Kemenekraf Dorong Revolusi Royalti Musik Digital: Bayar di Muka, Sistem Lebih Transparan
Kemenekraf dan Kemenkum berkolaborasi merevolusi sistem royalti musik di Indonesia dengan skema digitalisasi pembayaran di muka dan lisensi menyeluruh untuk melindungi hak cipta dan mendorong industri kreatif.
Kementerian Ekonomi Kreatif (Kemenekraf) dan Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) berinisiatif merevolusi sistem pembayaran royalti di industri musik Indonesia. Inisiatif ini bertujuan untuk melindungi hak cipta para pencipta lagu dan menciptakan ekosistem industri musik yang lebih sehat dan berkeadilan. Langkah ini sejalan dengan visi pemerintahan dalam penguatan industri kreatif nasional, khususnya dalam konteks Asta Cita ketiga.
Menteri Ekonomi Kreatif, Teuku Riefky Harsya, menyatakan bahwa perubahan kebijakan ini merupakan prioritas Kemenekraf. "Penerapan serta perubahan dalam suatu kebijakan ini sejalan dengan visi pemerintahan melalui Asta Cita ketiga dan juga merupakan dari prioritas Kemenekraf, Ekraf Kaya dan Ekraf Bijak," ujarnya dalam keterangan pers. Kemenekraf aktif berpartisipasi dalam penyusunan kebijakan baru Undang-Undang Hak Cipta (UUHC) 2024, melalui kajian yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan, termasuk komposer dan asosiasi profesi.
Kajian tersebut mengungkap permasalahan krusial dalam sistem royalti saat ini, terutama ketidaksesuaiannya dengan dinamika industri musik digital. Sistem pembayaran royalti konser sebesar 2 persen dari nilai produksi atau penjualan tiket dinilai tidak efektif karena pembayaran baru dilakukan setelah acara selesai, berpotensi menimbulkan keterlambatan bahkan penghindaran pembayaran oleh penyelenggara acara.
Revolusi Sistem Pembayaran Royalti
Direktur Musik Kemenekraf, Mohommad Amin, mengusulkan solusi berupa penerapan skema "blanket license" berbasis digital dengan pembayaran di muka. Sistem ini menghitung royalti berdasarkan daftar lagu yang akan dibawakan dan dibayarkan langsung kepada pencipta lagu atau pemegang hak cipta secara proporsional. "Salah satu penyelesaian masalah ini adalah digitalisasi serta dengan melakukan pembayaran di depan menjadikannya komponen tersendiri bedasarkan songlist," jelas Amin.
Skema ini diharapkan dapat memberikan kepastian pembayaran dan mengurangi risiko kerugian bagi pencipta lagu. Pembayaran di muka akan menjadi bagian integral dari biaya produksi, baik sebagai bagian dari "riders" artis, biaya produksi, atau dikaitkan langsung dengan pembayaran honorarium artis. Hal ini juga akan meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan royalti.
Kemenekraf juga mendorong digitalisasi pengelolaan royalti oleh Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) untuk menciptakan sistem "blanket license with direct distribution" yang lebih efisien dan transparan. Usulan ini juga mencakup standar tarif royalti, misalnya 10 persen dari honorarium artis, yang dibagi proporsional kepada komposer berdasarkan jumlah lagu yang dibawakan.
Digitalisasi dan Transparansi: Menuju Ekosistem Musik yang Lebih Sehat
Langkah jangka panjang yang diusulkan Kemenekraf adalah pembuatan platform digital nasional yang mengintegrasikan basis data lagu terdaftar dan terlisensi. Platform ini akan memfasilitasi pemilihan lagu secara legal oleh pengguna dan otomatis menghitung serta menyalurkan royalti sesuai ketentuan. Sistem ini diharapkan dapat meningkatkan transparansi dan efisiensi dalam pengelolaan royalti.
Sebagai upaya penegakan hukum, bukti pembayaran royalti akan diwajibkan sebagai salah satu persyaratan pengajuan izin keramaian kepada pihak kepolisian. Langkah ini memberikan perlindungan hukum yang lebih kuat bagi para pencipta lagu dan pemegang hak cipta. Dengan demikian, diharapkan ekosistem industri musik Indonesia menjadi lebih sehat, adil, dan memberikan insentif yang layak bagi para pelaku kreatif.
Dengan adanya regulasi dan platform digital yang terintegrasi, diharapkan akan tercipta ekosistem industri musik yang lebih sehat, berkeadilan, dan berkelanjutan. Kemenekraf optimis bahwa kebijakan ini akan memberikan dampak positif bagi perekonomian nasional, dengan potensi peningkatan ekonomi hingga 8 persen pada tahun 2029.