Mengapa Umat Hindu Gelar Upacara Pakelem Selat Bali? Ini Makna Spiritualnya Pascakapal Tenggelam
Umat Hindu di Jembrana menggelar Upacara Pakelem Selat Bali pascatenggelamnya KMP Tunu Pratama Jaya. Cari tahu makna mendalam dan tujuannya di sini.
Umat Hindu di Kabupaten Jembrana, Bali, baru-baru ini melaksanakan upacara pakelem di Selat Bali. Ritual sakral ini bertujuan untuk menyucikan perairan dan memohon keselamatan setelah insiden tenggelamnya KMP Tunu Pratama Jaya yang menimbulkan korban jiwa. Upacara ini menjadi bentuk respons spiritual terhadap musibah yang terjadi.
Kegiatan yang dipusatkan di dermaga Landing Craft Machine (LCM) Pelabuhan Gilimanuk ini berlangsung pada Jumat, 25 Juli. Prosesi tersebut melibatkan tiga rohaniawan terkemuka yang memimpin jalannya upacara. Seluruh rangkaian acara dilakukan dengan khidmat dan penuh pengharapan.
Upacara pakelem ini merupakan hasil kolaborasi antara masyarakat setempat, PT. ASDP Indonesia Ferry, serta Gabungan Pengusaha Nasional Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan (Gapasdap) Ketapang-Gilimanuk. Melalui gotong royong, mereka berharap Selat Bali senantiasa aman bagi pelayaran dan menjadi berkah bagi kehidupan.
Makna Spiritual dan Gotong Royong dalam Upacara Pakelem Selat Bali
Ida Bagus Tony Wirahadikusuma, Lurah Gilimanuk sekaligus Ketua Panitia, menjelaskan bahwa upacara pakelem ini adalah bentuk kegiatan bersama. Puncak upacara berupa larung sesaji ke laut, yang melambangkan persembahan dan permohonan kepada alam. Bagi masyarakat Bali, Selat Bali bukan sekadar jalur transportasi, melainkan juga sumber kehidupan dan ruang spiritual yang sakral.
Biaya pelaksanaan upacara pakelem yang besar ini merupakan hasil gotong royong dari berbagai pihak. PT. ASDP Indonesia Ferry, Gapasdap, dan masyarakat secara aktif berkontribusi dalam pendanaan. Kolaborasi ini menunjukkan kuatnya semangat kebersamaan dalam menghadapi musibah dan menjaga keseimbangan alam.
Upacara ini dipimpin oleh tiga rohaniawan terkemuka: Ida Pedanda Istri Nabe Manuaba dari Griya Manistutu Melaya, Ida Pandita Nabe Mpu Reka Kusuma Ananda dari Griya Arum Gilimanuk, dan Ida Rsi Agung Ananda Yoga Pinatih dari Griya Samiana Gilimanuk. Kehadiran mereka menegaskan kesakralan dan legitimasi ritual. Setelah prosesi di dermaga, sesaji dilarung menggunakan KMP Agung Samudera IX di tengah Selat Bali.
Pentingnya Keamanan dan Harmoni di Selat Bali
Kapolres Jembrana Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) Kadek Citra Dewi Suparwati turut hadir dalam upacara ini, menegaskan dukungan aparat keamanan. Pihaknya bersama TNI AL dan Basarnas mengamankan jalannya acara yang diikuti sekitar 600 umat Hindu tersebut. Beliau menyatakan bahwa upacara keagamaan ini adalah ikhtiar bersama untuk keselamatan semua pihak.
Selat Bali dikenal sebagai jalur penting yang menghubungkan Pulau Jawa dan Bali, namun juga memiliki risiko tinggi. Oleh karena itu, upaya spiritual seperti Upacara Pakelem Selat Bali dianggap krusial untuk meminimalisir potensi bahaya. Keselamatan pelayaran menjadi prioritas utama bagi seluruh pengguna jalur ini, baik kapal penumpang maupun nelayan.
Gubernur Bali I Wayan Koster, melalui Kepala Dinas Perhubungan Gde Wayan Samsi Gunarta, mengajak seluruh elemen masyarakat untuk menghormati laut. Laut dipandang sebagai sumber kehidupan sekaligus ruang spiritual yang harus dijaga kelestariannya. Pesan ini selaras dengan nilai-nilai kearifan lokal yang dipegang teguh oleh masyarakat Bali.
Wakil Bupati Jembrana I Gede Ngurah Patriana Krisna menambahkan pentingnya menjaga keharmonisan alam. Pendekatan budaya dan nilai-nilai lokal seperti Tri Hita Karana menjadi landasan dalam setiap tindakan. Pada waktu yang hampir bersamaan, nelayan di Gilimanuk juga menggelar ritual petik laut dengan tujuan serupa, yakni memohon keselamatan dan berkah dari laut.