LIVE
  • Home
  • Hot News
  • Artis
  • Sains
  • Inspira
  • Sehat
  • Otomotif
  • Lifestyle
  • Sejarah
  • Travel
  • Sepakbola
  • Sport
  • Ngakak
LIVE
  • Hot News
  • Artis
  • Sains
  • Inspira
  • Sehat
  • Otomotif
  • Lifestyle
  • Sejarah
  • Travel
  • Sepakbola
  • Sport
  • Ngakak
HEADLINE HARI INI
  • {title}
  • {title}
  1. Hot News

Amnesti dan Abolisi Prabowo: Bukan Sekadar Politik Pragmatis, Refleksi Kenegarawanan Jelang HUT ke-80 RI

Keputusan Presiden Prabowo memberikan amnesti dan abolisi memancarkan kenegarawanan, namun memicu pertanyaan kritis tentang supremasi hukum di tengah riuhnya demokrasi digital.

Sabtu, 02 Agu 2025 10:20:00
konten ai
Keputusan Presiden Prabowo memberikan amnesti dan abolisi memancarkan kenegarawanan, namun memicu pertanyaan kritis tentang supremasi hukum di tengah riuhnya demokrasi digital. (©Planet Merdeka)
Advertisement

Presiden terpilih Prabowo Subianto telah mengambil langkah signifikan dengan memberikan amnesti kepada Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto dan abolisi kepada Tom Lembong, mantan co-pilot tim sukses Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar. Keputusan ini diambil menjelang peringatan Hari Ulang Tahun ke-80 Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia pada 17 Agustus 2025.

Langkah tersebut bukan semata-mata sikap politik pragmatis, melainkan sebuah refleksi kenegarawanan dari seorang Prabowo. Ini menunjukkan kemampuannya dalam menavigasi persimpangan kompleks antara hukum, politik, dan aspirasi publik tanpa menimbulkan kekacauan yang berarti.

Namun, di tengah hiruk pikuk era digital, keputusan ini juga memunculkan pertanyaan kritis yang mendalam. Apakah tindakan ini murni bentuk rekonsiliasi nasional, atau justru berpotensi melemahkan kepercayaan publik terhadap prinsip supremasi hukum di Indonesia?

Advertisement

Independensi Yudikatif Diuji

Presiden Prabowo menunjukkan sikap terpuji dengan menahan diri dari intervensi terhadap proses hukum Hasto dan Lembong selama peradilan masih berlangsung. Meskipun tekanan politik dan sorotan media sosial, terutama di platform X, terus bergulir, Prabowo tidak tertarik untuk mencampuri urusan tersebut. Sikap ini sejalan dengan pandangan Dr. Larry Diamond dari Stanford University yang menekankan bahwa demokrasi sangat bergantung pada kepercayaan terhadap proses hukum yang adil.

Dengan menjaga independensi yudikatif, Prabowo berhasil mempertahankan kredibilitas institusi hukum. Hal ini penting baik di mata rakyat Indonesia maupun komunitas internasional. Sebagai hak konstitusional presiden, pemberian amnesti dan abolisi adalah tindakan yang sah secara hukum.

Melihat kondisi ekonomi dan politik global saat ini, langkah tersebut dapat menjaga keseimbangan antara kekuatan politik Islam dan nasionalis. Ini juga menjadi modal bagi Prabowo untuk tampil sebagai pemimpin kuat di mata dunia, serta memperkuat posisi Indonesia dalam menghadapi kekuatan ekonomi global.

Advertisement

Namun, pemberian amnesti dan abolisi setelah proses hukum selesai menimbulkan dilema baru. Pertanyaan muncul apakah keputusan ini benar-benar mencerminkan keseimbangan antara hukum dan rekonsiliasi. Atau justru membuka celah bagi persepsi bahwa hukum dapat "diakali" demi kepentingan politik tertentu?

Kritik dari pegiat antikorupsi, yang khawatir keputusan ini dapat melemahkan penegakan hukum, tidak bisa diabaikan. Dalam konteks global, hal ini berpotensi menurunkan kepercayaan investor atau peringkat Indonesia dalam Corruption Perceptions Index dari Transparency International.

Media Sosial dalam Demokrasi

Dinamika opini publik di media sosial menjadi katalis penting dalam keputusan amnesti dan abolisi ini. Narasi tentang "rekayasa hukum" dan "kriminalisasi politik" membanjiri platform X, menciptakan tekanan publik yang sulit untuk diabaikan. Media sosial kini bukan hanya alat komunikasi, melainkan arena kekuasaan yang mampu mengguncang dan memengaruhi stabilitas politik, seperti yang terlihat pada gerakan #BlackLivesMatter atau Arab Spring.

Media sosial adalah "pedang bermata dua" dalam konteks demokrasi. Di satu sisi, ia memperkuat demokrasi partisipatif dengan memberikan ruang bagi suara rakyat untuk didengar. Di sisi lain, ia rentan terhadap disinformasi dan manipulasi emosional yang berpotensi membelokkan prinsip-prinsip hukum dan keadilan.

Dalam kasus ini, gelombang narasi di X mendorong perhatian publik pada Hasto dan Lembong. Namun, hal ini juga menggarisbawahi urgensi literasi digital yang kuat di kalangan masyarakat. Tanpa kemampuan kritis dalam menilai informasi, publik berisiko terjebak dalam polarisasi yang dapat merusak fondasi demokrasi.

