Ternyata Pengoplosan Beras SPHP Rugikan Negara: Ancaman Serius bagi Program Pengentasan Kemiskinan
Praktik pengoplosan beras SPHP Bulog dengan kualitas rendah terungkap, mengancam efektivitas program pemerintah dalam menekan kemiskinan dan merugikan masyarakat.

Kasus dugaan pengoplosan beras Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) Bulog dengan beras berkualitas rendah kembali mencuat ke permukaan. Peneliti dari Centre of Reform on Economics (CORE), Eliza Mardian, menilai tindakan ini sangat merugikan. Ia menegaskan bahwa praktik ilegal tersebut dapat mengganggu program pemerintah dalam upaya mengatasi kemiskinan di Indonesia.
Pengoplosan beras SPHP ini dinilai merugikan negara secara signifikan karena menggagalkan misi utama subsidi pangan. Program ini seharusnya membantu masyarakat berpendapatan rendah untuk keluar dari jerat kemiskinan. Namun, dengan adanya praktik pengoplosan, tujuan mulia tersebut menjadi tidak efektif dan justru menimbulkan kerugian.
Peristiwa ini terungkap pada Kamis (24/7) lalu di Riau, melibatkan seorang oknum berinisial R. Oknum tersebut diduga mengemas ulang beras kualitas rendah atau reject seharga Rp6.000 per kilogram menjadi beras SPHP. Beras oplosan ini kemudian dijual dengan harga Rp13.000 per kilogram, jauh di atas harga yang seharusnya dan kualitas yang ditetapkan.
Dampak Pengoplosan terhadap Program Pemerintah
Eliza Mardian dari CORE menjelaskan bahwa negara mengalami kerugian besar akibat program yang tidak efektif ini. Program SPHP dirancang sebagai intervensi pemerintah untuk menjaga daya beli masyarakat miskin terhadap bahan pangan pokok. Namun, praktik pengoplosan membuat beras murah sulit diakses oleh penerima manfaat yang sesungguhnya.
Konsumen, terutama dari kalangan menengah bawah, juga sangat dirugikan. Beras SPHP seharusnya memiliki standar kualitas yang lebih baik dibandingkan beras reject. Selain itu, beras SPHP menjadi murah karena adanya subsidi dari pemerintah. Ketika beras oplosan dijual sebagai SPHP, konsumen tidak mendapatkan kualitas yang sesuai dan terpaksa membayar lebih mahal.
CORE menyebut kondisi ini berisiko memperluas kerentanan ekonomi dan memperparah kemiskinan. Salah sasaran subsidi akan membuat intervensi pemerintah kehilangan dampak perlindungan sosial yang diharapkan. Akibatnya, keluarga miskin tidak mendapatkan beras SPHP sesuai harga dan kualitas yang ditetapkan, sehingga terpaksa membeli beras mahal yang menggerus belanja mereka untuk kebutuhan pokok lainnya.
Modus Operandi dan Penegakan Hukum
Kapolda Riau Irjen Herry Heryawan menjelaskan bahwa penggerebekan yang dilakukan merupakan tindak lanjut arahan Kapolri. Operasi yang dipimpin Direktur Reskrimsus Polda Riau Kombes Ade Kuncoro pada Kamis (24/7) mengungkap dua modus operandi tersangka R (34). Modus pertama adalah mencampur beras medium dengan beras berkualitas buruk atau reject, kemudian dikemas ulang menjadi beras SPHP.
Modus kedua adalah membeli beras murah dari Pelalawan dan mengemas ulang dalam karung bermerek premium. Merek-merek tersebut seperti Aira, Family, Anak Dara Merah, dan Kuriak Kusuik, bertujuan untuk menipu konsumen. Tersangka R membeli beras bagus seharga Rp11.000 per kg dan beras kualitas rendah seharga Rp6.000 per kg dari seseorang berinisial S.
Barang bukti yang disita meliputi 79 karung beras SPHP oplosan dan 4 karung bermerek premium berisi beras rendah. Selain itu, ditemukan 18 karung kosong SPHP, timbangan digital, mesin jahit, dan benang jahit. Irjen Herry menegaskan bahwa tindakan ini bukan sekadar penipuan dagang, melainkan kejahatan yang merugikan masyarakat luas.
Rekomendasi Pencegahan dan Pengawasan
Untuk mencegah kebocoran dan penyelewengan, CORE menyarankan agar distribusi SPHP dilakukan langsung kepada penerima manfaat. Hal ini dapat dilakukan melalui operasi pasar keliling atau koperasi berbasis komunitas. Penyaluran resmi oleh pemerintah sangat penting agar tidak terjadi lagi pemalsuan beras reject menjadi SPHP.
Selain penegakan hukum yang tegas, pemerintah juga harus memperkuat sistem pelacakan dan pengawasan digital. Sistem ini bertujuan agar setiap kilogram beras subsidi bisa dipantau secara transparan. Dengan demikian, beras subsidi dapat menjangkau mereka yang benar-benar membutuhkan dan mencegah manipulasi oleh oknum untuk keuntungan pribadi.
Pemerintah perlu memastikan bahwa subsidi yang diberikan benar-benar sampai kepada target. Ini akan menjaga integritas program dan memastikan efektivitasnya dalam menekan angka kemiskinan. Transparansi dan akuntabilitas menjadi kunci utama dalam setiap program bantuan sosial.