Kejari Lombok Tengah Terapkan Keadilan Restoratif pada Kasus Pencurian Ayam
Kejari Lombok Tengah selesaikan kasus pencurian ayam dengan menerapkan keadilan restoratif (RJ), tersangka PI membayar denda Rp490.000 sebagai bentuk perdamaian.
Kejaksaan Negeri (Kejari) Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat (NTB) menorehkan sejarah baru dalam penegakan hukum. Mereka menyelesaikan kasus pencurian ayam dengan menerapkan keadilan restoratif (RJ), sebuah pendekatan yang mengedepankan perdamaian dan pemulihan daripada hukuman penjara. Kasus ini melibatkan tersangka PI yang dituduh mencuri tujuh ekor ayam dan sebuah tabung gas elpiji 3 kilogram milik korban HG.
Peristiwa pencurian terjadi pada 13 Februari 2025 sekitar pukul 02.00 WITA di Dusun Buncalang. PI, yang hanya bekerja sebagai petani serabutan, diajak oleh AJ (masih buron) untuk melakukan pencurian karena terhimpit kebutuhan ekonomi. Motivasi ekonomi menjadi latar belakang utama tindakan yang dilakukan PI. Proses penyelesaian kasus ini pun melibatkan berbagai pihak, mulai dari Kejari Lombok Tengah hingga perangkat Desa Sukarara.
Kepala Seksi Intelijen (Kasi Intel) Kejari Lombok Tengah, I Made Juri Imanu, menjelaskan bahwa penerapan RJ dalam kasus ini didasari oleh beberapa pertimbangan. Salah satu faktor penting adalah kesediaan tersangka untuk mengakui kesalahannya, menyesali perbuatannya, dan meminta maaf kepada korban. Lebih lanjut, korban juga telah memaafkan tersangka, menunjukkan semangat rekonsiliasi yang kuat dalam penyelesaian konflik ini.
Proses Perdamaian dan Kesepakatan Denda
Proses perdamaian yang difasilitasi oleh jaksa melibatkan musyawarah desa. Hasil musyawarah menghasilkan kesepakatan bahwa tersangka PI wajib membayar denda sebesar Rp490.000 kepada perangkat Desa Sukarara. Uang denda ini nantinya akan digunakan untuk kemaslahatan masyarakat Desa Sukarara. Hal ini menunjukkan komitmen untuk mengembalikan kerugian yang ditimbulkan dan berkontribusi positif bagi masyarakat.
Selain itu, proses perdamaian ini juga mempertimbangkan beberapa faktor lain. Tersangka PI merupakan pelaku pertama kali dan belum pernah dihukum sebelumnya. Ancaman pidana yang dihadapi juga relatif ringan, yaitu denda atau penjara tidak lebih dari lima tahun. Tersangka juga berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya. Semua ini menjadi pertimbangan penting dalam penerapan RJ.
Proses perdamaian dilakukan secara sukarela, tanpa adanya tekanan, paksaan, atau intimidasi. Hal ini memastikan bahwa kesepakatan yang tercapai benar-benar mencerminkan keinginan bersama dari semua pihak yang terlibat. Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Barat juga telah menyetujui permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini.
Pertimbangan Penerapan Keadilan Restoratif
Penerapan keadilan restoratif dalam kasus ini didasarkan pada beberapa pertimbangan penting. Pertama, adanya perdamaian antara tersangka dan korban. Kedua, tersangka mengakui kesalahannya dan menyesal atas perbuatannya. Ketiga, tersangka belum pernah dihukum sebelumnya. Keempat, ancaman pidana yang dihadapi relatif ringan. Kelima, tersangka berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya. Keenam, proses perdamaian dilakukan secara sukarela dan tanpa tekanan. Terakhir, masyarakat merespon positif terhadap penyelesaian kasus ini melalui jalur RJ.
Dengan adanya kesepakatan ini, maka proses hukum terhadap PI dihentikan. Penerapan keadilan restoratif dalam kasus ini diharapkan dapat menjadi contoh bagi penanganan kasus-kasus serupa di masa mendatang. Hal ini sejalan dengan upaya untuk membangun sistem peradilan yang lebih humanis dan restorative.
Kesimpulannya, kasus pencurian ayam di Lombok Tengah ini menunjukkan keberhasilan penerapan keadilan restoratif dalam sistem peradilan Indonesia. RJ terbukti efektif dalam menyelesaikan konflik, memulihkan hubungan antara korban dan pelaku, serta memberikan solusi yang lebih adil dan berkelanjutan bagi semua pihak.