Benarkah Pertukaran Data dengan AS Tidak Langgar HAM? Ini Penjelasan Menteri Natalius Pigai dan Mensesneg
Menteri HAM dan Mensesneg memastikan Pertukaran Data dengan AS yang disepakati tidak melanggar HAM. Bagaimana pemerintah menjamin keamanan data pribadi warga?
Menteri Hak Asasi Manusia (HAM) Natalius Pigai menegaskan kesepakatan Pertukaran Data dengan AS tidak bertentangan dengan prinsip HAM. Pernyataan ini disampaikan menanggapi kekhawatiran publik terkait perjanjian dagang bilateral tersebut. Ia menekankan bahwa proses pertukaran data akan selalu tunduk pada hukum yang berlaku di Indonesia.
Penegasan serupa juga disampaikan oleh Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi. Ia mengklarifikasi bahwa tidak ada penyerahan data pribadi warga Indonesia secara bebas kepada pemerintah Amerika Serikat. Kedua pejabat pemerintah ini berupaya menenangkan masyarakat mengenai jaminan keamanan data.
Kesepakatan ini merupakan bagian dari kerangka kerja Perjanjian Perdagangan Timbal Balik (Agreement on Reciprocal Trade) antara kedua negara. Perjanjian tersebut bertujuan memperkuat kerja sama ekonomi serta menghapus hambatan perdagangan digital.
Dasar Hukum Pertukaran Data yang Dijamin
Natalius Pigai menjelaskan bahwa klausul dalam kesepakatan secara eksplisit menyebutkan pertukaran data dilakukan berdasarkan hukum Indonesia. Rujukan utama dalam hal ini adalah Undang-Undang Pelindungan Data Pribadi (UU PDP). Hal ini memastikan bahwa setiap transfer data memiliki pijakan hukum yang sah.
Menurutnya, selama pertukaran data dilakukan sesuai dengan UU PDP, maka tidak akan ada pelanggaran terhadap hak asasi manusia. Pemerintah berkomitmen penuh untuk menjamin bahwa proses ini dilakukan dengan sangat hati-hati dan bertanggung jawab. Aspek keamanan data menjadi prioritas utama.
Penyerahan data pribadi tidak akan dilakukan secara bebas atau tanpa kontrol. Sebaliknya, proses ini akan terukur dalam tata kelola lalu lintas data pribadi lintas negara. Ini adalah upaya pemerintah untuk menjaga kedaulatan data warga negaranya.
Memperkuat Kerja Sama Ekonomi dan Digital
Gedung Putih sebelumnya mengumumkan bahwa AS dan Indonesia telah menyepakati kerangka kerja untuk merundingkan Agreement on Reciprocal Trade. Perjanjian ini dirancang untuk memperkuat kerja sama ekonomi antara kedua negara. Salah satu poin krusial adalah penghapusan hambatan perdagangan digital.
Dalam butir Removing Barriers for Digital Trade, Indonesia berkomitmen untuk memberikan kepastian terhadap perpindahan data ke Amerika Serikat. Ini berarti Indonesia akan mengakui AS sebagai negara dengan tingkat perlindungan data yang memadai sesuai hukum yang berlaku di Indonesia. Tujuannya adalah memfasilitasi perpindahan data lintas batas secara lebih leluasa.
Langkah ini diharapkan dapat menciptakan lingkungan digital yang lebih kondusif bagi perdagangan dan investasi. Ini juga menunjukkan upaya kedua negara untuk beradaptasi dengan dinamika ekonomi global yang semakin bergantung pada aliran data.
Jaminan Perlindungan Data Pribadi dari Pemerintah
Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi menegaskan bahwa interpretasi yang keliru telah muncul terkait kesepakatan ini. Ia membantah keras anggapan bahwa data pribadi warga Indonesia akan diserahkan begitu saja kepada pemerintah AS. Klarifikasi ini penting untuk meredakan kekhawatiran publik.
Prasetyo menjelaskan bahwa banyak platform digital milik perusahaan AS mengharuskan pengguna memasukkan data dan identitas. Pemerintah AS justru ingin memastikan bahwa data-data tersebut aman dan tidak disalahgunakan untuk berbagai kepentingan di luar konteks yang sah.
Oleh karena itu, pemerintah Indonesia secara tegas memastikan dan menjamin perlindungan data pribadi warga negaranya. Seluruh proses ini akan diatur secara ketat dalam UU Perlindungan Data Pribadi. Jaminan ini menjadi landasan kepercayaan bagi masyarakat.