Bawaslu Manokwari Usul Jeda Lebih Panjang untuk Pemilu Serentak
Bawaslu Manokwari menilai jeda waktu yang singkat antara Pemilu 2024 dan Pilkada berdampak pada penyelenggaraan pemilu yang kurang efektif, sehingga mengusulkan perlu adanya jeda waktu yang lebih panjang.
Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Manokwari, Papua Barat, menyoroti pelaksanaan Pemilu serentak tahun 2024 yang dinilai membutuhkan jeda waktu lebih panjang. Hal ini disampaikan Ketua Bawaslu Manokwari, Samsudin Renuat, dalam evaluasi Pilkada 2024 bersama media massa di Manokwari pada Selasa, 29 April 2024. Samsudin menjelaskan bahwa berdasarkan evaluasi internal, tahapan Pemilu dan Pilkada yang beririsan menyebabkan penyelenggara pemilu kewalahan.
Samsudin menekankan bahwa jeda waktu yang sangat singkat antara Pemilu dan Pilkada hanya hitungan bulan, sehingga mengakibatkan irisan tahapan. Kondisi ini membuat tahapan Pemilu belum selesai, namun tahapan Pilkada sudah dimulai. Situasi ini dinilai sangat merepotkan penyelenggara, baik Komisi Pemilihan Umum (KPU) maupun Bawaslu di daerah.
"Berdasarkan evaluasi Bawaslu daerah, kita membutuhkan jeda waktu lebih panjang untuk persiapan. Bahkan Bawaslu RI sudah sampaikan hal tersebut kepada DPR RI dan Mendagri," ujar Samsudin. Ia menambahkan bahwa perbedaan dasar hukum penyelenggaraan Pemilu (UU Nomor 7 Tahun 2017) dan Pilkada (UU Nomor 10 Tahun 2016) semakin memperumit situasi.
Hambatan Penyelenggaraan Pemilu Serentak
Samsudin memaparkan beberapa kendala yang dihadapi akibat jeda waktu yang singkat. Pertama, pengelolaan anggaran dan sumber daya manusia (SDM) menjadi sangat terbatas. Kedua, regulasi yang berubah cepat, seperti putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 60 Tahun 2024 tentang ambang batas pencalonan kepala daerah, turut menambah kompleksitas penyelenggaraan pemilu.
Putusan MK tersebut mengubah ambang batas pencalonan kepala daerah dari perolehan kursi menjadi perolehan suara. Perubahan ini membutuhkan penyesuaian cepat dari penyelenggara pemilu di lapangan. Ketiga, kesiapan penyelenggara pemilu di daerah menjadi kurang optimal karena waktu persiapan yang mepet.
Bawaslu Manokwari mengusulkan jeda waktu ideal antara Pemilu dan Pilkada adalah dua tahun. Dengan jeda waktu yang lebih panjang, penyelenggara dapat merencanakan program kegiatan dengan lebih matang, baik untuk Pemilu maupun Pilkada. Hal ini juga akan berdampak positif pada stabilitas periodisasi.
Efektivitas Anggaran dan Partisipasi Calon
Samsudin menjelaskan bahwa jeda waktu yang lebih panjang akan berdampak positif pada efektifitas anggaran. Penyelenggara dapat merencanakan keuangan dan SDM dengan lebih matang. Selain itu, diharapkan akan lebih banyak pasangan calon pilkada yang mendaftar.
Dengan waktu persiapan yang cukup, KPU dan Bawaslu dapat melakukan sosialisasi dan pendidikan pemilih secara lebih efektif. Hal ini akan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam proses demokrasi. Saat ini, dengan jeda waktu yang singkat, penyelenggara pemilu seringkali merasa kewalahan setelah Pemilu dan Pilkada selesai.
"Dengan jangka waktu hanya satu tahun untuk masing-masing tahapan, akhirnya setelah pemilu dan pilkada selesai, penyelenggara KPU dan Bawaslu masih tersisa tiga tahun punya masa jabatan, tapi tidak ada tahapan," jelas Samsudin. Ia berharap usulan ini dapat dipertimbangkan oleh pihak terkait untuk meningkatkan kualitas penyelenggaraan Pemilu di masa mendatang.
Kesimpulannya, Bawaslu Manokwari mendorong adanya jeda waktu yang lebih panjang antara Pemilu dan Pilkada untuk meningkatkan efektivitas penyelenggaraan pemilu, pengelolaan anggaran, dan partisipasi calon. Hal ini dinilai penting untuk menciptakan proses demokrasi yang lebih baik dan terencana.