Misi Luhut: Ketua DEN Bakal Temui Mendag AS untuk Tekan Negosiasi Tarif Indonesia AS Hingga 0 Persen
Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Luhut Binsar Pandjaitan berencana menemui Menteri Perdagangan AS Howard Lutnick untuk melanjutkan negosiasi tarif Indonesia AS, menargetkan pembebasan tarif komoditas unggulan.
Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Luhut Binsar Pandjaitan telah mengumumkan rencananya untuk bertemu dengan Menteri Perdagangan Amerika Serikat (AS) Howard Lutnick. Pertemuan ini bertujuan untuk membantu proses negosiasi lanjutan terkait tarif sektoral antara Indonesia dan AS. Rencana pertemuan penting ini kemungkinan akan dilaksanakan pada September 2025, menandai upaya serius pemerintah dalam menekan biaya impor.
Luhut Pandjaitan mengungkapkan bahwa ia telah meminta izin kepada Presiden Prabowo Subianto untuk melakukan pertemuan tersebut, mengingat kedekatannya dengan Howard Lutnick. Dalam agenda pertemuan tersebut, Luhut berencana untuk menyampaikan data komprehensif mengenai sejumlah komoditas unggulan Indonesia. Komoditas ini diketahui tidak diproduksi di AS, sehingga diharapkan dapat dibebaskan dari tarif 19 persen yang saat ini diberlakukan.
Pemerintah Indonesia bertekad untuk berupaya keras menekan tarif beberapa komoditas tersebut hingga mencapai 0 persen. Langkah ini diambil karena Indonesia dinilai sudah memiliki posisi tawar yang kuat untuk melanjutkan pembicaraan dengan Washington DC. Keberhasilan Indonesia dalam melunakkan sikap Presiden AS Donald Trump dan timnya sebelumnya menjadi dasar optimisme ini, yang menghasilkan tarif resiprokal cukup rendah di kawasan ASEAN.
Strategi Luhut dalam Negosiasi Tarif
Luhut Binsar Pandjaitan meyakini bahwa Indonesia kini berada dalam posisi yang menguntungkan untuk bernegosiasi dengan AS. Keberhasilan Indonesia mendapatkan tarif resiprokal 19 persen, yang hanya berselisih 1 persen dengan Vietnam, menunjukkan efektivitas diplomasi yang telah berjalan. Pertemuan dengan Howard Lutnick diharapkan dapat menjadi momentum penting untuk mencapai kesepakatan yang lebih menguntungkan bagi Indonesia.
Dalam pertemuan mendatang, fokus utama Luhut adalah menyajikan data akurat mengenai komoditas Indonesia yang tidak bersaing langsung dengan produk AS. Komoditas-komoditas ini diharapkan dapat memperoleh perlakuan khusus berupa pembebasan tarif. Upaya ini merupakan bagian dari strategi jangka panjang pemerintah untuk meningkatkan daya saing produk ekspor Indonesia di pasar global, khususnya di AS.
Pemerintah terus memantau perkembangan ekonomi global dan menyesuaikan strategi negosiasi sesuai dengan dinamika yang ada. Pendekatan proaktif ini diharapkan dapat membuka lebih banyak peluang bagi produk Indonesia untuk masuk ke pasar AS tanpa hambatan tarif yang signifikan. Keberhasilan negosiasi ini akan berdampak positif pada pertumbuhan ekonomi nasional dan kesejahteraan masyarakat.
Perkembangan Negosiasi Tarif Impor AS
Menteri Perdagangan (Mendag) Budi Santoso sebelumnya telah mengonfirmasi bahwa proses negosiasi dengan AS masih terus berjalan, meskipun tarif impor sebesar 19 persen telah diberlakukan sejak 7 Agustus 2025. Ia optimistis bahwa penurunan tarif resiprokal masih sangat mungkin terjadi, mengingat adanya perubahan signifikan dari 32 persen menjadi 19 persen sebelumnya. Ini menunjukkan fleksibilitas dalam proses negosiasi.
Mendag Budi Santoso menambahkan bahwa Indonesia masih diberi kesempatan untuk berunding oleh Presiden AS Donald Trump. Kesempatan ini akan dimanfaatkan semaksimal mungkin oleh Indonesia untuk meminta tarif impor 0 persen bagi komoditas-komoditas yang tidak diproduksi di AS. Meskipun demikian, Budi enggan untuk menyebutkan secara spesifik komoditas apa saja yang masih diusahakan untuk mendapatkan tarif 0 persen tersebut.
Proses negosiasi ini telah melalui beberapa tahapan penting. Dari tarif awal 32 persen, sempat ditunda tiga bulan dengan tarif 10 persen, dan melalui negosiasi berkelanjutan akhirnya mencapai 19 persen. Pemerintah menargetkan untuk terus berunding hingga 1 September agar dapat mencapai tarif 0 persen untuk komoditas tertentu. Tarif resiprokal 19 persen antara Indonesia dan Amerika Serikat ini telah diumumkan kepada 92 negara lainnya, menunjukkan cakupan kebijakan yang luas.