Kemenkes Desak Daerah Aktif Terapkan Kawasan Tanpa Rokok
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mendesak pemerintah daerah untuk aktif menerapkan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) guna mengurangi paparan asap rokok bagi non-perokok, seiring dengan diterbitkannya PP Nomor 28 Tahun 2024.
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Republik Indonesia menyerukan kepada seluruh pemerintah daerah di Indonesia untuk meningkatkan upaya penerapan Kawasan Tanpa Rokok (KTR). Seruan ini dilatarbelakangi oleh keprihatinan atas paparan asap rokok terhadap masyarakat non-perokok. Langkah ini juga sejalan dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Kesehatan yang baru saja diterbitkan.
Ketua Tim Kerja Pengendalian Penyakit Akibat Tembakau Kemenkes, Benget Saragih, menekankan pentingnya peran aktif pemerintah daerah dalam implementasi KTR. "Kebijakan KTR ini tidak boleh berhenti di level pemerintah pusat saja. Daerah juga harus bergerak aktif karena ranah implementasinya ada di sana,” ujar Benget dalam keterangan resmi di Jakarta, Minggu (27/4).
Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024 menjadi landasan hukum yang kuat bagi upaya pengendalian konsumsi rokok, terutama di kalangan anak-anak dan remaja. Penerapan KTR di daerah diharapkan dapat menjadi salah satu strategi efektif dalam mengurangi dampak buruk paparan asap rokok.
Peran Daerah dan Harmonisasi Regulasi
Direktur Produk Hukum Daerah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Imelda, mengingatkan bahwa otonomi daerah tidak hanya soal kewenangan, tetapi juga tanggung jawab. Ia menyoroti pentingnya penyusunan peraturan daerah (perda) yang partisipatif dan harmonis dengan regulasi nasional. "Kebijakan yang baik harus menjawab persoalan daerah, tidak hanya copy-paste dari atas,” tegas Imelda.
Kemendagri juga menekankan pentingnya penguatan peran pemerintah daerah agar produk hukum daerah tidak tumpang tindih dan efektif. Hal ini sejalan dengan target peningkatan Indeks Kepatuhan Daerah dalam penyusunan dan implementasi Perda tentang KTR.
Pentingnya partisipasi masyarakat dalam penyusunan Perda KTR juga ditekankan. Perda yang disusun secara partisipatif diharapkan dapat lebih efektif dan mengakomodasi kebutuhan masyarakat setempat.
Upaya penyederhanaan regulasi dan peningkatan kualitas Perda KTR menjadi fokus utama Kemendagri. Hal ini bertujuan untuk menciptakan regulasi yang lebih efektif dan mudah diimplementasikan di daerah.
Pemantauan Kualitas Udara di Yogyakarta
Hasil survei pemantauan kualitas udara di sembilan titik KTR di Kota Yogyakarta oleh Indonesian Youth Council for Tactical Changes (IYCTC) menunjukkan hasil yang memprihatinkan. Beberapa lokasi, seperti restoran di pusat kota, menunjukkan tingkat PM2.5 yang mencapai kategori beracun.
Survei tersebut juga menemukan pelanggaran berupa aktivitas merokok di area KTR, keberadaan asbak, dan penjualan rokok di lokasi yang seharusnya bebas rokok. "Artinya, ketika ada tempat khusus merokok di dalam ruangan, polusi asapnya tetap menyebar ke ruangan lain,” ungkap Ni Made Shellasih dari IYCTC.
Temuan ini menunjukkan perlunya peningkatan pengawasan dan penegakan aturan KTR di daerah. Sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat juga sangat penting untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya KTR.
Data lapangan dari survei IYCTC ini menjadi bukti nyata perlunya komitmen yang lebih kuat dari pemerintah daerah dalam menerapkan dan mengawasi KTR. Partisipasi aktif masyarakat juga sangat penting untuk menciptakan lingkungan yang sehat dan bebas dari asap rokok.
Kesimpulannya, penerapan KTR membutuhkan komitmen dan kerja sama yang kuat antara pemerintah pusat dan daerah, serta partisipasi aktif masyarakat. Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024 diharapkan dapat menjadi pendorong bagi upaya pengendalian dampak buruk rokok di Indonesia.