Fakta Merapi: Volume Kubah Lava Barat Daya Tembus 4 Juta Meter Kubik, Aktivitas Masih Tinggi
BPPTKG melaporkan volume kubah lava barat daya Gunung Merapi telah mencapai 4 juta meter kubik. Bagaimana detail aktivitas terkini dan status siaga Gunung Merapi?
Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) Yogyakarta melaporkan data terbaru terkait aktivitas Gunung Merapi. Berdasarkan analisis foto udara pada 17 Juli 2025, volume kubah lava Merapi di sisi barat daya telah mencapai angka signifikan. Volume tersebut tercatat sebesar 4.011.000 meter kubik.
Kepala BPPTKG, Agus Budi Santoso, dalam keterangannya pada Jumat (1/8), menjelaskan adanya sedikit perubahan morfologi pada kubah lava tersebut. Perubahan ini diakibatkan oleh dinamika volume kubah serta aktivitas guguran lava yang terus terjadi. Pemantauan intensif terus dilakukan untuk memastikan keselamatan masyarakat.
Sementara itu, volume kubah lava Merapi di bagian tengah gunung tercatat lebih rendah, yaitu 2.368.900 meter kubik, tanpa perubahan morfologi yang signifikan. Data ini menjadi perhatian utama dalam memantau potensi bahaya dari gunung api paling aktif di Indonesia tersebut.
Perkembangan Volume dan Morfologi Kubah Lava Merapi
Gunung Merapi diketahui memiliki dua kubah lava aktif yang terus dipantau oleh BPPTKG. Kubah di sisi barat daya mulai teramati sejak 4 Januari 2021, terbentuk di atas sisa lava erupsi tahun 1997. Sementara itu, kubah tengah pertama kali terpantau pada 4 Februari 2021 dan berlokasi di kawah puncak.
Agus Budi Santoso menjelaskan bahwa perubahan morfologi pada kubah barat daya menjadi indikator penting. Meskipun sedikit, perubahan ini mengindikasikan adanya pergerakan material vulkanik. Hal ini memerlukan kewaspadaan tinggi dari pihak terkait dan masyarakat.
Dalam periode 25 hingga 31 Juli 2025, BPPTKG mencatat total 75 kali guguran lava dari kedua kubah tersebut. Guguran ini mengarah ke beberapa sungai utama di sekitar Merapi. Sebanyak 50 kali guguran mengarah ke Kali Sat/Putih sejauh maksimum 2.000 meter.
Selain itu, 19 kali guguran tercatat menuju Kali Krasak sejauh maksimum 2.000 meter, dan enam kali guguran ke Kali Bebeng dengan jarak maksimum 1.900 meter. Data ini menunjukkan pola pergerakan material yang konsisten ke arah sektor barat daya.
Pemantauan Aktivitas Kegempaan dan Deformasi Gunung Merapi
Selain guguran lava, aktivitas kegempaan Gunung Merapi juga menjadi fokus pemantauan BPPTKG. Dalam periode yang sama, tercatat sejumlah jenis gempa yang mengindikasikan aktivitas vulkanik di dalam tubuh gunung. Ini termasuk gempa guguran, fase banyak, vulkanik dangkal, dan tektonik.
Secara rinci, terdeteksi:
- 579 kali gempa guguran (RF)
- 748 kali gempa fase banyak (MP)
- 9 kali gempa vulkanik dangkal (VTB)
- 24 kali gempa tektonik (TT)
Meskipun jumlahnya cukup banyak, BPPTKG menyatakan bahwa intensitas kegempaan ini relatif sama dibandingkan minggu sebelumnya, menunjukkan stabilitas dalam fluktuasi aktivitas.
Pemantauan deformasi tubuh Gunung Merapi, yang menggunakan Electronic Distance Measurement (EDM) dan Global Positioning System (GPS), juga tidak menunjukkan perubahan signifikan. Hal ini mengindikasikan bahwa tidak ada pembengkakan atau penyusutan tubuh gunung yang drastis. Data deformasi ini melengkapi gambaran aktivitas internal Merapi.
Agus Budi Santoso menyimpulkan bahwa berdasarkan hasil pengamatan visual dan instrumental, aktivitas vulkanik Gunung Merapi masih cukup tinggi. Aktivitas ini didominasi oleh erupsi efusif, yaitu pengeluaran lava secara perlahan tanpa ledakan besar.
Status Siaga dan Potensi Bahaya Gunung Merapi Terkini
Mengingat aktivitas yang masih tinggi, BPPTKG tetap mempertahankan status Gunung Merapi pada Level III atau Siaga. Status ini mengindikasikan bahwa masyarakat harus tetap waspada dan tidak melakukan aktivitas apapun di daerah potensi bahaya. Zona larangan ini ditetapkan berdasarkan proyeksi arah guguran dan awan panas.
Potensi guguran lava dan awan panas diperkirakan dapat berdampak pada sektor selatan-barat daya. Wilayah ini meliputi Sungai Boyong sejauh maksimal 5 kilometer, serta Sungai Bedog, Krasak, dan Bebeng sejauh maksimal 7 kilometer. Masyarakat di sekitar area ini diminta untuk selalu mengikuti arahan dari pihak berwenang.
Di sektor tenggara, potensi bahaya meliputi Sungai Woro sejauh maksimal 3 kilometer dan Sungai Gendol sejauh maksimal 5 kilometer. Selain itu, lontaran material vulkanik dari letusan eksplosif, meskipun belum terjadi, dapat menjangkau radius 3 kilometer dari puncak. Ini menjadi peringatan bagi seluruh pihak.
Agus Budi Santoso juga menekankan pentingnya kewaspadaan terhadap bahaya lahar dan awan panas guguran (APG). Terutama saat terjadi hujan deras di seputar Gunung Merapi, risiko aliran lahar dingin akan meningkat. Masyarakat diimbau untuk selalu memantau informasi terkini dari BPPTKG dan instansi terkait.