BPN Banten Petakan 1.100 Hektare Lahan Telantar, Dorong Percepatan Reforma Agraria Banten
Kantor Wilayah BPN Banten memetakan 1.100 hektare lahan telantar eks-HGU untuk percepat Reforma Agraria Banten. Bagaimana langkah ini wujudkan keadilan agraria?
Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional (BPN) Provinsi Banten secara proaktif memetakan sedikitnya dua titik lahan eks Hak Guna Usaha (HGU) seluas lebih dari 1.100 hektare. Pemetaan ini dilakukan sebagai bagian dari upaya serius pemerintah daerah dalam mendorong percepatan reforma agraria di wilayah Banten.
Langkah strategis ini merupakan fokus awal Gugus Tugas Reforma Agraria (GTRA) Provinsi Banten, merespons arahan Gubernur Banten Andra Soni. Penataan ulang lahan telantar tersebut diharapkan dapat memberikan manfaat maksimal bagi negara dan masyarakat.
Kepala Kantor Wilayah BPN Banten, Sudaryanto, menjelaskan bahwa lahan-lahan eks-HGU yang sudah ditelantarkan akan ditata ulang. Tujuannya adalah untuk kepentingan negara serta kepentingan masyarakat atau rakyat, memastikan pemanfaatan tanah yang lebih adil dan produktif.
Fokus Penataan Lahan Eks-HGU di Banten
Sudaryanto menyebutkan dua lokasi prioritas yang menjadi pembahasan utama dalam rapat koordinasi GTRA. Kedua titik tersebut berada di Kabupaten Lebak dan Kabupaten Pandeglang, menunjukkan cakupan wilayah yang signifikan dalam program reforma agraria ini.
Di Kabupaten Lebak, lahan yang dipetakan adalah eks-HGU PT Bantam Preanger, dengan luas mencapai kurang lebih 700 hektare. Sementara itu, di Kabupaten Pandeglang, lahan yang menjadi target adalah eks PT Wahana Rimba, dengan perkiraan luas sekitar 400 hektare.
Proses pendataan dan verifikasi saat ini sedang berlangsung untuk memastikan legalitas serta status penguasaan fisik lahan secara akurat. Sudaryanto menegaskan bahwa setiap pendekatan yang diambil akan selalu sesuai dengan aturan hukum yang berlaku dan menyesuaikan fakta di lapangan.
Apabila lahan tersebut sudah digarap oleh masyarakat, BPN akan membagikannya melalui program redistribusi tanah atau reforma agraria. Pendekatan ini bertujuan untuk memberikan kepastian hukum dan hak atas tanah kepada warga yang telah menggarap lahan tersebut.
Tantangan dan Pendekatan Hati-hati dalam Reforma Agraria
Sudaryanto mengingatkan bahwa setiap langkah kebijakan harus dilakukan dengan hati-hati dan tidak gegabah. Pihaknya akan mendata terlebih dahulu permasalahan-permasalahan yang ada di lapangan sebelum mengambil langkah konkret. Hal ini untuk memastikan bahwa kebijakan yang diambil tidak menimbulkan masalah baru.
Selain persoalan eks-HGU, BPN Banten juga menyinggung pembatalan ratusan bidang tanah hasil Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) di Kabupaten Lebak. Pembatalan ini terjadi karena lahan tersebut ditetapkan sebagai kawasan hutan oleh pemerintah pusat, menimbulkan keresahan di kalangan warga.
Pembatalan tersebut dinilai menimbulkan keresahan karena warga telah bermukim di lokasi tersebut selama puluhan tahun. Sudaryanto berharap Gubernur Banten dapat berkoordinasi dengan Kementerian Kehutanan agar pembatalan ini dapat ditinjau ulang, demi kepentingan masyarakat.
BPN setempat juga mencatat sejumlah persoalan di kawasan bantaran sungai, di mana legalitas tanahnya kini dipertanyakan. Meskipun beberapa bidang tanah di kawasan tersebut telah bersertifikat secara turun-temurun, ada pula pembangunan liar yang perlu ditertibkan.
Amanat Gubernur Banten untuk Reforma Agraria Berkelanjutan
Gubernur Banten Andra Soni dalam arahannya meminta GTRA memperkuat koordinasi lintas sektor. Koordinasi ini melibatkan pemerintah daerah, Kementerian ATR/BPN, Kementerian Kehutanan, Kementerian Lingkungan Hidup, serta instansi terkait lainnya.
Tujuannya adalah untuk memastikan bahwa kebijakan reforma agraria sesuai dengan karakteristik wilayah Banten. Andra Soni juga menekankan pentingnya memastikan objek penerima tanah benar-benar masyarakat yang berhak, melalui pendataan yang akurat, transparan, dan partisipatif.
Menurutnya, reforma agraria bukan sekadar pembagian tanah, tetapi harus dilengkapi dengan pemberdayaan ekonomi. Pemberdayaan ini mencakup skema permodalan, pelatihan, dan akses pasar, agar masyarakat tidak hanya menerima tanah tetapi juga mendapatkan kesempatan untuk meningkatkan kesejahteraan.
Gubernur juga mendorong pelibatan masyarakat sipil dalam sistem pemantauan dan evaluasi program. Hal ini diharapkan dapat membuat pelaksanaan reforma agraria berlangsung transparan, akuntabel, dan berdampak nyata bagi seluruh rakyat Banten.
Andra Soni menegaskan bahwa reforma agraria adalah amanat konstitusi yang seharusnya mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Komitmen bersama ini harus dijaga agar tanah benar-benar menjadi sumber kesejahteraan bagi rakyat Banten.