Pertumbuhan Ekonomi NTB Terkontraksi 2,32 Persen di Triwulan I 2025: Dampak Realisasi Anggaran dan Sektor Pertambangan
Ekonomi Nusa Tenggara Barat (NTB) mengalami kontraksi 2,32 persen pada triwulan I 2025, disebabkan oleh rendahnya realisasi anggaran dan penurunan aktivitas pertambangan.
Mataram, 5 Mei 2025 - Badan Pusat Statistik (BPS) Nusa Tenggara Barat (NTB) melaporkan kabar yang cukup mengejutkan terkait pertumbuhan ekonomi daerah. Pada triwulan I 2025, ekonomi NTB terkontraksi sebesar 2,32 persen jika dibandingkan dengan triwulan IV 2024. Penurunan ini menjadi sorotan utama dan memicu pertanyaan mengenai penyebabnya serta langkah-langkah yang perlu diambil untuk mengatasi permasalahan ini.
Kontraksi ekonomi ini terjadi karena beberapa faktor yang saling berkaitan. Salah satu penyebab utamanya adalah rendahnya realisasi anggaran pemerintah daerah. Kepala BPS NTB, Wahyudin, menjelaskan bahwa "Kita maklum bersama triwulan IV 2024 masih ada sebagian realisasi anggaran untuk beberapa proyek pemerintah daerah atau APBD I ke APBD II, tapi triwulan I 2025 belum banyak realisasi anggaran untuk proyek-proyek APBD I maupun APBD II."
Selain faktor tersebut, sektor pertambangan juga memberikan kontribusi signifikan terhadap penurunan pertumbuhan ekonomi. Pada triwulan IV 2024, ekspor produk tambang hanya terjadi satu kali di bulan Desember. Lebih mengkhawatirkan lagi, pada triwulan I 2025, ekspor produk tambang dilaporkan sama sekali tidak ada. Hal ini menunjukkan ketergantungan ekonomi NTB yang cukup tinggi pada sektor pertambangan dan rawan terhadap fluktuasi harga komoditas.
Analisis Lebih Dalam: Peran Sektor Pertambangan dan Konstruksi
Aktivitas pertambangan memang memiliki peran yang sangat penting dalam perekonomian NTB. Sektor ini menyumbang 16 persen terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) NTB. Namun, pada triwulan I 2025, lapangan usaha pertambangan mengalami pertumbuhan negatif sebesar minus 30,14 persen. Penurunan yang sangat drastis ini tentu menjadi perhatian serius.
Tidak hanya pertambangan, sektor konstruksi juga mengalami penurunan. Sektor ini berkontribusi sebesar 9,30 persen terhadap PDRB NTB dan mencatat pertumbuhan minus 1,52 persen pada triwulan I 2025. Penurunan di kedua sektor ini menunjukkan adanya tantangan yang kompleks dalam perekonomian NTB.
Jika dibandingkan dengan triwulan I 2024, pertumbuhan ekonomi NTB juga mengalami sedikit kontraksi sebesar 1,47 persen. Hal ini menunjukkan bahwa tantangan ekonomi NTB bukan hanya terjadi secara kuartalan, tetapi juga menunjukkan tren penurunan secara tahunan.
Rekomendasi dan Langkah ke Depan
Menanggapi situasi ini, BPS NTB memberikan rekomendasi kepada pemerintah provinsi untuk lebih serius mengembangkan sektor-sektor ekonomi lain di luar pertambangan. Pengembangan sektor pertanian dan industri dianggap sebagai langkah strategis untuk mengurangi ketergantungan pada sektor pertambangan dan meningkatkan ketahanan ekonomi daerah.
Wahyudin juga menekankan pentingnya percepatan pembangunan kawasan industri yang dijanjikan oleh pemerintah pusat. "Kawasan industri yang dijanjikan oleh pemerintah pusat harus terus dikejar mana kawasan yang mau dibangun di Nusa Tenggara Barat," tegasnya. Pembangunan kawasan industri diharapkan dapat menciptakan lapangan kerja baru dan mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih berkelanjutan.
Kesimpulannya, kontraksi ekonomi NTB pada triwulan I 2025 merupakan tantangan serius yang membutuhkan penanganan segera dan terintegrasi. Diversifikasi ekonomi, peningkatan realisasi anggaran, dan percepatan pembangunan infrastruktur, khususnya kawasan industri, menjadi kunci untuk mengatasi permasalahan ini dan mendorong pertumbuhan ekonomi NTB yang lebih sehat dan berkelanjutan.