Sumsel Siapkan Empat Tahap Transisi Energi Menuju Nol Emisi 2060, Hadapi Tantangan Ketergantungan Batubara
Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan gencar siapkan Transisi Energi Sumsel melalui empat tahapan strategis. Bisakah daerah penghasil batubara terbesar ini capai target nol emisi 2060?
Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel) menunjukkan komitmen serius dalam mendukung target Net Zero Emission (NZE) nasional pada tahun 2060. Untuk mencapai tujuan ambisius ini, Pemprov Sumsel telah merancang empat tahapan strategis transisi energi di wilayahnya. Rencana ini tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Sumsel Tahun 2025-2045.
Hari Wibawa, Kepala Bidang Perekonomian dan Pendanaan Pembangunan Bappeda Sumsel, menjelaskan bahwa inisiatif ini merupakan bagian dari upaya berkelanjutan. Penjelasan tersebut disampaikan dalam kegiatan pelatihan Jurnalisme Transisi Energi yang diselenggarakan oleh Aliansi Jurnalistik Indonesia (AJI) di Palembang. Langkah ini diharapkan dapat membawa Sumsel menuju pemanfaatan energi baru dan terbarukan secara berkelanjutan.
Meskipun demikian, perjalanan menuju energi bersih tidaklah tanpa hambatan. Sumsel, sebagai salah satu produsen batubara terbesar di Indonesia, menghadapi tantangan signifikan terkait ketergantungan ekonominya pada sektor tersebut. Transisi energi Sumsel memerlukan perencanaan matang, pendanaan besar, serta dukungan dari berbagai pihak untuk mengatasi kompleksitas ini.
Empat Tahap Strategis Transisi Energi Sumsel
Pemprov Sumsel telah merinci empat tahapan utama dalam RPJPD 2025-2045 untuk mewujudkan transisi energi yang berkeadilan. Setiap tahapan dirancang untuk memperkuat fondasi dan mengakselerasi pemanfaatan energi terbarukan.
- Tahap Pertama (2025-2029): Penguatan Fondasi Transformasi. Fokus pada pengembangan teknologi di bidang energi guna mendukung transisi energi yang berkeadilan. Tujuannya adalah pemanfaatan energi baru dan terbarukan secara berkelanjutan.
- Tahap Kedua (2030-2034): Akselerasi Transformasi. Melibatkan peningkatan teknologi dan inovasi untuk mengakselerasi transisi energi berkeadilan. Ini termasuk percepatan pemanfaatan energi baru dan terbarukan secara berkelanjutan.
- Tahap Ketiga (2035-2039): Pemantapan dan Ekspansi Regional. Tahap ini berfokus pada penguatan transisi energi yang berkeadilan. Hal ini mencakup perluasan cakupan dan dampak program transisi energi di seluruh wilayah.
- Tahap Keempat (2040-2044): Perwujudan Sumsel MAPAN. Bertujuan mewujudkan daerah yang menerapkan ekonomi hijau, khususnya dalam pengelolaan dan penggunaan energi baru terbarukan. Ini adalah puncak dari upaya transisi energi Sumsel.
Tantangan dan Peran Batubara dalam Ekonomi Sumsel
Transisi energi di Sumsel dihadapkan pada berbagai tantangan yang kompleks, meliputi aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan. Hari Wibawa menyoroti kurangnya pemahaman masyarakat mengenai transisi energi serta kebutuhan pendanaan yang sangat besar. Oleh karena itu, perencanaan yang matang menjadi krusial untuk keberhasilan program ini.
Sumsel dikenal sebagai salah satu daerah penghasil batubara terbesar di Indonesia, dengan cadangan yang diperkirakan cukup hingga tahun 2121. Produksi batubara di Sumsel terus meningkat, mencapai 113,29 juta ton pada tahun 2024, melampaui 105,85 juta ton pada 2023. Rencana produksi untuk tahun 2025 bahkan mencapai 147,33 juta ton.
Peran batubara dalam perekonomian Sumsel sangat signifikan. Sektor batubara menyumbang sekitar 15 persen dari Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Sumsel dan 12 persen pendapatan daerah. Selain itu, sektor ini menyediakan lapangan kerja bagi 2,26 persen tenaga kerja di Sumsel. Data ini menunjukkan betapa besar tantangan untuk melepaskan ketergantungan pada batubara.
Masa Depan Ekonomi Hijau dan Kebutuhan Pendanaan
Direktur Eksekutif Yayasan Mitra Hijau, Doddy S. Sukadri, menegaskan bahwa Sumsel memiliki 36,78 persen dari total cadangan batubara nasional. Meskipun demikian, baik Sumsel maupun daerah lain di Indonesia, harus mulai melepaskan ketergantungan pada batubara. Transformasi ekonomi menuju arah yang lebih hijau dan berkelanjutan adalah suatu keharusan.
Transisi energi yang berkeadilan dan transformasi ekonomi berkelanjutan membutuhkan pendanaan yang sangat besar. Oleh karena itu, pengembangan kapasitas pemangku kepentingan daerah menjadi penting. Selain itu, tata aturan pemerintah daerah yang mendukung dan dukungan dari semua pemangku kepentingan, baik di tingkat daerah maupun nasional, perlu ditingkatkan secara signifikan.