2.477 WP Badan Ajukan Penundaan Pelaporan SPT, DJP Buka Suara
Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mencatat 2.477 Wajib Pajak Badan telah mengajukan penundaan pelaporan SPT Tahunan 2024 hingga batas waktu perpanjangan 30 Juni 2025.
Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan melaporkan bahwa hingga pukul 13.00 WIB pada 30 April 2025, sebanyak 2.477 Wajib Pajak (WP) Badan telah mengajukan penundaan pelaporan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan (SPT) Tahun 2024. Hal ini disampaikan Direktur Jenderal Pajak Suryo Utomo dalam konferensi pers APBN KiTa Edisi April 2025 di Jakarta. Penundaan ini dilakukan sesuai regulasi yang berlaku, memungkinkan WP Badan untuk menyampaikan SPT sementara dan melunasi kekurangan pembayaran yang terlaporkan di SPT sementara tersebut.
Permohonan perpanjangan waktu penyampaian SPT Tahunan ini merujuk pada Pasal 3 Ayat 4 Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP). Pasal tersebut mengizinkan WP Badan untuk memperpanjang jangka waktu penyampaian SPT Tahunan paling lama dua bulan sejak batas waktu penyampaian SPT Tahunan, yaitu hingga 30 Juni 2025. Meskipun batas waktu pelaporan SPT Tahunan Badan tahun pajak 2024 adalah 30 April 2025, DJP tetap menerima pengajuan hingga batas waktu perpanjangan tersebut.
Meskipun terdapat penundaan dari beberapa WP Badan, DJP mencatat capaian yang signifikan dalam pelaporan SPT Tahunan. Hingga 11 April 2025 pukul 23.59 WIB, tercatat 13 juta wajib pajak telah melaporkan SPT Tahunan, meningkat 3,26 persen secara tahunan. Jumlah ini terdiri dari 12,63 juta SPT Tahunan orang pribadi dan 380.530 SPT Tahunan badan. Berbagai metode pelaporan digunakan, termasuk e-filing, e-form, e-SPT, dan pelaporan manual ke kantor pelayanan pajak.
Perincian Pelaporan SPT Tahunan
Dari total 13 juta pelaporan SPT Tahunan hingga 11 April 2025, metode e-filing mendominasi dengan 10,98 juta pelaporan. Metode e-form tercatat menerima 1,49 juta pelaporan, sementara e-SPT menerima 630 pelaporan. Sisanya, sebanyak 537.920 SPT dilaporkan secara manual ke kantor pelayanan pajak. Data ini menunjukkan tren peningkatan digitalisasi dalam pelaporan pajak, meskipun masih ada WP yang memilih metode konvensional.
Direktur Jenderal Pajak Suryo Utomo menambahkan, "Bukan berarti mereka enggak menyampaikan, tapi yang disampaikan adalah SPT sementara. Itu secara regulasi diperbolehkan plus membayar kekurangan pembayaran yang terlaporkan di SPT sementara tersebut." Pernyataan ini mengklarifikasi bahwa penundaan pelaporan tidak berarti pengabaian kewajiban perpajakan, melainkan memanfaatkan fasilitas perpanjangan waktu yang diberikan oleh UU KUP.
DJP terus berupaya untuk memberikan kemudahan dan aksesibilitas bagi WP dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Berbagai metode pelaporan dan fasilitas perpanjangan waktu disediakan untuk mengakomodasi kebutuhan WP. Dengan demikian, diharapkan kepatuhan perpajakan semakin meningkat dan berkontribusi pada penerimaan negara.
Meskipun terdapat 2.477 WP Badan yang mengajukan penundaan, angka pelaporan SPT Tahunan secara keseluruhan menunjukkan tren positif. Hal ini menandakan kesadaran dan kepatuhan WP dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. DJP akan terus memantau dan memberikan dukungan kepada WP dalam proses pelaporan SPT Tahunan.
Kesimpulan
Pengajuan penundaan pelaporan SPT Tahunan oleh WP Badan tidak mengurangi komitmen DJP dalam meningkatkan kepatuhan perpajakan. Dengan adanya fasilitas penundaan dan beragam metode pelaporan, diharapkan WP dapat lebih mudah dan tertib dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Angka pelaporan SPT Tahunan yang tinggi menunjukkan tren positif dalam kepatuhan perpajakan di Indonesia.