Terungkap! Eks Dirkeu Sritex Gunakan Kredit Bank DKI untuk Bayar Utang, Bukan Modal Kerja
Kejagung mengungkap mantan Direktur Keuangan Sritex, AMS, diduga menggunakan kredit Bank DKI untuk melunasi utang MTN, bukan modal kerja. Simak detail kasus korupsi ini!
Kejaksaan Agung (Kejagung) kembali menyoroti dugaan tindak pidana korupsi dalam pemberian fasilitas kredit perbankan kepada PT Sri Rejeki Isman (Sritex) dan entitas anak usahanya. Dalam perkembangan terbaru, mantan Direktur Keuangan PT Sritex, Allan Moran Severino (AMS), ditetapkan sebagai salah satu tersangka baru. Penyelidikan ini mengungkap adanya penyalahgunaan dana kredit yang tidak sesuai peruntukannya.
Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung, Nurcahyo Jungkung Madyo, menjelaskan bahwa AMS diduga menggunakan dana pencairan kredit dari Bank DKI untuk melunasi utang Medium Term Note (MTN). Pernyataan ini disampaikan dalam konferensi pers yang digelar di Gedung Jampidsus Kejagung, Jakarta, pada Selasa dini hari. Tindakan ini jelas menyimpang dari tujuan awal pemberian kredit yang seharusnya dialokasikan untuk modal kerja perusahaan.
Kasus ini melibatkan beberapa bank pembangunan daerah, termasuk PT Bank BJB, PT Bank DKI, dan Bank Pembangunan Daerah Jawa Tengah. Penetapan tersangka baru ini menunjukkan keseriusan Kejagung dalam memberantas praktik korupsi yang merugikan keuangan negara dan integritas perbankan. Para pihak yang terlibat kini harus mempertanggungjawabkan perbuatannya di mata hukum.
Modus Penyalahgunaan Dana Kredit Sritex
Penyelidikan Kejagung mengungkapkan bahwa Allan Moran Severino (AMS), yang menjabat sebagai Direktur Keuangan PT Sritex dari tahun 2006 hingga 2023, memiliki peran sentral dalam kasus ini. Sebagai penanggung jawab keuangan perusahaan, AMS juga mengurus permohonan kredit ke berbagai perbankan. Perannya dalam proses pengajuan dan pencairan dana menjadi fokus utama penyidikan.
Nurcahyo Jungkung Madyo menjelaskan bahwa AMS memproses permohonan pencairan kredit kepada Bank DKI Jakarta dengan menggunakan underlying berupa invoice fiktif. Dokumen palsu ini diduga menjadi alat untuk memuluskan pencairan dana yang kemudian tidak digunakan sesuai peruntukan. Dana yang seharusnya menjadi modal kerja justru dialihkan untuk melunasi utang MTN, sebuah tindakan yang merugikan bank pemberi kredit dan melanggar prinsip tata kelola keuangan yang baik.
Praktik penyalahgunaan ini menunjukkan adanya indikasi kecurangan yang terstruktur dalam pengelolaan dana perusahaan. Kejagung terus mendalami sejauh mana keterlibatan pihak lain dalam skema ini. Penelusuran jejak keuangan menjadi krusial untuk mengungkap seluruh jaringan yang terlibat dalam dugaan tindak pidana korupsi ini.
Daftar Tersangka Baru dalam Kasus Korupsi Sritex
Dalam pengembangan kasus dugaan korupsi pemberian kredit kepada PT Sritex, penyidik Jampidsus Kejagung telah menetapkan delapan tersangka baru. Penetapan ini mencakup berbagai individu kunci dari pihak Sritex maupun bank-bank yang terlibat. Para tersangka ini diduga memiliki peran masing-masing dalam memuluskan atau menyalahgunakan fasilitas kredit.
Berikut adalah daftar delapan tersangka baru yang ditetapkan oleh Kejagung:
- AMS (Allan Moran Severino): Direktur Keuangan PT Sritex periode 2006–2023.
- BFW (Babay Farid Wazadi): Direktur Kredit UMKM merangkap Direktur Keuangan Bank DKI Jakarta 2019–2022.
- PS (Pramono Sigit): Direktur Teknologi Operasional Bank DKI Jakarta 2015–2021.
- YR (Yuddy Renaldi): Direktur Utama Bank BJB 2019–Maret 2025.
- BR (Benny Riswandi): Senior Executive Vice President Bisnis Bank BJB 2019–2023.
- SP (Supriyatno): Direktur Utama Bank Jateng 2014–2023.
- PJ (Pujiono): Direktur Bisnis Korporasi dan Komersial Bank Jateng 2017–2020.
- SD (Suldiarta): Kepala Divisi Bisnis Korporasi dan Komersial Bank Jateng 2018–2020.
Para tersangka ini dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Ancaman hukuman yang serius menanti mereka yang terbukti bersalah dalam kasus korupsi ini.