Fakta Mengejutkan Impor Tepung Telur: Kementan Dorong Industri Pengolahan Telur Nasional Berdaya Saing Global
Kementerian Pertanian terus memperkuat industri pengolahan telur nasional demi daya saing global dan mengurangi ketergantungan impor, terutama tepung telur yang masih tinggi.
Kementerian Pertanian (Kementan) melalui Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Ditjen PKH) secara aktif mendorong penguatan industri pengolahan telur nasional. Langkah strategis ini bertujuan agar sektor tersebut memiliki daya saing tinggi, baik untuk memenuhi kebutuhan pasar domestik maupun untuk menembus pasar ekspor.
Upaya hilirisasi produk peternakan ini merupakan bagian integral dari strategi Kementan untuk memperkuat ketahanan pangan nasional. Selain itu, inisiatif ini juga diharapkan mampu meningkatkan nilai tambah produk lokal, sekaligus menjadi motor penggerak ekonomi peternakan rakyat.
Dorongan ini menjadi krusial mengingat Indonesia masih menghadapi tantangan impor tepung telur dengan tren yang terus meningkat. Pada tahun 2024, volume impor tepung telur bahkan mencapai 2.500 ton, menunjukkan urgensi untuk meningkatkan produksi dalam negeri.
Strategi Hilirisasi dan Penguatan Daya Saing
Direktur Hilirisasi Hasil Peternakan Ditjen PKH Kementan, Makmun, menegaskan bahwa hilirisasi produk peternakan terus digencarkan. Hal ini merupakan bagian dari upaya komprehensif untuk meningkatkan ketahanan pangan dan nilai tambah produk lokal, khususnya di sektor peternakan.
Salah satu wujud nyata dari strategi ini terlihat di Blitar, Jawa Timur, di mana UMKM pengolahan telur, PT Sinergi Pangan Mandiri (Sipaman), menerima dukungan Corporate Social Responsibility (CSR) dari PT Sucofindo. Dukungan ini memfasilitasi perolehan sertifikasi Hazard Analysis and Critical Control Point (HACCP) bagi Sipaman, sebuah standar mutu penting dalam industri pangan.
Kerja sama lintas sektor antara pemerintah dan BUMN, seperti yang terjalin dengan Sucofindo, menunjukkan sinergi kuat dalam mewujudkan industri hilir peternakan yang tangguh. Sertifikasi HACCP ini sangat penting untuk memperluas akses pasar dan membangun kepercayaan konsumen terhadap produk tepung telur lokal.
Mengurangi Ketergantungan Impor Tepung Telur
Makmun mengungkapkan bahwa model pengolahan tepung telur yang berhasil diterapkan di Blitar diharapkan dapat direplikasi di sentra telur lain. Provinsi seperti Lampung dan Jawa Tengah memiliki potensi besar untuk mengembangkan industri serupa, mengingat produksi telur yang melimpah di wilayah tersebut.
Peningkatan produksi dalam negeri melalui hilirisasi menjadi sangat penting untuk mengurangi ketergantungan Indonesia pada impor tepung telur. Dengan mendorong produksi lokal, diharapkan Indonesia dapat mencapai swasembada dalam beberapa tahun ke depan, yang akan berdampak positif pada stabilitas harga dan kesejahteraan peternak.
Direktur Lingkungan dan Industri PT Sucofindo, Budi Utomo, menyatakan komitmen perusahaannya dalam mendukung penguatan industri pengolahan hasil peternakan. Dukungan CSR yang diberikan meliputi pelatihan sumber daya manusia, penyusunan dokumen sistem mutu, penguatan sarana proses produksi, serta pendampingan hingga perolehan sertifikasi HACCP. PT Sucofindo juga menyatakan kesiapan untuk berkolaborasi lebih luas, termasuk dengan BUMN pangan seperti ID Food, demi mendukung ekspansi industri tepung telur nasional.