1. MERDEKA.COM
  2. >
  3. PLANET MERDEKA
  4. >
  5. HOT NEWS

Alasan logis mengapa jasad korban KM Sinar Bangun tak mengambang ke permukaan danau

Penulis : Queen

2 Juli 2018 10:25

Bangkai KM Sinar Bangun ditemukan

Tim gabungan Basarnas belum juga menemukan 164 koban hilang KM Sinar Bangun hingga pencarian hari ke-13, Sabtu (30/6/2018). Berbagai upaya dilakukan mulai dari mengerahkan tenaga penyelam hingga mendatangkan alat khusus. Barulah pada pencarian hari ke-11, tim Basarnas akhirnya menemukan objek yang diduga kuat merupakan bangkai kapal KM Sinar Bangun.

Dilansir dari Kompas.com, berdasarkan hasil rekaman remotely operated vehicle (ROV) di kedalaman 450 meter Danau Toba menyebutkan, tanda-tanda posisi bangkai (KM) Sinar Bangun sudah ditemukan. Bangkai tersebut bereda sekitar tiga kilometer dari Pelabuhan Tigaras. Dugaan ini diperkuat dengan terlihatnya beberapa sepeda motor, bagian-bagian kapal, dan mayat korban.

Pada foto hasil ROV, tampak jelas beberapa sepeda motor berada di dasar danau. Tidak hanya itu, jasad yang diduga korban KM Sinar Bangun masih tampak utuh.

2 dari 4 halaman

Tanggapan pihak Basarnas

Menurut Deputi Bidang Operasi dan Kesiapsiagaan Basarnas Brigadir Jenderal TNI Nugroho Budi Wiryanto menyebutkan, ada sekitar delapan hingga 10 jasad yang terekam ROV.

"Yang kemarin kita temukan kan jelas. Sudah kita lihat dengan jelas. Saya sudah melihat di monitor itu. Hari ini kita lanjutkan lagi. Sekarang kita memikirkan cara menariknya dan evakuasi. Saya mohon doa restu dari seluruh masyarakat," ujar Nugroho.

"Ada delapan sampai 10 yang kelihatan. ROV melihat hanya sampai 2 meter saja. Kalau kapal hitam saja tapi tali-talinya jelas. Kalau kapalnya tak pecah tapi utuh. Bahwa ROV jarak pandang 2 meter. Harus dekat sekali," tambahnya.

Nugroho menambahkan, posisi jenazah berada di kedalaman 455 meter.

3 dari 4 halaman

Alasan mengapa jenazah tak mengambang

Ketika jasad para korban sudah ditemukan, satu pertanyaan muncul mengapa jasad-jasad itu tidak mengambang ke permukaan?

Ketua Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) Soerjanto Tjahjono menjelaskan, jasad para korban butuh waktu lama untuk membusuk. Hal itu disebabkan temperatur di dasar Danau Toba yang sangat dingin.

"Kami juga berkonsultasi dengan dokter forensik dari UI. Saya tanya, ‘dok, ini kenapa kok para jasad ini enggak naik ke atas? Kalau temperaturnya dingin di dasar Danau Toba, itu seperti kita menaruh makan di kulkas, jadi reaksi pembusukannya lambat," jelasnya, Kamis (28/6/2018), mengutip dari Kompas.com.

Menurut Sierjanto, jika ingin membuat jasad naik ke permukaan, diperlukan gas duna untuk menambah berat jenis. Namun karena terhalang kedalaman dan suhu dingin, jasad-jasad tersebut tak dapat mengapung di permukaan air.

"Sehingga jumlah gasnya tidak cukup membuat berat jenis manusia ini lebih ringan dari angin, sehingga kenapa jasad-jasad tersebut tidak mengapung, atau sebagian yang mengapung," kata Soerjanto.

4 dari 4 halaman

Analisa ahli geologi

Sementara itu, berdasarkan analisis ahli geologi Gagarin Sembiring yang merujuk pada beberapa penelitian, tidak munculnya jasad korban berkaitan dengan kedalaman air. Seperti diketahui, Gunung Toba mengalami tiga kali erupsi besar. Pada letusan pertama sekitar 850 ribu tahun lalu dan membentuk kaldera di kawasan Porsea dan Sibaganding, sebelah utara Danau Toba.
Ada letusan ketiga adalah yang terdahsyat, terjadi sekitar 74.000 tahun lalu. Besarnya material yang dimuntahkan menghasilkan Kaldera Toba, erupsi ini terkenal dengan sebutan Super Volcano. Kaldera itulah yang kini disebut-sebut menjadi kuburan bangkai KM Sinar Bangun.
"Posisi bangkai kapal Sinar Bangun berada di Kaldera Haranggaol yang meledak 500.000 tahun lalu. Letaknya di sebelah utara, ini wilayah terdalam Danau Toba," kata Gagarin.
Ia menjelaskan, kedalaman Danau Toba disebutkan 500-an meter lebih, berdasarkan Hasil penelitian terakhir yang dilakukan perguruan tinggi milik Amerika Serikat.
"Dengan kedalaman seperti itu, jasad dan bangkai kapal juga butuh waktu untuk sampai ke dasar meskipun dalam keadaan tanpa arus. Sehingga jasad korban juga butuh waktu untuk naik ke atas. Ini bisa dijadikan pertimbangan. Kita juga belum pernah melakukan simulasi berapa kecepatan turun dan naiknya sehingga bisa memperkirakan berapa baru baru muncul di permukaan. Belum lagi kita bicara hipotesa lain, misalnya ternyata kapal awalnya berada di dasar yang miring, bukan yang terdalam. Lalu meluncur ke bawah, menyebabkan arus turbidit serta lumpur ke permukaan. Mungkin di bawah sudah tercampur lumpur," kata Ketua Ikatan Ahli Geologi Indonesia Pengurus Daerah Sumut ini.

  • Merdeka.com tidak bertanggung jawab atas hak cipta dan isi artikel ini, dan tidak memiliki afiliasi dengan penulis
  • Untuk menghubungi penulis, kunjungi situs berikut : queen

KOMENTAR ANDA

Merdeka.com sangat menghargai pendapat Anda. Bijaksana dan etislah dalam menyampaikan opini. Pendapat sepenuhnya tanggung jawab Anda sesuai UU ITE.

Artikel Lainnya