Terungkap: 9 Izin Lingkungan di Kawasan Puncak Dicabut Menteri LH, Apa Dampaknya?
Menteri Lingkungan Hidup resmi mencabut sejumlah persetujuan lingkungan di kawasan Puncak, Bogor. Langkah tegas ini diambil akibat pelanggaran, memicu pertanyaan tentang masa depan pembangunan di sana.
Menteri Lingkungan Hidup (LH) dan Kepala Badan Pengendalian Lingkungan Hidup, Hanif Faisol Nurrofiq, telah mengambil langkah tegas dengan mencabut sejumlah persetujuan lingkungan di kawasan Puncak, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Keputusan ini diambil karena bangunan-bangunan tersebut dinilai tidak sesuai dengan ketentuan pemanfaatan ruang dan perlindungan lingkungan hidup yang berlaku. Pencabutan izin dilakukan sebagai respons terhadap ketidakpatuhan pelaku usaha untuk menyesuaikan diri dengan perintah pembongkaran yang telah dikeluarkan sebelumnya.
Sebanyak 33 unit usaha beroperasi di atas lahan kerja sama operasional (KSO) PT Perkebunan Nusantara (PTPN), dan sembilan di antaranya sebelumnya memiliki izin. Namun, izin-izin tersebut kini telah dicabut secara resmi oleh Kementerian LHK. Menteri Hanif menyatakan bahwa pencabutan ini merupakan tindak lanjut langsung dari kementerian karena tidak ada respons memadai dari Pemerintah Kabupaten Bogor.
Langkah ini diharapkan dapat mengembalikan fungsi ekologis kawasan Puncak yang vital sebagai hulu Daerah Aliran Sungai (DAS) Ciliwung. Keberadaan bangunan-bangunan ilegal atau tidak sesuai aturan selama ini dinilai memperburuk daya dukung lingkungan, yang berdampak langsung pada masyarakat di Bogor, Depok, hingga Jakarta dalam bentuk banjir tahunan.
Alasan Pencabutan dan Sanksi Tegas
Pencabutan izin lingkungan di kawasan Puncak dilakukan karena pelaku usaha tidak menunjukkan itikad baik untuk menindaklanjuti perintah pembongkaran. Dari total 33 unit usaha yang berada di lahan KSO PTPN, sembilan di antaranya sempat mengantongi izin lingkungan. Namun, izin tersebut ditarik kembali setelah Pemerintah Kabupaten Bogor tidak menindaklanjuti perintah Kementerian LHK.
Selain pencabutan izin, kementerian juga mewajibkan seluruh unit usaha di kawasan PTPN tersebut untuk melakukan pembongkaran bangunan secara mandiri. Batas waktu yang diberikan untuk pembongkaran mandiri adalah akhir Agustus 2025. Jika kewajiban ini tidak dipenuhi, pemerintah akan melakukan pembongkaran paksa dan menempuh jalur hukum.
Sanksi hukum yang mengancam pelaku usaha yang tidak patuh diatur dalam Pasal 114 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009, dengan ancaman pidana satu tahun penjara. Hanif menegaskan bahwa ketentuan ini berlaku bagi semua unit usaha yang tidak mematuhi aturan. Sebagian pelaku usaha, seperti CV Mega Karya, telah menunjukkan kepatuhan dengan mulai membongkar delapan gazebo dan satu restoran.
Menteri Hanif juga menyatakan bahwa pihaknya akan turun langsung dalam kunjungan lapangan pekan depan untuk memantau progres pembongkaran. Jika ditemukan masih ada unit usaha yang belum memulai proses pembongkaran, pemerintah tidak akan ragu untuk membantu membongkarnya dan memproses hukum pelanggarnya.
Restorasi Lingkungan dan Penertiban Lahan Ilegal
Setelah proses pembongkaran selesai, pelaku usaha memiliki kewajiban untuk melakukan restorasi dan penanaman kembali. Langkah ini krusial untuk mengembalikan fungsi ekologis kawasan Puncak yang telah terganggu. Restorasi lingkungan merupakan bagian integral dari upaya pemulihan daya dukung kawasan.
Lebih lanjut, setelah penertiban 33 unit usaha di lahan KSO rampung, Kementerian LHK juga akan menertibkan sekitar 400 hektare lahan di kawasan Puncak yang selama ini digunakan secara ilegal. Lahan ini dikuasai tanpa melalui skema kerja sama resmi dengan PTPN. Verifikasi lapangan akan dilakukan terhadap ratusan hektare lahan yang dikuasai tanpa hak, baik yang legal maupun ilegal, untuk memastikan semua yang berdiri di atas lahan PTPN dan tidak sesuai aturan akan ditertibkan.
Kementerian LHK menekankan bahwa keberadaan bangunan-bangunan tersebut telah memperburuk daya dukung lingkungan di wilayah hulu Daerah Aliran Sungai (DAS) Ciliwung. Dampak negatifnya, seperti banjir tahunan yang kerap membawa korban jiwa, dirasakan langsung oleh masyarakat di Bogor, Depok, hingga Jakarta. Oleh karena itu, pemerintah mengimbau masyarakat dan pemilik modal untuk menghentikan pembangunan vila dan tempat usaha baru di kawasan Puncak, khususnya di Kecamatan Cisarua. Hanif Faisol Nurrofiq menegaskan bahwa investasi terbaik saat ini adalah menanam pohon dan menjaga lingkungan.