Kasus Dugaan Pungli Imigrasi Ngurah Rai Dihentikan, Kejari Bali: Tak Cukup Bukti
Kejaksaan Tinggi Bali menghentikan penyidikan kasus dugaan pungli di Imigrasi Ngurah Rai karena bukti yang tidak cukup, meskipun sebelumnya telah menetapkan tersangka dan menyita barang bukti.

Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bali resmi menghentikan penyidikan kasus dugaan pungutan liar (pungli) di Kantor Imigrasi Ngurah Rai. Kepala Kejati Bali, Ketut Sumedana, mengumumkan penghentian penyidikan ini pada Senin di Denpasar. Kasus yang melibatkan pejabat Imigrasi berinisial HS ini dihentikan karena dinilai tidak cukup bukti untuk melanjutkan ke persidangan.
Keputusan ini tertuang dalam Surat Perintah Penghentian Perkara (SP3) yang telah diterima HS pada Maret 2025. HS, yang sebelumnya ditetapkan sebagai tersangka pada November 2023, kini terbebas dari jeratan hukum terkait dugaan pungli ini. Pernyataan Kajati Bali menegaskan bahwa minimnya bukti menjadi alasan utama penghentian kasus tersebut.
Fakta mengejutkan muncul terkait perbedaan jumlah barang bukti yang disita. Awalnya, saat kasus diekspos pada November 2023, Kejati Bali menyebut telah menyita uang tunai sebesar Rp100 juta. Namun, Sumedana menjelaskan bahwa jumlah tersebut berasal dari rekening pribadi HS, bukan dari hasil pungli yang ditemukan di brankas Kantor Imigrasi seperti yang diduga sebelumnya. Hanya uang tunai sebesar Rp250 ribu yang ditemukan di brankas saat operasi tangkap tangan (OTT).
Perbedaan Informasi dan Barang Bukti
Perbedaan signifikan antara jumlah barang bukti yang diumumkan sebelumnya (Rp100 juta) dan jumlah yang sebenarnya ditemukan (Rp250 ribu) menimbulkan pertanyaan. Kejati Bali menjelaskan bahwa uang Rp100 juta yang disebut sebelumnya berasal dari rekening pribadi tersangka HS. Hal ini tentu menimbulkan keraguan publik mengenai kronologi dan proses penyidikan kasus tersebut. Kejelasan informasi terkait perbedaan jumlah barang bukti ini sangat penting untuk menjaga transparansi dan akuntabilitas proses penegakan hukum.
Penjelasan Kajati Bali mengenai sumber uang Rp100 juta tersebut perlu ditelaah lebih lanjut. Apakah proses penyitaan dari rekening pribadi tersangka sudah sesuai prosedur dan aturan yang berlaku? Transparansi dalam hal ini sangat penting untuk meyakinkan publik bahwa proses hukum telah berjalan dengan adil dan benar. Publik berhak mendapatkan penjelasan yang detail dan rinci mengenai perbedaan informasi yang disampaikan sebelumnya.
Kejadian ini juga menyoroti pentingnya kehati-hatian dan verifikasi yang teliti dalam pengumuman kasus kepada publik. Informasi yang tidak akurat atau kurang lengkap dapat menimbulkan kebingungan dan mengurangi kepercayaan publik terhadap penegakan hukum. Ke depannya, diharapkan proses penyidikan dan pengumuman hasil penyidikan dapat dilakukan dengan lebih transparan dan akurat.
Kronologi Penangkapan dan Penetapan Tersangka
Sebelumnya, pada 14 November 2023, Kejati Bali menangkap lima petugas imigrasi Bandara Ngurah Rai yang diduga melakukan pungli terhadap warga negara asing (WNA) yang menggunakan layanan fast track. Tarif yang dikenakan berkisar antara Rp100.000 hingga Rp250.000 per orang. Dari OTT tersebut, awalnya dilaporkan disita uang tunai sebesar Rp100 juta.
HS, Kepala Seksi Pemeriksaan I Kantor Imigrasi Kelas I Khusus TPI Ngurah Rai, ditetapkan sebagai tersangka karena diduga menerima hadiah atau janji untuk mempermudah proses pemeriksaan keimigrasian melalui jalur fast track. Perbuatan HS ini dianggap bertentangan dengan kewajibannya sebagai pegawai negeri dan penyelenggara negara.
Asisten Tindak Pidana Khusus Kejati Bali, Dedy Kurniawan, saat itu menjelaskan peran HS dalam dugaan pungli tersebut. Namun, dengan penghentian penyidikan karena kurangnya bukti, status tersangka HS pun gugur. Kasus ini menjadi sorotan publik karena melibatkan petugas imigrasi di salah satu bandara tersibuk di Indonesia.
Penghentian kasus ini menimbulkan pertanyaan tentang efektivitas pengawasan dan penegakan hukum terhadap dugaan pungli di lingkungan pemerintahan. Perlu adanya evaluasi dan peningkatan pengawasan untuk mencegah terjadinya praktik pungli serupa di masa mendatang. Transparansi dan akuntabilitas dalam proses penegakan hukum sangat penting untuk menjaga kepercayaan publik.
Meskipun kasus ini dihentikan, peristiwa ini menjadi pengingat pentingnya integritas dan profesionalisme dalam pelayanan publik. Semua pihak terkait perlu berkomitmen untuk mencegah dan memberantas praktik pungli agar pelayanan publik dapat berjalan dengan baik dan sesuai dengan aturan yang berlaku.