Tarif Impor & Fentanil: China Sebut AS Halangi Dialog Dagang
Perseteruan soal fentanil menghambat dialog perdagangan China-AS meskipun kedua negara baru saja menyepakati pengurangan tarif impor secara signifikan.
Beijing, 13 Mei 2025 - Ketegangan perdagangan antara China dan Amerika Serikat kembali mencuat. Kementerian Luar Negeri China menyatakan bahwa penggunaan isu fentanil oleh AS sebagai alasan penerapan tarif impor terhadap barang-barang Tiongkok menghambat dialog dan kerja sama ekonomi kedua negara. Pernyataan ini muncul setelah kedua negara sepakat memangkas tarif impor, namun tetap menyisakan ganjalan.
Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China, Lin Jian, dalam konferensi pers di Beijing mengungkapkan kekecewaan atas langkah AS. "Meskipun China telah menunjukkan niat baik, AS secara keliru mengenakan tarif atas impor dari China dengan menggunakan alasan fentanil. Langkah tersebut telah memberikan pukulan berat bagi dialog dan kerja sama China-AS dalam pemberantasan narkotika dan sangat merugikan kepentingan China," tegas Lin Jian.
Pernyataan ini muncul sebagai respon atas kesepakatan pengurangan tarif yang dicapai pada Minggu, 11 Mei 2025 di Jenewa, Swiss. Kesepakatan tersebut, yang melibatkan Wakil Perdana Menteri China He Lifeng dan Menteri Keuangan AS Scott Bessent, memangkas tarif impor secara signifikan, namun tetap mempertahankan beberapa tarif tambahan atas alasan fentanil.
Perjanjian Tarif Impor: Langkah Maju, Namun Tetap Ada Ganjalan
Kesepakatan yang dicapai antara China dan AS memangkas tarif impor secara signifikan. AS mengurangi tarif "timbal balik" atas barang-barang China menjadi 10 persen, tetapi mempertahankan tarif tambahan 20 persen. Hal ini berarti AS menurunkan tarif dari 245 persen menjadi 30 persen, dengan penangguhan tarif impor yang lebih tinggi selama 90 hari, bukan penghapusan permanen.
Di sisi lain, China juga mengurangi tarif impor balasan menjadi 10 persen, ditangguhkan selama tiga bulan. Artinya, China menurunkan tarif atas produk AS dari 125 persen menjadi 10 persen. China juga setuju untuk menangguhkan atau menghapus semua tindakan nontarif terhadap AS, meskipun tarif untuk barang-barang seperti baja dan mobil tetap berlaku.
Lin Jian menekankan bahwa masalah fentanil merupakan tanggung jawab AS, bukan China. Ia menyerukan AS untuk berhenti menyalahkan China dan membangun dialog yang setara dan saling menguntungkan. "Jika AS benar-benar ingin bekerja sama dengan China, AS harus berhenti menjelek-jelekkan dan menyalahkan China, dan mengupayakan dialog dengan China berdasarkan kesetaraan, rasa hormat, dan saling menguntungkan," tambahnya.
Mekanisme Dialog Baru & Harapan Ke Depan
Kesepakatan pemangkasan tarif, yang mulai berlaku pada 14 Mei 2025, meskipun bersifat sementara, merupakan langkah signifikan dalam meredakan ketegangan dagang. Kedua negara menekankan pentingnya membangun hubungan dagang yang berkelanjutan, jangka panjang, dan saling menguntungkan.
Untuk menjaga momentum pembicaraan, kedua belah pihak akan membentuk mekanisme dialog baru yang dipimpin oleh Wakil PM China He Lifeng, Menteri Keuangan AS Scott Bessent, dan Perwakilan Dagang AS Jamieson Greer. Pertemuan lanjutan akan diselenggarakan secara bergiliran di China, Amerika Serikat, atau negara ketiga. Diskusi teknis tingkat bawah juga akan dilakukan sesuai kebutuhan.
Presiden AS, dalam keterangannya di platform Truth Social, mengklaim kesepakatan ini sebagai "reset total" dalam hubungan AS-China. Ia juga berharap China lebih terbuka terhadap bisnis Amerika. "KEMAJUAN BESAR TELAH DICAPAI!!!," tulisnya.
Meskipun terdapat optimisme, penggunaan isu fentanil oleh AS sebagai alat politik ekonomi tetap menjadi penghalang utama dalam membangun hubungan perdagangan yang lebih harmonis antara kedua negara adikuasa tersebut. Masa depan hubungan ekonomi China-AS masih sangat bergantung pada bagaimana kedua negara mampu mengatasi perbedaan pandangan dan membangun kepercayaan satu sama lain.