Legitimasi dan Panggung Global

Dukungan penuh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) terhadap keputusan Presiden Prabowo menunjukkan bahwa amnesti dan abolisi bukan keputusan sepihak. Ini merupakan bagian dari konsolidasi politik yang sah di Indonesia. Prof. Anne-Marie Slaughter menyebut sinergi eksekutif-legislatif sebagai tanda "demokrasi yang matang."

Dukungan ini secara signifikan memperkuat legitimasi politik Prabowo dan menegaskan kepercayaan publik pada institusi negara. Di kancah internasional, keputusan ini memiliki bobot strategis yang penting. Menjelang pidato perdana Prabowo di Sidang Umum PBB tahun ini, amnesti dan abolisi ini menjadi sinyal kuat bahwa Indonesia terbuka terhadap perbedaan politik dan menghormati Hak Asasi Manusia (HAM).

Pembebasan tokoh-tokoh yang dituduh "makar tanpa kekerasan" atau "menghina presiden" menjawab kritik global soal kriminalisasi politik. Hal ini secara langsung meningkatkan citra Indonesia sebagai negara demokrasi yang inklusif di mata PBB, Organization for Economic Co-operation and Development (OECD), dan negara-negara Barat.

Khususnya, abolisi untuk Tom Lembong, figur yang dikenal luas di kalangan investor global, mengirim pesan bahwa Indonesia tetap ramah terhadap investasi asing. Ini dapat memperlancar negosiasi perdagangan penting seperti Comprehensive Economic Partnership Agreement (CEPA) dengan Uni Eropa atau Indo-Pacific Economic Framework for Prosperity (IPEF).

Demokrasi Digital dan Tantangan Masa Depan

Keputusan pemberian amnesti dan abolisi ini menawarkan tiga pelajaran penting bagi perkembangan demokrasi di Indonesia. Pertama, media sosial adalah alat demokrasi yang ampuh, namun tanpa literasi digital yang memadai, ia dapat menjadi ancaman serius bagi keadilan hukum.

Kedua, independensi yudikatif merupakan fondasi utama negara hukum yang harus dijaga dengan teguh, bahkan di tengah tekanan politik yang intens. Ketiga, kepemimpinan sejati adalah kemampuan untuk menyeimbangkan hukum, politik, dan kemanusiaan tanpa mengorbankan prinsip-prinsip dasar. Prabowo menunjukkan bahwa menjadi pemimpin bukan hanya soal ketegasan, tetapi juga kepekaan sosial dan kebijaksanaan dalam mengambil keputusan.

Amnesti dan abolisi ini bukan sekadar tindakan pengampunan, melainkan pengakuan bahwa persatuan nasional adalah aset terbesar yang dimiliki bangsa. Dalam konteks global, stabilitas politik yang dihasilkan memungkinkan Indonesia untuk fokus pada agenda diplomatik yang lebih luas, seperti kepemimpinan ASEAN atau negosiasi perdagangan internasional.

Namun, tantangan ke depan tidaklah ringan. Prabowo harus memastikan bahwa langkah ini tidak dipandang sebagai "politik transaksional" yang mengorbankan hukum demi stabilitas. Komunikasi publik yang transparan dan komitmen nyata terhadap penegakan hukum di masa depan akan menentukan apakah keputusan ini benar-benar menjadi tonggak pendidikan politik, atau sekadar episode sementara dalam dinamika kekuasaan.

Jika demokrasi adalah ruang belajar bersama, maka keputusan Prabowo ini adalah teks terbuka yang mengundang refleksi kritis dari semua pihak. Ini adalah momen penting untuk merenungkan bagaimana kita, sebagai bangsa, dapat menyeimbangkan hukum, politik, dan kemanusiaan di era digital yang penuh gejolak. Dengan literasi digital yang lebih baik, independensi yudikatif yang terjaga, dan kepemimpinan yang bijak, Indonesia memiliki peluang untuk tidak hanya bertahan, tetapi juga bersinar sebagai demokrasi yang matang di panggung dunia.

Berita Terbaru
  • Tahukah Anda? 60 Prajurit TNI Disiagakan untuk Pengamanan PSU Supiori Pilkada Papua
  • Fakta Unik: 6.000 RT Jadi Ujung Tombak Program Urban Farming Makassar, Solusi Pangan dan Lingkungan
  • KPU Biak Distribusikan Logistik PSU Pilkada Papua ke Pulau Terpencil, Siapkah Warga Numfor?
  • Tahukah Anda? Super League 2025/2026 Dipastikan Sinkron dengan Agenda Timnas, Hanya Berhenti di Dua Momen Krusial Ini!
  • Fakta: Polrestabes Makassar Sita Puluhan Kendaraan, Cegah Kriminalitas dan Pelanggaran Lalu Lintas
  • amnesti abolisi
  • demokrasi digital
  • hak asasi manusia
  • independensi yudikatif
  • konten ai
  • media sosial
  • panggung global
  • #planetantara
  • politik indonesia
  • prabowo subianto
  • rekonsiliasi nasional
  • supremasi hukum
Artikel ini ditulis oleh
Editor Redaksi Merdeka
R
Reporter Redaksi Merdeka
Disclaimer

Artikel ini ditulis ulang menggunakan artificial intelligence (AI). Jika ada kesalahan dalam konten, mohon laporkan ke redaksi.

Berita Terpopuler

Berita Terpopuler

Advertisement
Kontak Tentang Kami Redaksi Pedoman Media Siber Metodologi Riset Workstation Disclaimer Syarat & Ketentuan Privacy Kode Etik Sitemap

Copyright © 2024 merdeka.com KLY KapanLagi Youniverse All Right Reserved.