Menko Muhaimin Tolak Keras Pendidikan Pelajar di Barak Militer: "Tidak Perlu Sampai Segitu!"
Menko Muhaimin Iskandar tegas menolak kebijakan Pemprov Jabar yang mengirim pelajar bermasalah ke barak militer untuk pendidikan karakter, menurutnya hal tersebut tidak perlu sampai melibatkan militer.
Yogyakarta, 9 Mei 2025 (ANTARA) - Menteri Koordinator (Menko) Bidang Pemberdayaan Masyarakat, Abdul Muhaimin Iskandar, menyatakan penolakannya terhadap kebijakan Pemerintah Provinsi Jawa Barat (Jabar) yang mengirimkan siswa bermasalah ke barak militer untuk menjalani pendidikan. Pernyataan ini disampaikan langsung oleh Menko Muhaimin di Yogyakarta pada Jumat lalu, merespon program kontroversial yang diluncurkan oleh Gubernur Jawa Barat.
"Ya, itu saya tidak tahu, karena saya juga tidak mengerti kenapa idenya," ungkap Menko Muhaimin Iskandar. Beliau mempertanyakan esensi dan efektivitas metode pendidikan tersebut. Ketidakpahamannya terhadap dasar pemikiran di balik program ini semakin menguatkan penolakannya.
Menurut Menko Muhaimin, mendidik dan mendisiplinkan anak tidak perlu melibatkan institusi militer. Beliau menekankan adanya alternatif lain yang lebih tepat dan efektif untuk mengatasi masalah kenakalan remaja. Pernyataan tegasnya, "Enggak perlu sampai segitu," menunjukkan penolakan yang kuat terhadap kebijakan tersebut.
Gubernur Jabar Berbeda Pandangan
Sebelumnya, Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, meluncurkan gagasan mengirimkan siswa bermasalah ke barak militer untuk menjalani pendidikan karakter, program yang telah dimulai sejak 2 Mei 2025. Para siswa yang terlibat dalam tawuran, merokok, atau penyalahgunaan narkoba, dikirim ke markas TNI dengan persetujuan orang tua. Mereka akan mengikuti program pendidikan dengan durasi bervariasi, mulai dari dua minggu hingga enam bulan.
Gubernur Dedi Mulyadi, saat meninjau program tersebut di Purwakarta pada Sabtu, 3 Mei 2025, menyatakan bahwa pembinaan karakter di Markas TNI Resimen Armed 1/Sthira Yudha/1 Kostrad Kabupaten Purwakarta memberikan dampak positif terhadap peningkatan kedisiplinan pelajar. Beliau melihat program ini sebagai solusi efektif untuk mengatasi masalah kenakalan remaja.
Program ini, menurut Gubernur Dedi, telah diikuti oleh pelajar dari berbagai kabupaten dan kota di Jawa Barat dan direncanakan akan diperluas hingga ke jenjang SMA, mencakup remaja yang telah teridentifikasi melakukan pelanggaran kedisiplinan. Pernyataan ini menunjukkan keyakinan Gubernur terhadap efektivitas program tersebut.
Perbedaan Pandangan dan Alternatif Pendidikan
Terdapat perbedaan pandangan yang cukup signifikan antara Menko Muhaimin Iskandar dan Gubernur Jawa Barat terkait metode pendidikan karakter bagi pelajar bermasalah. Menko Muhaimin menekankan perlunya pendekatan yang lebih humanis dan tidak melibatkan militer, sementara Gubernur Dedi Mulyadi melihat program di barak militer sebagai solusi efektif untuk meningkatkan kedisiplinan.
Perbedaan ini menimbulkan pertanyaan penting tentang metode yang paling efektif dalam menangani kenakalan remaja. Apakah pendekatan militeristik yang diterapkan di Jawa Barat merupakan solusi yang tepat, atau justru ada alternatif lain yang lebih efektif dan sesuai dengan hak-hak anak? Perdebatan ini perlu dikaji lebih lanjut untuk menemukan solusi yang optimal.
Alternatif lain yang mungkin dipertimbangkan antara lain program konseling, pendidikan karakter di sekolah yang lebih intensif, kerja sama dengan lembaga sosial, dan program rehabilitasi yang terintegrasi. Penting untuk diingat bahwa setiap anak memiliki kebutuhan dan latar belakang yang berbeda, sehingga pendekatan yang terindividualisasi dan holistik sangat diperlukan.
Kesimpulannya, perdebatan ini menyoroti pentingnya dialog dan evaluasi yang komprehensif dalam menentukan metode pendidikan yang tepat bagi pelajar bermasalah. Penting untuk mencari solusi yang efektif, namun tetap mengedepankan hak-hak anak dan menghindari pendekatan yang kontraproduktif.