kunjungi situs berikut : ronin-alkaf

KOMENTAR ANDA

Merdeka.com sangat menghargai pendapat Anda. Bijaksana dan etislah dalam menyampaikan opini. Pendapat sepenuhnya tanggung jawab Anda sesuai UU ITE.

Artikel Lainnya