Terbongkar: Modus Eksploitasi Seksual Anak di Bar Starmoon, Korban Hamil 5 Bulan di Jakarta Barat
Polda Metro Jaya mengungkap modus eksploitasi seksual anak di Jakarta Barat. Korban diiming-imingi pekerjaan, namun dipaksa melayani pria hingga hamil 5 bulan, memicu pertanyaan besar.
Sub Direktorat Remaja, Anak dan Wanita (Renakta) Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya berhasil mengungkap kasus eksploitasi seksual anak di bawah umur. Peristiwa tragis ini terjadi di sebuah bar di wilayah Jakarta Barat, memicu keprihatinan publik. Pengungkapan ini merupakan tindak lanjut dari laporan polisi yang diterima pada awal April 2025.
Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Ade Ary menjelaskan bahwa kasus ini berawal dari tawaran pekerjaan fiktif melalui media sosial Facebook. Korban, seorang remaja berinisial SHM (15), diiming-imingi posisi sebagai pemandu karaoke dengan bayaran menarik. Ia dijanjikan upah sebesar Rp125 ribu per jam di Bar Starmoon, Jakarta Barat.
Namun, setelah mulai bekerja, SHM justru dipaksa untuk melayani hubungan seksual dengan beberapa pria. Setiap layanan seksual dihargai antara Rp175 ribu hingga Rp225 ribu, jauh dari deskripsi pekerjaan awal. Orang tua korban baru mengetahui kejadian ini setelah SHM diketahui hamil lima bulan, mendorong mereka untuk segera melapor ke pihak kepolisian.
Kronologi Terungkapnya Kasus Eksploitasi
Laporan polisi bernomor LP/B/2248/IV/2025/SPKT/POLDA METRO JAYA pada 3 April 2025 menjadi titik awal penyelidikan. Setelah menerima laporan dari orang tua SHM, tim penyidik Subdit Renakta Polda Metro Jaya segera bergerak cepat. Mereka melakukan serangkaian penyelidikan mendalam untuk mengumpulkan bukti-bukti yang diperlukan.
Berdasarkan informasi dan bukti yang terkumpul, polisi berhasil mengamankan sepuluh orang yang diduga terlibat dalam kasus ini. Penangkapan dilakukan pada Senin, 28 Juli, sebagai bagian dari upaya mengungkap jaringan eksploitasi seksual anak ini. Proses penangkapan berlangsung di lokasi yang relevan dengan aktivitas para pelaku.
Pengungkapan ini menunjukkan komitmen aparat kepolisian dalam memberantas tindak pidana eksploitasi seksual anak. Modus operandi yang digunakan, yaitu penawaran pekerjaan melalui media sosial, menjadi peringatan bagi orang tua dan masyarakat. Pentingnya pengawasan terhadap aktivitas anak di dunia maya semakin ditekankan dalam kasus ini.
Peran Para Tersangka dalam Jaringan Eksploitasi Anak
Dalam kasus eksploitasi seksual anak ini, Polda Metro Jaya telah mengidentifikasi peran beragam dari para tersangka yang diamankan. TY dan RH diketahui berperan sebagai penampung korban, menyediakan tempat bagi para remaja ini. Sementara itu, VFO bertanggung jawab sebagai perantara dan perekrut utama korban.
Tiga tersangka lainnya, yaitu FW, EH, dan NR, memiliki peran sebagai pemasaran atau yang dikenal dengan sebutan "mami". Mereka bertugas mencari dan mengatur klien untuk para korban. Selain itu, SS menjabat sebagai akunting di Bar Starmoon, mengelola keuangan dari praktik ilegal tersebut.
OJN, sebagai pemilik Bar Starmoon, diduga menjadi dalang utama di balik praktik eksploitasi ini. Dua tersangka lain, HAR dan RH, memiliki peran sebagai pengantar jemput anak korban, memastikan mobilitas mereka. Polisi juga menyebutkan adanya dua tersangka lain, Z dan FS, yang masih berstatus Daftar Pencarian Orang (DPO) dengan peran serupa sebagai perekrut dan pengantar jemput.
Barang Bukti dan Jeratan Hukum Berat
Untuk memperkuat kasus eksploitasi seksual anak ini, pihak kepolisian telah mengamankan sejumlah barang bukti penting. Bukti-bukti tersebut meliputi Kartu Keluarga, ijazah SD, dan surat keterangan lahir atas nama SHH, yang diduga merupakan identitas asli korban. Hasil visum et repertum dari RS Polri juga menjadi bukti krusial yang menunjukkan adanya kekerasan seksual.
Selain itu, salinan KTP palsu anak korban, ponsel milik korban, buku absen LC (Lady Companion), dan data pengeluaran Bar Starmoon turut disita. Barang bukti ini diharapkan dapat memberikan gambaran jelas mengenai operasional dan praktik eksploitasi yang terjadi. Semua bukti ini akan digunakan dalam proses persidangan.
Para tersangka dijerat dengan pasal berlapis yang menunjukkan keseriusan penanganan kasus ini. Mereka dijerat Pasal 76D Jo. Pasal 81 dan atau Pasal 76E Jo. Pasal 82 dan atau Pasal 76 I Jo. Pasal 88 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Selain itu, mereka juga dikenakan Pasal 12 dan atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS). Tidak ketinggalan, Pasal 2 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) juga diterapkan. Ancaman pidana maksimal mencapai Rp5 miliar dan penjara paling lama 15 tahun, menegaskan beratnya kejahatan eksploitasi seksual anak.