1. MERDEKA.COM
  2. >
  3. PLANET MERDEKA
  4. >
  5. HOT NEWS

Diduga idap HIV/AIDS, 14 Siswa SD di Solo Dikeluarkan dari Sekolaha

Penulis : Moana

16 Februari 2019 09:58

14 siswa dikeluarkan dari sekolah karena diduga idap HIV/AIDS

Planet Merdeka - Sebanyak 14 orang siswa Sekolah Dasar (SD) di Solo terpaksa dikeluarkan dari sekolahan mereka yakni SDN Purwotomo Solo karena diduga mengidap HIV/AIDS. 

Keempat belas siswa tersebut terpaksa dikeluarkan dari bangku tempatnya mengenyam pendidikan karena desakan dari wali murid lainnya. 

2 dari 8 halaman

Takut anaknya tertular

Para wali murid tersebut mengaku bahwa mereka takut jika anak-anaknya yang sedang menempuh pendidikan di sekolah itu tertular virus HIV/AIDS.

Padahal, sebelumnya telah diadakan upaya sosialisasi tentang HIV/AIDSoleh dinas terkait, namun orang tua siswa sekolah tetap meminta siswa tersebut pindah.
3 dari 8 halaman

Anak-anak dikembalikan ke rumah khusus

Kini ke-14 siswa yang masing-masing duduk mulai dari kelas 1 hingga 4 tersebut harus dikembalikan ke rumah khusus anak dengan HIV/AIDS atau ADHA di Yayasan Lentera Kompleks Makam Taman Pahlawan Kusuma Bakti, Jurug, Solo, Jawa Tengah.

Ketua Yayasan Lentera Solo Yunus Prasetyo mengatakan bahwa awalnya telah diadakan pertemuan antara wali murid dengan komite dan pihak sekolah yang pada intinya keberatan dengan keberadaan ke-14 siswa yang diduga mengidap HIV/AIDS.


4 dari 8 halaman

Wali murit tulis berita acara keberatan

Bahkan menurut Yunus, wali murid telah membuat berita acara yang ditandangani oleh koordinator mereka dan diketahui komite serta pihak sekolah terkait hal tersebut. Yunus mengaku bahwa pihak komite dan sekolah bersedia menandatangani surat tersebut. Dan menurut Yunus, itu sama saja dengan pihak sekolah menyetujui keberatan tersebut.

"Dalam isi surat itu intinya mereka keberatan dan meminta anak itu untuk tidak sekolah di situ. Komite mengamini berarti menyetujui, sekolah menandatangani berarti sekolah juga menyetujui. Itu yang terjadi," kata Yunus.
5 dari 8 halaman

Pernyataan Pendiri Yayasan Lentera Surakarta

Sementara itu, Pendiri Yayasan Lentera Surakarta, Puger Mulyono, mengatakan bahwa ketika anak-anak pengidap tersebut tak boleh sekolah ia masih bisa menerimanya.

"Waktu anak-anak tidak boleh sekolah saya tidak apa-apa," katanya.

Puger pun juga membenarkan adanya penolakan di sekolah tersebut terhadap anak-anak pengidak HIV/AIDS.

"Dari Wali Murid mereka menolak anak anak pindahan tersebut dari Yayasan Lentera yang mereka tidak boleh bersekolah di sekolah tersebut," ujarnya.
6 dari 8 halaman

Pernah terjadi penolakan serupa

Penolakan terhadap anak dengan HIV/AIDS tersebut merupakan hal yang biasa bagi Yunus dan Puger. Pasalnya, penolakan ini tidak hanya terjadi kali ini saja. Yunus mengatakan bahwa pernah ada anak dengan HIV/AIDS yang ditampung Yayasan Lentera ditolak saat masuk taman kanak-kanak.

"Cuma saya menyayangkan program dari Dinas Pendidikan yang melaksanakan proses regrouping sekolah tanpa ada sosialisasi yang jelas. Sehingga terjadi gejolak. Karena sebelumnya tidak ada masalah sebelum ada regrouping. Sudah tiga tahun, empat tahun tidak ada masalah," ujar dia.
7 dari 8 halaman

Telah berkoordinasi dengan berbagai pihak

Yunus pun mengatakan bahwa pihaknya telah melakukan koordinasi dengan Dinas Pendidikan, Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Pemberdayaan Anak dan Dinas Sosial untuk menyelesaikan permasalahan tersebut.

"Sekali lagi ini tanggung jawab pemerintah karena hak anak, hak pendidikan menjadi tanggung jawab pemerintah. Kami inginnya mereka tetap sekolah formal bukan non formal, bukan home schooling, bukan solusi. Karena kebutuhan anak ini bukan masalah membaca, berhitung. Kebutuhan anak ini mereka bisa bersosialisasi, bermain dengan anak di luar panti, anak sebaya mereka," kata dia.
8 dari 8 halaman

Akan dipindahkan ke sekolah lain

Sementara itu, terkait hal tersebut, Kepala Bidang (Kabid) Pendidikan Dasar SD Dinas Pendidikan Solo, Wahyono mengungkapkan, bahwa pihaknya akan memfasilitasi 14 siswa diduga mengidap HIV/AIDS untuk tetap bisa melanjutkan pendidikannya di kawasan Jebres. Mereka akan dimasukkan ke sekolah yang kuota siswanya masih kurang.

"Kita tidak akan menunjukkan sekolah sana. Biar sekolah itu bebas. Sepanjang sekolah itu kuotanya kurang dari batasan boleh menerima anak. Dan tidak boleh melihat dari mana, siapa statusnya. Sekolah itu melayani tanpa diskriminasi. Karena pemerintah telah memutuskan wajib belajar sembilan tahun," katanya.

Lebih lanjut, Wahyono menyebut bahwa sekolah akan diberikan pemahaman dan sosialisasi sebelum keempat belas siswa tersebut dipindahkan ke sekolah mereka. Sosialisasi dan pemahaman tersebut dilakukan oleh Dinas Kesehatan, Komisi Perlindungan Anak (KPA), Dinas Sosial dan lainnya.
  • Merdeka.com tidak bertanggung jawab atas hak cipta dan isi artikel ini, dan tidak memiliki afiliasi dengan penulis
  • Untuk menghubungi penulis, kunjungi situs berikut : moana

KOMENTAR ANDA

Merdeka.com sangat menghargai pendapat Anda. Bijaksana dan etislah dalam menyampaikan opini. Pendapat sepenuhnya tanggung jawab Anda sesuai UU ITE.

Artikel Lainnya