Menjelang 2045, Indonesia Diproyeksikan Miliki 20% Lansia: Mendorong Lansia Berdaya Melalui Layanan Terintegrasi
Indonesia bersiap menghadapi era penuaan penduduk. Program Layanan Lansia Terintegrasi (LLT) hadir untuk memastikan lansia berdaya, mandiri, dan bermartabat di usia senja.
Fenomena penuaan penduduk menjadi isu global yang kini juga dihadapi Indonesia. Berdasarkan data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Badan Pusat Statistik (BPS), persentase penduduk lanjut usia di Indonesia mencapai 12 persen pada tahun 2024. Angka ini diproyeksikan akan meningkat signifikan, menyentuh 20,31 persen pada tahun 2045, yang berarti seperlima dari total populasi Indonesia akan berusia di atas 60 tahun atau telah memasuki masa pensiun.
Kondisi ini sejalan dengan tren global, di mana negara-negara seperti Jepang, Italia, dan Finlandia telah lebih dulu mengalami penuaan penduduk dengan persentase populasi lansia di atas 20 persen pada tahun 2024. Proyeksi ini menunjukkan urgensi bagi Indonesia untuk mempersiapkan diri menghadapi perubahan demografi besar, memastikan kesejahteraan dan produktivitas kelompok lansia tetap terjaga.
Menyikapi tantangan ini, pemerintah Indonesia telah menyiapkan berbagai rencana strategis. Salah satunya adalah penetapan arah kebijakan melalui kerangka Prioritas Nasional yang berfokus pada inklusivitas masyarakat, termasuk penyediaan layanan komprehensif bagi para lansia. Upaya ini bertujuan untuk memastikan kelompok lansia tetap aktif dan berkontribusi dalam kehidupan bermasyarakat.
Layanan Lansia Terintegrasi (LLT): Inovasi Kesejahteraan
Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Kementerian PPN/Bappenas) menginisiasi program Layanan Lansia Terintegrasi (LLT) sebagai salah satu solusi konkret. Program ini dirancang untuk memberikan berbagai akses layanan esensial, meliputi kesehatan, sosial, dan ekonomi, bagi kelompok lansia. LLT telah mulai diimplementasikan sejak tahun 2021 di Provinsi Bali dan Daerah Istimewa Yogyakarta.
Tirta Sutedjo, Direktur Penanggulangan Kemiskinan dan Kesejahteraan Sosial Kementerian PPN/Bappenas, menyatakan bahwa program ini diharapkan dapat mempermudah lansia dalam mengakses layanan yang dibutuhkan. Tujuan utamanya adalah mewujudkan lansia yang mandiri, sejahtera, dan bermartabat di usia senja. LLT juga diharapkan dapat mendorong terwujudnya kota-kota yang ramah lansia, di mana para lansia dapat tetap aktif dalam kehidupan bermasyarakat.
Untuk memastikan jangkauan layanan yang luas hingga ke akar rumput, LLT mengandalkan peran kader-kader di tingkat kelurahan dan desa. Para kader ini bertindak sebagai perpanjangan tangan dari Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda), memastikan informasi dan layanan dapat tersampaikan langsung kepada para lansia di komunitas.
Implementasi LLT di Daerah: Studi Kasus Guwosari
Sejak tahun 2022, Layanan Lansia Terintegrasi (LLT) Rasa Sayang di Kelurahan Guwosari, Kabupaten Bantul, DIY, telah aktif mengakomodir kebutuhan para lansia di wilayah tersebut. LLT Rasa Sayang mengklasifikasikan layanannya ke dalam tiga level berdasarkan tingkat kemandirian lansia. Level pertama diperuntukkan bagi lansia yang masih aktif dan mandiri, level kedua bagi lansia yang membutuhkan alat bantu namun masih bisa beraktivitas sederhana, dan level ketiga bagi lansia yang tidak bisa beraktivitas tanpa bantuan orang lain atau terbaring di tempat tidur.
Manajer Operasional LLT Rasa Sayang, Yuli Nuryanti, mengungkapkan bahwa survei yang dilakukan pada tahun 2023 menunjukkan 90 persen lansia di Guwosari membutuhkan layanan kesehatan, di samping aspek ekonomi dan sosial. Berdasarkan kebutuhan tersebut, kegiatan dan layanan LLT diklasifikasikan untuk memberikan respons yang tepat sasaran.
Untuk menjaga kebugaran fisik dan mental, LLT menyediakan program Balai Amor yang diselenggarakan tiga kali sebulan. Kegiatan ini mencakup senam anti-stroke dan anti-diabetes, senam otak, serta edukasi kesehatan lansia. Pemenuhan kebutuhan kesehatan juga didukung oleh 15 posyandu di Kelurahan Guwosari, yang menyediakan pemeriksaan rutin dan materi edukatif. Selain aspek kesehatan, program ini juga menekankan interaksi sosial antar lansia.
Aspek ekonomi juga menjadi perhatian LLT, dengan melibatkan lansia aktif dalam pembuatan produk UMKM bernama Tukudadi. Sejak Oktober 2024, sembilan lansia aktif diajak membuat olahan bawang merah dan bawang putih yang dipasarkan melalui aplikasi pesan instan. Kegiatan ini bertujuan membantu lansia yang membutuhkan dukungan ekonomi atau sekadar mengisi waktu luang agar fungsi kognitif mereka tetap terjaga.
LLT Rasa Sayang juga memberikan perhatian khusus kepada lansia bedridden. Sebanyak 16 lansia yang terbaring di tempat tidur didampingi secara rutin. Setiap minggu, kader LLT mengunjungi rumah mereka secara bergantian untuk memberikan perawatan, mulai dari pemberian obat, membersihkan rumah, memandikan, hingga memotong kuku dan rambut. Yuli Nuryanti menegaskan bahwa upaya ini dilakukan agar lansia merasa disayang dan dimanusiakan di akhir hayat mereka, terlepas dari segala keterbatasan yang dihadapi.
Mewujudkan Lansia Bahagia dan Bermakna
Sosiolog dari Universitas Indonesia, Ida Ruwaida, menekankan pentingnya rekognisi terhadap lansia, yang berarti membuat mereka merasa ada dan bermakna. Hal ini dapat memicu kebahagiaan pada diri lansia. Ida menyarankan Indonesia dapat meniru Jepang, yang telah lebih dulu memasuki fase penuaan penduduk, dengan memberikan pekerjaan yang masih dapat diakses oleh lansia.
Selain itu, infrastruktur sosial di komunitas diharapkan tidak hanya memberikan perhatian, tetapi juga pendampingan kepada lansia, terutama bagi mereka yang tidak memiliki keluarga pendamping. Ida Ruwaida juga mengajak untuk mengubah paradigma bahwa lansia adalah beban atau kelompok yang tidak produktif lagi. Produktivitas, menurutnya, tidak hanya dihitung dari sumbangsih secara ekonomi.
Memberikan kesempatan bagi lansia untuk memberikan manfaat kepada masyarakat dapat memercikkan kebahagiaan. Penting untuk mencegah rasa kesepian, yang dapat melahirkan depresi dan berujung pada demensia. Sebelum komunitas, keluarga memiliki peran fundamental dalam memahami bahwa menua adalah keniscayaan dan lansia membutuhkan dukungan keluarga untuk tetap berpijak.