Selain Mata Najwa, Talkshow Ini Diberhentikan Tiba-tiba Dipuncak Kepopulerannya
Penulis : Queen
10 Agustus 2017 09:28
Fragmen yang dialami J.S. Badudu dan Siaran Pembinaan Bahasa Indonesia itu terlintas kembali saat Mata Najwa mendadak tidak akan lanjut mengudara di Metro TV. Melalui akun Twtter resminya, Najwa Shihab mengumumkan bahwa program talk show Mata Najwa tidak akan lanjut setelah episode "Ekslusif Bersama Novel Baswedan". Episode itu menjadi produksi Mata Najwa yang terakhir.
Episode yang disebut-sebut sebagai episode live terakhir itu, yaitu yang menayangkan wawancara khusus dengan Novel Baswedan, tayang pada 26 Juli 2017. Beberapa jam sebelum episode itu tayang, media sosial -- khususnya Twitter -- diramaikan rumor bahwa episode wawancara khusus batal tayang secara mendadak. Akan tetapi, beberapa jam kemudian, tepatnya pada pukul 20.00 WIB, Mata Najwa tetap muncul seperti biasanya setiap Rabu malam.
Maka ketika Mata Najwa dinyatakan tidak akan berlanjut, banyak pihak yang berspekulasi. Apalagi setelah episode Novel itu, Mata Najwa memang tidak menampilkan episode baru, hanya episode lama. Najwa, ketika dihubungi oleh wartawan, hanya mengatakan: "Kita lihat tiga minggu lagi [setelah episode final 'Menuju Catatan Tanpa Titik']."
Sementara pihak Metro TV, melalui Presiden Direkturnya, Suryopratomo, juga mengkonfirmasi berakhirnya tayangan Mata Najwa.
"Kami sangat berterima kasih kepada Najwa Shihab atas kontribusi yang telah diberikan selama 17 tahun berkarya di Metro TV. Kami akan merasa kehilangan Najwa Shihab sebagai jurnalis dan tuan rumah Mata Najwa - program talkshow yang diminati publik dan telah memberi warna yang signifikan bagi perjalanan Metro TV sebagai televisi berita," ujar Suryopratomo.
Salah satu episode legendaris yang mengakhiri tayangan Perspektif adalah saat Wimar mengundang Mochtar Lubis, tokoh pers nasional yang mendapat penghargaan Magsaysay. Saat itu ada gosip bahwa pemberhentian tayangan Perspektif karena Mochtar Lubis saat itu mengkritik demokrasi Indonesia. Dalam wawancara kepada Republika, yang tayang di edisi Jumat, 25 September 1995, Wimar membantah gosip itu. Ia mengatakan Mochtar Lubis bukan oposisi apalagi anti pemerintah.
Dalam buku Wimar Witoelar: "Hell, yeah!" susunan Fira Basuki, Wimar mengisahkan episode itu. Di halaman 56 buku tersebut, Wimar berkata: Mochtar Lubis dipilih karena baru saja mengembalikan hadiah Magsaysay yang diterimanya pada 1958 sebagai protes karena tokoh Lekra, Pramoedya Ananta Toer, dianugerahi penghargaan yang sama. Beberapa hari kemudian, tepatnya pada Rabu, 13 September 1995, Wimar diundang makan oleh pimpinan SCTV dan diberi tahu bahwa acaranya, Perspektif, dihentikan tanpa batas waktu yang pasti.
Setelah kejatuhan Orde Baru, Wimar menerbitkan kembali acara tersebut dalam format baru. Menariknya di halaman situs pribadinya, Wimar menyebut bahwa Perspektif [edisi] Baru berawal dari acara talkshow Perspektif di SCTV yang berhenti karena kerap menghadirkan tamu yang mengkritik Soeharto.
Di situs pribadinya itu, ada pernyataan: "Dengan pembawaan yang lugas, pandangan jernih, dan humor yang halus, Perspektif menjadi oase kesegaran di padang gurun tekanan politik zaman itu. Acara Perspektif disukai masyarakat Indonesia tapi kurang disukai rezim Soeharto. Akhirnya pada 1995 Perspektif dibredel karena isinya dianggap mendiskreditkan pemerintah Orde Baru."
Baca juga: Bahaya Televisi di Kamar Anak
Sejak pertama kali mengudara pada 19 Maret 1995 di SCTV dan berhenti tayang, Perspektif telah tayang hingga 70 episode. SCTV pernah dua kali batal menayangkan acara Perspektif. Yang pertama berisikan wawancara dengan Benjamin Mangkudilaga, hakim PTUN yang mengabulkan gugatan majalah Tempo; kedua, wawancara dengan Abdurrachman Wahid.
Baik Najwa dan Wimar adalah pembawa acara yang gemar menggali isu-isu terkini, termasuk topik-topik sensitif dalam politik. Najwa kerap menghadirkan tokoh-tokoh oposisi pemerintah dan mencecar mereka dengan pertanyaan yang tajam. Wawancara dengan Novel, misalnya, sarat dengan pertanyaan tajam mengenai kelambanan pihak kepolisian mengungkap penyerangan air keras yang menimpa sang nara sumber. Sementara Perspektif berani mendatangkan William Liddle, Frans Seda, Emil Salim, Mohamad Sobary, GM Sudarta, Marianne Katoppo, Seno Gumira Ajidarma, hingga Henry A Kissinger.
Masih dari buku Fira Basuki halaman 55, Wimar menyebut bahwa ia memulai Perspektif dengan latar belakang: "Concern kemasyarakatan. Selama ini, kan, jarang ada dialog netral dan jernih dalam masyarakat. Dalam ruang sempit, sih, sering orang ngobrol, di ruang kelas, di warung kopi, banyak dialog menarik. Tapi yang keluar di koran, di TV, itu bukan dialog. Itu monolog, briefing," katanya.
Wimar menekankan bahwa Perspektif sebagai forum untuk bertukar pikiran secara jernih. Ia selalu bilang bahwa tak ada pertanyaan yang disiapkan, tidak ada yang diedit. Ini sebagai usaha untuk menantang keterbukaan rezim.
Sumber.
- Merdeka.com tidak bertanggung jawab atas hak cipta dan isi artikel ini, dan tidak memiliki afiliasi dengan penulis
- Untuk menghubungi penulis, kunjungi situs berikut : queen
-
Tungguin Presiden Salat Jumat, Ibu Negara Iriana Joko Widodo Duduk Santui Di Emperan Masjid
-
Tidak Percaya Dengan Eksekutif, Anggota Dewan Siramkan Air Mineral Lalu Baku Hantam
-
Awan Dengan Warna Pelangi Antara Tajub Dan Heran
-
Misteri Jodoh, Abang-Abang Ternyata Pernah Jumpa Istri Pertama Kali Sebelas Tahun Yang Lalu Saat KKN
KOMENTAR ANDA
Artikel Lainnya
-
Generative AI dan hubungannya dengan masa depan SEO
18 Juni 2023 20:26
Merdeka.com sangat menghargai pendapat Anda. Bijaksana dan etislah dalam menyampaikan opini. Pendapat sepenuhnya tanggung jawab Anda sesuai UU ITE.