Jaksa Tuntut Penjara Seumur Hidup Empat Terdakwa Lab Narkoba Jimbaran: Terungkap Jaringan Produksi Skala Mengejutkan!
Empat terdakwa kasus **lab narkoba Jimbaran** dituntut penjara seumur hidup oleh jaksa. Terungkap, mereka terlibat produksi narkotika skala besar, bahkan ada yang menangis saat tuntutan dibacakan.
DENPASAR – Empat terdakwa kasus laboratorium narkoba rumahan di Jimbaran, Bali, menghadapi tuntutan pidana penjara seumur hidup. Tuntutan berat ini diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Badung di hadapan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Denpasar, Kamis (24/7).
Para terdakwa, yakni Denny Akbar Hidayat (24), Nurhadi Septiadi (40), Muhammad Rizki Fadilah (24), dan Rendy Raharja (24), terbukti terlibat aktif dalam peracikan serta produksi narkotika. Lokasi operasional mereka adalah sebuah vila di Jimbaran yang telah disulap menjadi fasilitas produksi narkoba.
JPU Fardhiyan Affandi menegaskan bahwa para terdakwa merupakan bagian dari jaringan produksi narkoba rumahan berskala besar. Jaringan ini memproses berbagai jenis narkotika, mulai dari ganja dan hasis hingga ribuan butir tablet psikotropika, dengan jumlah yang sangat mencengangkan.
Jaringan Terorganisir di Balik Dinding Vila
Dalam persidangan terungkap, kasus ini bermula pada awal November 2024. Saat itu, Denny, Nurhadi, dan Rizki mendapat tawaran pekerjaan dari seseorang berinisial Faisal alias Ical (DPO). Mereka dijanjikan pekerjaan di sebuah kafe di Jakarta, namun sebelumnya harus menjalani 'pelatihan' di Bali selama seminggu dengan imbalan menggiurkan.
Ketiga terdakwa tiba di Bali pada 6 November 2024. Mereka berada di bawah arahan pria bernama Dom (DPO) yang memerintahkan mereka berpindah-pindah penginapan. Akhirnya, mereka menetap di Villa Wigo 1, Jalan Raya Uluwatu, Jimbaran, sejak 10 November 2024.
Di vila tersebut, mereka mulai menerima paket-paket besar berisi bahan baku narkotika Golongan I. Bahan-bahan ini kemudian diolah menjadi bentuk siap edar sesuai instruksi Dom dan Koh Awe (buron) melalui panggilan video di WhatsApp grup 'Balihai'. Terdakwa Rendy Raharja kemudian bergabung pada 17 November 2024, membantu proses pengemasan.
Modus Operandi dan Skala Produksi Narkotika
Para terdakwa mencampur dan memproses ganja menjadi blok padat menggunakan mesin press. Produk ini kemudian dibungkus dalam plastik dan aluminium foil. Pada pertengahan November, kiriman lain berupa minyak ganja dan cartridge pod tiba, yang kemudian disuntikkan cairan ganja ke dalamnya.
Mereka juga memproduksi tablet dari serbuk warna merah muda yang diduga mengandung psikotropika. Dalam waktu kurang dari dua minggu, vila tersebut telah berubah menjadi pabrik narkotika dengan sistem kerja sangat terorganisir. Jaksa Penuntut Umum menyebutkan bahwa para terdakwa menerima imbalan harian atas keterlibatan mereka.
Denny, misalnya, menerima transfer bertahap antara Rp 999 ribu hingga Rp 2,5 juta melalui dompet digital Gopay dari akun terdakwa lain. Hal ini menunjukkan adanya kompensasi finansial yang signifikan atas peran mereka dalam produksi narkotika di vila tersebut. Skala produksi yang ditemukan sangat besar, menunjukkan jaringan ini memiliki kapasitas operasional yang luas.
Penangkapan dan Barang Bukti Mengejutkan
Aktivitas ilegal ini terbongkar berawal dari kecurigaan petugas Bea Cukai dan penyidik Bareskrim Polri. Mereka mencurigai sejumlah pengiriman dari Tiongkok yang berisi alat cetak tablet dan serbuk kimia. Paket-paket tersebut awalnya dialamatkan ke Pemogan, Denpasar Selatan, namun dialihkan ke Villa Wigo karena alamat tidak ditemukan.
Petugas melakukan teknik 'control delivery', dan pada 11 November 2024, paket berhasil dipastikan diterima oleh Nurhadi Septiadi. Setelah pengintaian intensif, penggerebekan dilakukan pada 18 November 2024 pukul 16.00 Wita. Hasilnya sungguh mengejutkan dan mengkhawatirkan.
Di dalam vila, ditemukan barang bukti masif: 200 paket hasis padat seberat total 2,5 kg, 625 cartridge pod berisi ganja cair, tambahan 8,5 liter cairan ganja, 4,8 kg ganja kering, serta 64 kg hasis padat lain dalam kontainer. Selain itu, petugas gabungan juga menemukan 12.010 butir tablet psikotropika, 35 kg serbuk warna merah dan kuning yang diduga mengandung Bromazolam dan Medazepam, serta berbagai alat produksi seperti mesin press dan mesin penyeduh liquid vape.