Bripka Joko: Polisi Penggali Kubur, Kandidat Hoegeng Awards 2025
Bripka Joko Hadi Aprianto, seorang polisi di Samarinda yang juga penggali kubur sukarela bagi warga kurang mampu, dinominasikan untuk Hoegeng Awards 2025 atas dedikasinya.
![Bripka Joko: Polisi Penggali Kubur, Kandidat Hoegeng Awards 2025](https://cdns.klimg.com/mav-prod-resized/0x0/ori/image_bank/2025/02/11/000116.169-bripka-joko-polisi-penggali-kubur-kandidat-hoegeng-awards-2025-1.jpg)
Bripka Joko Hadi Aprianto, seorang polisi berpangkat Bripka yang bertugas di Polsek Samarinda Ulu, Kalimantan Timur, menjadi perbincangan hangat. Bukan karena kasus kriminal, melainkan karena dedikasinya yang luar biasa: menjadi penggali kubur gratis bagi warga kurang mampu. Aksi mulia ini membuatnya dinominasikan sebagai kandidat penerima Hoegeng Awards 2025.
Dedikasi yang Tak Ternilai
Nominasi Bripka Joko diajukan oleh Hendy Saputra, seorang warga Samarinda yang mengenal Bripka Joko saat menjadi pemandu umrah tahun lalu. Hendy menyebut Bripka Joko sebagai sosok polisi yang istimewa, yang dikenal bukan hanya karena pekerjaannya sebagai polisi, tetapi juga karena dedikasinya sebagai penggali kubur dan relawan.
"Pak Joko itu salah satu jamaah kami tahun lalu. Profesi utamanya memang polisi, tapi orang lebih mengenalnya sebagai penggali kubur dan relawan," ungkap Hendy. Lebih lanjut Hendy menceritakan, Bripka Joko bahkan rela membantu memandu jamaah lain selama perjalanan umrah, meskipun bukan seorang tour leader.
Kisah Bripka Joko sebagai penggali kubur berawal sejak ia masih duduk di bangku SMP. Terdorong kondisi ekonomi keluarga yang kurang mampu, ia mulai mencari penghasilan tambahan dengan menjadi penggali kubur. Ayahnya, seorang polisi tamtama dengan tujuh anak, memiliki penghasilan yang terbatas.
Dari SMP hingga Menjadi Polisi
"Saya mulai jadi penggali kubur sejak kelas 2 SMP. Ayah saya seorang polisi tamtama dan memiliki tujuh anak, termasuk saya yang keempat. Gaji polisi saat itu tidak seberapa, jadi saya mencari tambahan sendiri," cerita Bripka Joko. Upahnya saat itu hanya berkisar Rp20.000 hingga Rp35.000 per pemakaman.
Pada tahun 2005, ayahnya mendorongnya untuk mendaftar menjadi polisi. Setelah lulus pendidikan dan kembali bertugas di Samarinda, ia tetap melanjutkan pengabdiannya sebagai penggali kubur. Selama lima tahun terakhir, ia bahkan menjabat sebagai ketua pemakaman di wilayahnya, bertanggung jawab mengelola lahan kuburan, menggaji tim penggali kubur, dan mengurus pemakaman warga.
Pengabdian Tanpa Pamrih
Bripka Joko memberikan jasanya secara gratis kepada warga kurang mampu. Namun, ia tetap membayar tim penggali kubur yang membantunya, bahkan menggunakan uang pribadinya. "Kalau untuk warga tidak mampu, pasti saya gratiskan. Tapi saya tetap harus membayar orang-orang yang membantu saya menggali. Kadang ada warga mampu yang memberi sukarela, bisa Rp300 ribu, Rp500 ribu, hingga Rp1 juta. Tapi kalau yang kurang mampu, murni gratis," jelasnya.
Meskipun secara finansial mungkin merugi, Bripka Joko menganggap kegiatannya sebagai ladang amal. "Kalau dihitung secara duniawi, saya rugi. Tapi hadiahnya bukan kipas angin, hadiahnya surga," katanya dengan penuh keyakinan.
Inspirasi Bagi Penegak Hukum
Nominasi Bripka Joko untuk Hoegeng Awards 2025 menjadi bukti bahwa dedikasi dan pengabdian tulus dapat datang dari berbagai profesi, termasuk kepolisian. Kisahnya menginspirasi banyak orang dan menunjukkan bahwa menjadi polisi bukan hanya tentang penegakan hukum, tetapi juga tentang pengabdian dan kepedulian terhadap masyarakat.
Kisah Bripka Joko mengingatkan kita akan pentingnya nilai-nilai kemanusiaan dan pengabdian tanpa pamrih. Semoga kisahnya menginspirasi lebih banyak orang untuk berkontribusi positif bagi masyarakat.