MA Tolak Kasasi 'Crazy Rich' Surabaya Budi Said, Vonis 16 Tahun Penjara Kasus Korupsi Emas Antam Tetap Berjalan
Mahkamah Agung menolak kasasi Budi Said, 'crazy rich' Surabaya, menguatkan vonis 16 tahun penjara dalam kasus korupsi jual beli emas Antam. Apa dampaknya?
Mahkamah Agung (MA) secara resmi menolak permohonan kasasi yang diajukan oleh pengusaha Budi Said, yang dikenal sebagai 'crazy rich' Surabaya. Putusan ini secara otomatis mengukuhkan vonis 16 tahun penjara yang sebelumnya dijatuhkan kepadanya. Budi Said terjerat dalam kasus korupsi jual beli logam mulia emas PT Antam Tbk yang merugikan negara.
Penolakan kasasi ini diputuskan oleh majelis hakim agung pada Rabu, 18 Juni 2025, sebagaimana dikutip dari laman resmi Informasi Perkara MA RI pada Selasa, 29 Juli. Majelis hakim yang menangani perkara Nomor 7055 K/PID.SUS/2025 ini terdiri dari Hakim Agung Jupriyadi sebagai ketua, didampingi oleh Sinintha Yuliansih Sibarani dan Sigid Triyono sebagai anggota. Dengan putusan ini, vonis terhadap Budi Said tetap berlaku sesuai dengan keputusan majelis hakim pada tingkat banding.
Sebelumnya, Pengadilan Tinggi DKI Jakarta telah memperberat hukuman Budi Said dalam kasus rasuah jual beli logam mulia emas ini menjadi 16 tahun penjara pada Jumat, 21 Februari. Selain hukuman badan, majelis hakim banding juga menetapkan denda sebesar Rp1 miliar subsider enam bulan kurungan. Putusan MA ini menjadi babak akhir bagi upaya hukum Budi Said di tingkat kasasi, menegaskan konsekuensi hukum atas tindakannya.
Kronologi Kasus Korupsi Emas Antam Budi Said
Kasus yang menjerat Budi Said bermula dari dugaan tindak pidana korupsi dan pencucian uang dalam transaksi jual beli emas PT Antam Tbk. Di tingkat pertama, majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat telah memvonis Budi Said dengan pidana 15 tahun penjara. Selain itu, ia juga dikenakan pidana denda Rp1 miliar subsider pidana kurungan selama enam bulan.
Pada putusan tingkat pertama, Budi Said juga diwajibkan membayar uang pengganti sebesar 58,841 kilogram emas Antam atau setara Rp35,53 miliar. Jika uang pengganti tersebut tidak dibayar, maka akan diganti dengan pidana penjara selama delapan tahun. Namun, putusan ini kemudian diperberat di tingkat banding.
Majelis hakim banding menambahkan hukuman Budi Said berupa pembayaran uang pengganti yang jauh lebih besar, yakni 1.136 kilogram emas Antam atau setara Rp1,07 triliun. Angka ini mencerminkan kerugian negara yang didakwakan dalam kasus ini. Budi Said terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi serta tindak pidana pencucian uang (TPPU) secara bersama-sama dan berlanjut.
Tindak pidana yang dilakukan Budi Said melanggar Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 Jo. Pasal 55 ayat (1) Ke-1 Jo. Pasal 64 Ayat (1) KUHP dan Pasal 3 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU.
Implikasi Putusan Mahkamah Agung
Dengan ditolaknya kasasi oleh Mahkamah Agung, putusan yang dijatuhkan oleh Pengadilan Tinggi DKI Jakarta menjadi berkekuatan hukum tetap. Ini berarti Budi Said harus menjalani vonis 16 tahun penjara dan membayar denda sebesar Rp1 miliar subsider enam bulan kurungan. Keputusan ini menunjukkan konsistensi lembaga peradilan dalam menegakkan hukum terhadap kasus korupsi yang merugikan keuangan negara.
Selain pidana penjara dan denda, Budi Said juga memiliki kewajiban untuk membayar uang pengganti sebesar 1.136 kilogram emas Antam atau setara Rp1,07 triliun. Apabila Budi Said tidak dapat membayar uang pengganti tersebut, harta bendanya dapat disita dan dilelang untuk menutupi kerugian negara. Namun, jika harta benda yang dimilikinya tidak mencukupi, maka ia harus menjalani pidana penjara tambahan selama 10 tahun.
Putusan ini menjadi sinyal kuat bagi para pelaku tindak pidana korupsi bahwa upaya hukum tidak akan menghindarkan mereka dari pertanggungjawaban. Kasus Budi Said ini menegaskan komitmen pemerintah dan lembaga peradilan dalam memberantas korupsi, khususnya yang melibatkan kerugian negara dalam jumlah besar. Penegakan hukum yang tegas diharapkan dapat memberikan efek jera dan mencegah praktik serupa di masa mendatang.