Miris! Siswa MI Lebak Belajar di Gubuk Darurat, Bertaruh Cuaca Demi Ilmu
Ratusan Siswa MI Lebak Belajar di Gubuk karena bangunan sekolah rusak parah. Bagaimana nasib pendidikan mereka di tengah keterbatasan ini?
Ratusan siswa Madrasah Ibtidaiyah (MI) Mathla'ul Anwar Hayatul Jadidah di Kecamatan Cileles, Kabupaten Lebak, Banten, terpaksa menjalani kegiatan belajar mengajar (KBM) di sebuah gubuk darurat. Kondisi memprihatinkan ini terjadi akibat bangunan sekolah utama yang rusak parah dan tidak memadai untuk menampung seluruh peserta didik.
Kepala MI Mathla'ul Anwar Hayatul Jadidah, Otong Safei, mengungkapkan bahwa keputusan untuk menggunakan gubuk diambil demi keberlangsungan pendidikan. Bangunan utama sekolah sudah sangat mengkhawatirkan dengan atap bocor dan dinding yang lapuk, sehingga tidak aman bagi keselamatan siswa.
Meskipun menghadapi berbagai keterbatasan, semangat belajar para siswa tidak padam. Mereka tetap berupaya menimba ilmu di tengah kondisi yang jauh dari ideal, menunjukkan dedikasi luar biasa terhadap pendidikan di pelosok Lebak.
Kondisi Memprihatinkan Madrasah di Pelosok Lebak
MI Mathla'ul Anwar Hayatul Jadidah menghadapi tantangan serius terkait infrastruktur pendidikan. Dengan enam kelompok belajar (rombel), sekolah ini hanya memiliki lima ruang kelas yang tersedia, memaksa satu rombel untuk belajar di luar gedung utama.
Gubuk yang digunakan sebagai ruang kelas darurat dibangun dari bahan seadanya, jauh dari standar kelayakan. Otong Safei menjelaskan risiko yang dihadapi siswa: "Di gubuk itu untuk kelas 6. Risikonya kalau musim hujan, anak-anak kecipratan air. Kalau musim panas, mereka kepanasan."
Kondisi bangunan utama tidak kalah mengkhawatirkan. Atap yang bocor dan dinding yang lapuk menjadi pemandangan sehari-hari, menimbulkan kekhawatiran akan potensi roboh. "Kami selalu cemas akan keselamatan murid-murid, terutama saat cuaca buruk, seperti hujan lebat disertai angin kencang," tambah Otong.
Situasi ini menyoroti kebutuhan mendesak akan perbaikan fasilitas pendidikan di wilayah pelosok, agar siswa dapat belajar dalam lingkungan yang aman dan kondusif.
Perjuangan Kepala Sekolah dan Kendala Bantuan
Otong Safei telah berulang kali berupaya mencari bantuan untuk perbaikan sekolah. Setiap tahun, proposal permohonan bantuan diajukan kepada pemerintah setempat, namun hingga kini belum membuahkan hasil yang diharapkan.
"Jawaban dari pemerintah selalu belum berhasil, katanya," ujar Otong, menunjukkan frustrasi atas lambatnya respons. Kondisi ini membuat proses belajar mengajar tetap berlangsung dalam keterbatasan yang ekstrem.
Selain itu, sekolah tidak dapat memungut iuran dari para orang tua murid. Otong menjelaskan bahwa sebagian besar warga di kampung sekitar bekerja sebagai petani dengan penghasilan tidak menentu. "Saya tidak tega meminta iuran bangunan, karena kondisi ekonomi masyarakat di sini menengah ke bawah," katanya.
MI Mathla'ul Anwar Hayatul Jadidah merupakan satu-satunya tumpuan pendidikan bagi 149 anak dari beberapa kampung di sekitarnya. Jika ingin melanjutkan ke sekolah negeri (SD), anak-anak harus menempuh perjalanan lebih dari tiga kilometer melewati jalanan kampung yang rusak, menambah beban bagi mereka yang ingin meraih pendidikan.