MPR Bahas Transisi Energi dan Nuklir dengan Tony Blair, Solusi Krisis Energi 2038?
Wakil Ketua MPR RI Eddy Soeparno bertemu Tony Blair, membahas transisi energi, teknologi AI, dan potensi nuklir modular untuk mengatasi krisis energi Indonesia di 2038.
Wakil Ketua MPR RI, Eddy Soeparno, baru-baru ini melakukan pertemuan penting dengan mantan Perdana Menteri Inggris, Tony Blair, di Jakarta. Pertemuan Selasa tersebut membahas berbagai isu strategis, terutama seputar transisi energi Indonesia, peran teknologi terkini, dampak perubahan iklim, dan kemungkinan pengembangan pembangkit listrik tenaga nuklir.
Dalam pertemuan tersebut, Eddy Soeparno mengungkapkan bahwa diskusi difokuskan pada praktik-praktik terbaik transisi energi global dan pengembangan kecerdasan buatan (AI). "Praktik-praktik terbaik transisi energi yang ada selama ini, termasuk juga pembahasan mengenai AI (akal imitasi). Itu yang banyak mewarnai pembahasan kita pada sore hari ini," ujar Eddy usai pertemuan.
Pertemuan ini dinilai krusial mengingat proyeksi kebutuhan energi Indonesia di masa depan. Diskusi ini juga dihadiri oleh Utusan Khusus Presiden Bidang Iklim dan Energi, Hashim Djojohadikusumo, yang menunjukkan komitmen pemerintah terhadap isu energi berkelanjutan.
Transisi Energi dan Nuklir Modular
Tony Blair, dalam pertemuan tersebut, memaparkan pengalaman Inggris dalam mengembangkan energi terbarukan, termasuk pembangunan pembangkit nuklir modular dengan kapasitas relatif kecil, antara 300-500 megawatt. Menurut Eddy Soeparno, teknologi ini dinilai cocok untuk kondisi geografis Indonesia sebagai negara kepulauan.
Lebih lanjut, Tony Blair juga memperkenalkan sebuah perusahaan asal Inggris yang bergerak di bidang teknologi nuklir modular. Indonesia akan mempelajari lebih lanjut teknologi ini untuk menentukan kelayakannya. "Kita akan menunggu presentasi yang disampaikan oleh perusahaan yang dimaksud untuk bisa mengetahui lebih banyak lagi, lebih dalam lagi, bagaimana teknologi nuklir bisa diadopsi di Indonesia ke depannya," jelas Eddy.
Proyeksi kebutuhan energi di masa mendatang menjadi pertimbangan penting. Eddy menyebutkan bahwa pada tahun 2038, sumber energi terbarukan di Pulau Jawa diperkirakan akan habis. Oleh karena itu, pengembangan pembangkit nuklir menjadi alternatif yang dipertimbangkan.
Kalimantan Barat dan Bangka Belitung disebut sebagai lokasi potensial untuk pembangunan pembangkit nuklir. Namun, keputusan final masih menunggu penyelesaian Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2025-2034, yang menargetkan pengembangan 1 gigawatt energi nuklir.
Perang Dagang dan Kebijakan Tarif
Selain isu energi, pertemuan tersebut juga menyinggung situasi perang dagang global, khususnya dampak kebijakan tarif resiprokal yang diterapkan Presiden Amerika Serikat Donald Trump. Namun, pembahasan mengenai hal ini tidak terlalu mendalam karena Indonesia masih dalam proses negosiasi dengan Amerika Serikat.
Eddy Soeparno menyatakan, "Karena ini masih proses yang sedang berjalan dan kita memiliki waktu 60 hari untuk melakukan negosiasi itu, jadi memang tidak banyak yang dibahas karena proses sedang berjalan. Tetapi, itu tadi sempat disinggung dan juga menjadi salah satu perhatian dari Pak Tony Blair."
Pertemuan dengan Tony Blair memberikan wawasan berharga bagi Indonesia dalam menghadapi tantangan transisi energi dan memastikan ketahanan energi di masa depan. Kerja sama internasional dan inovasi teknologi menjadi kunci dalam mengatasi isu-isu kompleks ini.