Kepala BGN Minta SPPG Berani Tolak Bahan Baku Jelek untuk Program Makan Bergizi Gratis
Kepala BGN, Dadan Hindayana, meminta SPPG berani menolak bahan baku jelek demi suksesnya Program Makan Bergizi Gratis (MBG).
Kepala Badan Gizi Nasional (BGN), Dadan Hindayana, menekankan pentingnya kualitas bahan baku dalam Program Makan Bergizi Gratis (MBG). Ia meminta Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) untuk berani menolak bahan baku yang tidak memenuhi standar. Hal ini bertujuan untuk mencegah masalah yang mungkin timbul di kemudian hari dan memastikan program berjalan dengan baik.
Dadan menyampaikan pernyataan ini di Kabupaten Bandung pada hari Senin. Menurutnya, pengetatan Standar Operasional Prosedur (SOP) menjadi kunci utama. Langkah ini mencakup pemilihan bahan baku yang segar dan berkualitas. SPPG dan kepala SPPG memiliki tanggung jawab besar untuk memastikan hanya bahan baku terbaik yang digunakan.
Selain kualitas bahan baku, Dadan juga menyoroti pentingnya mempersingkat waktu antara produksi dan pengiriman makanan. Protokol keamanan selama proses pengantaran dari dapur ke sekolah juga harus diperketat. Tujuannya adalah untuk menjaga kualitas makanan tetap optimal hingga sampai ke tangan siswa.
Pengetatan SOP dan Pengawasan Mutu
Dadan menjelaskan bahwa prosedur pengetatan meliputi pembatasan waktu maksimum pengantaran untuk menjaga kualitas makanan. Mekanisme distribusi di sekolah juga diperketat, termasuk penyimpanan dan penyerahan makanan kepada siswa. Batas toleransi waktu antara makanan diterima dan dikonsumsi juga ditetapkan untuk menghindari makanan basi.
"Delivery-nya harus cepat. Kemudian sampai di sekolah tidak boleh terlalu lama juga disimpan. Jadi, harus langsung dimakan," ucap Dadan, menekankan pentingnya kecepatan dan ketepatan waktu dalam proses distribusi.
Uji organoleptik, yang meliputi tampilan, aroma, rasa, dan tekstur makanan, juga menjadi bagian penting dari SOP. Sebelum makanan dibagikan, petugas harus melakukan pengujian untuk memastikan kualitasnya. Jika ditemukan kekurangan, makanan tersebut harus segera ditarik.
"Kita harus melakukan uji organoleptik. Jadi, sebelum dibagikan itu harus dibuka, dicium, dirasakan kalau bagus kita langsung lanjutkan kalau jelek langsung ditarik," jelasnya.
Pelatihan Penjamah Makanan dan Transparansi Dana
Pelatihan rutin bagi penjamah makanan juga menjadi perhatian utama. Dadan mengungkapkan bahwa banyak petugas SPPG yang telah bertugas selama beberapa bulan perlu penyegaran pengetahuan. Pelatihan ini akan dilakukan setiap dua bulan, bekerja sama dengan pemerintah daerah, Dinas Kesehatan, Dinas Lingkungan, Ketahanan Pangan, BPOM, dan lain-lain. Pelatihan akan diadakan setiap bulan pada hari Sabtu dan Minggu.
Selain SOP, aspek organisasi juga ditingkatkan, termasuk transparansi dana. Saat ini, SPPG tidak diperkenankan beroperasi sebelum memiliki rekening virtual (virtual account) yang diverifikasi oleh dua pihak. Uang muka yang dibayarkan adalah untuk operasional 10 hari ke depan.
"Jadi, sekarang itu UMKM mudah. Karena untuk modalnya kita beri 10 hari ke depan, kurang lebih Rp450 juta. Dan bisa dipertanggungjawabkan selama 10 hari. Kemudian dia harus mengusulkan proposal terus berkelanjutan. Sehingga tidak ada uang mitra lagi yang digunakan untuk mengolah makanan menjadi program makanan bergizi ini," tutur Dadan.
Dengan adanya rekening virtual, diharapkan pengelolaan dana menjadi lebih transparan dan akuntabel. Hal ini juga memudahkan UMKM dalam mengelola modal dan memastikan keberlanjutan program.
Kasus Keracunan dan Evaluasi Program MBG
Sebelumnya, pada awal Mei 2024, sekitar 400 pelajar di Kecamatan Rajapolah, Kabupaten Tasikmalaya, diduga mengalami keracunan setelah mengonsumsi menu MBG. Data ini diperoleh dari Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Tasikmalaya. Siswa yang terdampak berasal dari berbagai jenjang pendidikan, mulai dari TK hingga SMP.
KPAI mencatat bahwa dalam tiga bulan terakhir sejak Program MBG berjalan, setidaknya 320 siswa diduga keracunan makanan dari paket MBG yang dibagikan di beberapa daerah. Angka ini setara dengan 0,0156 persen dari total 2,05 juta anak penerima manfaat Program MBG per Maret 2024.
Kejadian keracunan ini menjadi perhatian serius dan memicu evaluasi terhadap pelaksanaan Program MBG. Pengetatan SOP dan pengawasan mutu diharapkan dapat mencegah kejadian serupa di masa mendatang.
Dengan pengetatan SOP, peningkatan pengawasan mutu, dan transparansi dana, diharapkan Program Makan Bergizi Gratis dapat berjalan lebih efektif dan aman. Kualitas makanan yang terjamin akan memberikan manfaat optimal bagi kesehatan dan gizi anak-anak Indonesia.