Fakta Mengejutkan: Pengeluaran di Bawah Rp18 Ribu per Hari Masuk Kategori Garis Kemiskinan NTB
BPS umumkan Garis Kemiskinan NTB Maret 2025 capai Rp556.846/kapita/bulan. Angka ini naik signifikan, mengungkap realitas pengeluaran minimum warga.
Badan Pusat Statistik (BPS) Nusa Tenggara Barat (NTB) telah merilis data terbaru mengenai garis kemiskinan di wilayah tersebut. Pada Maret 2025, nilai garis kemiskinan ditetapkan sebesar Rp556.846 per kapita per bulan. Angka ini setara dengan pengeluaran harian sekitar Rp18.561 per individu.
Pengumuman penting ini disampaikan oleh Kepala BPS NTB, Wahyudin, di Mataram pada hari Jumat. Data terbaru ini menunjukkan adanya peningkatan signifikan dibandingkan kondisi September 2024, yang saat itu berada di angka Rp540.339 per kapita per bulan. Kenaikan ini menjadi sorotan dalam upaya memahami dinamika ekonomi dan kesejahteraan masyarakat lokal.
Garis kemiskinan merupakan indikator penting yang digunakan untuk mengukur tingkat kemiskinan. Definisi garis kemiskinan adalah nilai pengeluaran minimum yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan dasar, baik makanan maupun non-makanan. Penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah batas ini secara otomatis dikategorikan sebagai penduduk miskin.
Komponen Utama Garis Kemiskinan: Dominasi Makanan
Wahyudin menjelaskan bahwa peranan komoditas makanan terhadap garis kemiskinan jauh lebih besar dibandingkan komoditas bukan makanan. Kontribusi komoditas makanan mencapai 75,86 persen, sementara komoditas bukan makanan hanya 24,14 persen. Proporsi ini menunjukkan bahwa pemenuhan kebutuhan pangan menjadi faktor utama dalam menentukan status kemiskinan.
Pada Maret 2025, beras menjadi komoditas makanan dengan sumbangan terbesar terhadap garis kemiskinan di NTB. Sumbangan beras mencapai 26,72 persen di perkotaan dan 31,99 persen di perdesaan. Hal ini menegaskan posisi beras sebagai kebutuhan pokok yang paling esensial bagi masyarakat.
Selain beras, rokok kretek filter juga memberikan sumbangan signifikan terhadap garis kemiskinan. Angkanya mencapai 8,00 persen di perkotaan dan 5,50 persen di perdesaan. Komoditas lain yang turut berkontribusi besar meliputi telur ayam ras (4,39% perkotaan, 3,20% perdesaan) dan daging ayam ras (3,73% perkotaan, 2,25% perdesaan).
Beberapa komoditas makanan lain yang juga memiliki peran penting adalah cabai rawit dengan 2,24 persen di perkotaan dan 2,98 persen di perdesaan, serta roti yang menyumbang 2,10 persen di perkotaan dan 2,41 persen di perdesaan. Data ini menggambarkan pola konsumsi dan prioritas pengeluaran masyarakat NTB.
Peran Komoditas Non-Makanan dan Rata-rata Rumah Tangga Miskin
Meskipun dominasi makanan, komoditas non-makanan juga memiliki peran krusial dalam pembentukan garis kemiskinan. Perumahan menjadi penyumbang terbesar dalam kategori ini, dengan kontribusi sebesar 9,11 persen di perkotaan dan 11,72 persen di perdesaan. Ini mencerminkan pentingnya tempat tinggal yang layak bagi masyarakat.
Komoditas non-makanan lainnya yang signifikan adalah bensin, yang menyumbang 2,21 persen di perkotaan dan 2,39 persen di perdesaan. Pendidikan juga memberikan kontribusi sebesar 2,10 persen di perkotaan dan 1,26 persen di perdesaan. Hal ini menunjukkan bahwa akses terhadap transportasi dan pendidikan merupakan bagian integral dari kebutuhan dasar.
Wahyudin menambahkan bahwa perlengkapan mandi, listrik, perawatan kulit/muka/kuku/rambut, pakaian jadi perempuan dewasa, serta sabun cuci juga termasuk dalam daftar komoditas non-makanan yang diperhitungkan. Daftar ini mencerminkan beragamnya kebutuhan sehari-hari yang harus dipenuhi oleh rumah tangga.
BPS juga mencatat bahwa rata-rata anggota rumah tangga miskin di NTB pada Maret 2025 adalah 4,13 orang. Dengan demikian, rata-rata garis kemiskinan per rumah tangga mencapai Rp2.377.732 per bulan. Angka ini mengalami kenaikan sebesar 6,55 persen dibandingkan kondisi September 2024, yang saat itu senilai Rp2.231.600 per bulan.