P2MI dan PWKI Batam Jalin Kerja Sama Cegah PMI Ilegal
Kementerian P2MI gandeng PWKI Batam untuk mencegah keberangkatan PMI ilegal melalui sosialisasi dan pendampingan, guna melindungi pekerja migran Indonesia dari eksploitasi dan perdagangan orang.
Kementerian Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (P2MI) dan Persatuan Wanita Kristen Indonesia (PWKI) Kota Batam resmi menjalin kerja sama untuk mencegah keberangkatan Pekerja Migran Indonesia (PMI) secara ilegal. Penandatanganan nota kesepahaman (MoU) dilakukan di Batam, Kepulauan Riau, Kamis lalu, oleh Menteri P2MI Abdul Kadir Karding dan disaksikan oleh Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Arifah Fauzi, Wakil Gubernur Kepri Nyanyang Haris Pratamura, dan Wakil Wali Kota Batam Li Claudia. Kerja sama ini difokuskan pada pendampingan dan sosialisasi kepada calon PMI untuk mencegah keberangkatan non-prosedural.
Menteri Karding menekankan pentingnya kolaborasi dengan berbagai pihak, termasuk organisasi masyarakat dan keagamaan, untuk mengatasi permasalahan kompleks yang dihadapi PMI. Ia menyoroti angka PMI yang berangkat secara prosedural (4,3 juta), di mana 80 persen bekerja di sektor domestik, sebagian besar perempuan dengan pendidikan rendah. Kondisi ini membuat mereka rentan terhadap eksploitasi, kekerasan, dan perdagangan orang, terutama di negara-negara yang kurang ramah terhadap pekerja migran.
"PWKI ini kelompok cukup solid, organisasi cukup besar dan mereka juga memang di lapangan orang-orang yang selama ini terlatih melakukan pendampingan dan pengorganisasian di masyarakat," ungkap Menteri Karding, menjelaskan alasan dipilihnya PWKI sebagai mitra kerja sama.
Permasalahan PMI dan Peran PWKI
Menteri Karding memaparkan sejumlah permasalahan yang dihadapi PMI, termasuk dampak sosial ekonomi bagi keluarga yang ditinggalkan. Tingkat pendidikan PMI yang rendah dan mayoritasnya perempuan, menyebabkan mereka rentan terhadap berbagai risiko. Banyak anak yang ditinggalkan orang tuanya yang bekerja di luar negeri, menimbulkan tantangan dalam pola asuh dan tumbuh kembang anak. Selain itu, hubungan jarak jauh juga berdampak pada meningkatnya angka perceraian di kalangan PMI perempuan.
Masalah lain yang dihadapi adalah keberadaan "anak oleh-oleh", anak yang lahir selama orang tuanya bekerja di luar negeri dan menghadapi kesulitan pengurusan administrasi kependudukan. "Saya cerita, karena ada masalah, anak oleh-oleh ini di negara di sana tidak akui, di negara Indonesia tidak diakui, administrasi akte kelahirannya seperti apa, ini problem," ujar Menteri Karding.
Melalui MoU ini, PWKI diharapkan dapat berperan aktif dalam pemberdayaan PMI, mulai dari literasi keuangan hingga pendampingan keluarga dan pengasuhan anak. Namun, fokus utama kerja sama ini adalah mencegah keberangkatan PMI ilegal.
Mencegah Keberangkatan Ilegal
Menteri Karding menegaskan bahwa keberangkatan PMI ilegal merupakan permasalahan utama yang harus diatasi. Jumlah PMI ilegal hampir sama atau bahkan lebih banyak daripada yang prosedural. Mereka sering menjadi korban calo dan sindikat, bahkan perdagangan orang. Oleh karena itu, sosialisasi mengenai bahaya keberangkatan ilegal dan pentingnya jalur prosedural menjadi sangat penting.
"Yang terpenting, permasalahan utama terhadap perlindungan PMI ini adalah karena mereka berangkat secara ilegal," tegas Menteri Karding. "Apabila berangkat secara ilegal, negara tidak mengetahui siapa yang memberi kerja, di mana alamat kerjanya, kontrak kerjanya seperti apa, bagaimana jaminan sosialnya, serta asuransinya. Dan ketika ada masalah baru melapor ke negara."
PWKI akan berperan dalam menyosialisasikan konsekuensi keberangkatan ilegal, menekankan pentingnya perlindungan yang diberikan negara kepada PMI yang berangkat melalui jalur resmi. Dengan demikian, negara dapat hadir untuk membantu jika terjadi masalah, karena salah satu tugas utama negara adalah melindungi seluruh warga negaranya.
Kerja sama antara P2MI dan PWKI diharapkan dapat memberikan dampak positif dalam melindungi PMI dan mencegah eksploitasi serta perdagangan orang. Sosialisasi dan pendampingan yang intensif diharapkan dapat mengurangi angka keberangkatan PMI ilegal dan meningkatkan kesejahteraan pekerja migran Indonesia.