1. MERDEKA.COM
  2. >
  3. PLANET MERDEKA
  4. >
  5. SEHAT

Ketika Pandemi, Banyak Remaja Rentan Alami Depresi

Penulis : Yuli Astutik

7 Juli 2021 21:40

Alissa pun melanjutkan bahwa orangtua tak dapat mengendalikan remaja untuk tetap diam di rumah di masa pandemi, karena tak mempunyai pondasi hubungan yang baik dengan remaja.

Alhasil kata Alissa, diibaratkan pandemi adalah gempa bumi maka jika pondasi rumah yang dibangun orang tua kuat, maka rumah akan bergoyang tapi tidak sampai hancur.

Namun bila pondasi tak kuat maka hancurlah rumah tersebut dihantam gempa pandemi Covid-19. Contoh kehancuran seperti ekonomi keluarga terganggu, hubungan tidak harmonis, hingga kesehatan terganggu.

2 dari 4 halaman

Ia mengungkapkan bahwa pada fase ini, remaja usia 10-18 tahun amat butuh sosialisasi dengan teman sebaya.

"Ini tantangan sekarang banyak problem remaja mengalami depresi, dan orangtua yang tidak bisa kendalikan anaknya.”

“Jadilah para remaja capek di rumah, lalu keluar jalan-jalan dan nongkrong-nongkrong," kata Alissa dalam acara peluncuran Modul Pengasuhan dengan Cinta dan Modul Keterampilan dan Kecakapan Hidup Remaja di Masa Pandemi, Rabu (7/7/2021).

3 dari 4 halaman

Alissa pun melanjutkan bahwa orangtua tak dapat mengendalikan remaja untuk tetap diam di rumah di masa pandemi, karena tak mempunyai pondasi hubungan yang baik dengan remaja.

Alhasil kata Alissa, diibaratkan pandemi adalah gempa bumi maka jika pondasi rumah yang dibangun orang tua kuat, maka rumah akan bergoyang tapi tidak sampai hancur.

Namun bila pondasi tak kuat maka hancurlah rumah tersebut dihantam gempa pandemi Covid-19. Contoh kehancuran seperti ekonomi keluarga terganggu, hubungan tidak harmonis, hingga kesehatan terganggu.
4 dari 4 halaman

"Remaja dalam kondisi biasa aja usah stres, remaja itu proses peralihan dari ketergantungan pada orang tua bergeser jadi manusia mandiri karena selesai kematangan perkembangan psikologis biasanya di usia 18 tahun, sudah dewasa muda ambil keputusan sendiri," ungkap Alissa Wahid.

Terakhir Alissa membeberkan bila setiap anggota keluarga secara bersamaan ada di rumah maka potensi gesekan akan terjadi sebab tak semua rumah punya space atau kapasitas yang mumpuni.

"Lahan terbatas di dalam rumah, senggolan pasti terjadi, sedangkan semua punya kepentingan. Gesekan berubah jadi pertengkaran dan sikap saling menuntut antara anggota keluarga memicu pertengkaran bahkan kekerasan," tandas Alissa.
  • Merdeka.com tidak bertanggung jawab atas hak cipta dan isi artikel ini, dan tidak memiliki afiliasi dengan penulis
  • Untuk menghubungi penulis, kunjungi situs berikut : yuli-astutik

KOMENTAR ANDA

Merdeka.com sangat menghargai pendapat Anda. Bijaksana dan etislah dalam menyampaikan opini. Pendapat sepenuhnya tanggung jawab Anda sesuai UU ITE.

Artikel Lainnya