Tragedi Kemanusiaan: Mengapa Dunia Barat Gagal Hentikan Gaza Kelaparan yang Mengerikan?
Kelaparan di Gaza semakin memburuk, menjadi tragedi buatan manusia. Mengapa negara-negara Barat yang memiliki pengaruh besar gagal menghentikan krisis Gaza kelaparan ini?
Krisis kemanusiaan yang mendalam tengah melanda Jalur Gaza, dengan laporan mengenai kelaparan dan genosida yang terus menyebar luas melalui berbagai platform media. Situasi ini, yang digambarkan sebagai bencana buatan manusia, telah menyebabkan lebih dari dua juta penduduk terputus dari akses vital terhadap makanan, air bersih, dan pasokan medis.
Penduduk Gaza kini terpaksa bertahan hidup dengan sumber daya yang tidak layak, seperti gulma atau pakan ternak, bahkan tanpa pangan sama sekali. Banyak anak-anak dilaporkan meninggal dunia akibat kelaparan di tempat pengungsian atau fasilitas medis yang penuh sesak, sementara para pekerja bantuan pun mengalami pingsan karena kekurangan gizi.
Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres, pada medio Juli ini, menyebut situasi di Gaza sebagai "mengerikan", menyoroti banyaknya korban sipil, termasuk anak-anak, yang tewas saat mencari bantuan. Guterres menegaskan bahwa Israel memiliki kewajiban untuk memfasilitasi bantuan kemanusiaan tanpa hambatan, mengingat kelaparan yang meluas di wilayah tersebut.
Pengaruh Negara Barat terhadap Krisis Kemanusiaan di Gaza
Negara-negara Barat seperti Amerika Serikat, Inggris, Prancis, dan Jerman memiliki pengaruh yang tak tertandingi atas Israel. Pengaruh ini terwujud melalui penjualan senjata, perlindungan diplomatik, dan hubungan ekonomi yang kuat. Meskipun demikian, tindakan mereka untuk mengatasi krisis Gaza kelaparan masih terkesan ragu-ragu, membiarkan situasi kemanusiaan semakin memburuk.
Kelaparan di Gaza bukan hanya bencana moral, melainkan juga ujian politik yang mendalam bagi hukum internasional. Ini juga menguji kredibilitas demokrasi Barat yang semakin terkikis reputasinya secara global. Tindakan membuat kelaparan sebagai senjata secara eksplisit dilarang dalam Konvensi Jenewa dan Statuta Roma.
Kejahatan ini terjadi di depan mata negara-negara yang mengklaim menjunjung tinggi hak asasi manusia. Pengabaian ini justru merusak norma-norma kemanusiaan internasional yang telah ada. Oleh karena itu, diperlukan langkah tegas dari kekuatan-kekuatan global untuk menghentikan tragedi ini.
Langkah Konkret yang Harus Diambil Negara Barat untuk Mengatasi Kelaparan Gaza
Amerika Serikat memiliki pengaruh tak tertandingi atas Israel melalui bantuan militer, perlindungan diplomatik, dan hubungan ekonomi. Untuk menghentikan kelaparan, Washington harus mensyaratkan bantuan militer berdasarkan kepatuhan terhadap hukum kemanusiaan, alih-alih menawarkan dukungan tanpa syarat. AS juga harus mengakhiri hak vetonya di Dewan Keamanan PBB yang menghalangi seruan gencatan senjata kemanusiaan dan akuntabilitas. Selain itu, AS dapat menekan Mesir dan Israel untuk membuka semua penyeberangan bagi pengiriman bantuan tanpa batas di bawah pengawasan internasional.
Inggris, yang kerap membingkai dirinya sebagai pembela prinsip-prinsip kemanusiaan, harus segera menghentikan ekspor senjata dan barang-barang militer ke Israel. Penting juga untuk mengembalikan pendanaan penuh kepada UNRWA, lembaga yang layak menjadi penyalur utama kemanusiaan Gaza. Inggris dapat menggunakan pengaruh diplomatiknya untuk mendorong resolusi PBB yang mengikat, menuntut akses bantuan yang aman, alih-alih bersekutu dengan veto AS atau abstain.
Prancis, yang memposisikan diri sebagai pendukung penegakan hukum internasional, harus memberikan respons signifikan terhadap Gaza. Paris dapat memimpin upaya embargo senjata di Eropa terhadap Israel, mengoordinasikan koridor udara dan laut kemanusiaan dengan mitra di Mediterania, serta secara terbuka mendukung investigasi oleh Mahkamah Pidana Internasional (ICC) atas kejahatan yang dilakukan rezim Zionis Israel. Sebagai anggota tetap Dewan Keamanan PBB, Prancis memiliki wewenang untuk mengajukan resolusi yang menegakkan kepatuhan terhadap hukum internasional.
Jerman, sebagai salah satu pendukung terkuat Israel karena alasan tanggung jawab historis, juga harus mengondisikan bantuan militer dan ekspor senjata pada kepatuhan yang terverifikasi terhadap hukum internasional. Sebagai kekuatan ekonomi terbesar Uni Eropa, Jerman dapat mendorong tekanan kolektif Eropa untuk koridor kemanusiaan yang tidak terbatas dan mendukung mekanisme akuntabilitas hukum. Jika Jerman ingin menepati komitmennya untuk "tidak pernah terulang lagi", prinsip yang sama harus diterapkan secara universal, bahkan ketika pelakunya adalah sekutu mereka.
Tanggung Jawab Global dan Tekanan dari Negara-negara Selatan
Kabar terbaru menunjukkan bahwa Presiden Prancis Emmanuel Macron, Perdana Menteri Inggris Keir Starmer, dan Kanselir Jerman Friedrich Merz telah mengeluarkan pernyataan bersama yang menyerukan gencatan senjata segera di Gaza. Mereka juga menuntut pembebasan tanpa syarat semua sandera serta pencabutan pembatasan terhadap bantuan kemanusiaan. Pernyataan ini menggambarkan bencana kemanusiaan di Gaza sebagai hal yang tidak dapat diterima dan menyerukan tindakan segera.
Namun, seringkali yang dilakukan negara-negara Barat hanya sebatas retorika, sehingga berbagai bentuk kekejaman dan kekejian yang dilaksanakan Israel terus dilakukan dengan impunitas. Jika negara-negara Barat gagal bertindak, negara-negara Selatan Global harus menerapkan strategi terkoordinasi untuk mengubah perhitungan mereka. Isolasi diplomatik adalah alat pertama, melalui Majelis Umum PBB, BRICS, G77, dan Uni Afrika, Selatan Global dapat membingkai ketidakpedulian Barat sebagai pelanggaran sistemik hukum internasional.
Langkah-langkah ekonomi juga dapat dilakukan, seperti negara-negara penghasil energi di Teluk yang dapat memanfaatkan diplomasi minyak bumi untuk menuntut akses kemanusiaan. Tidak boleh dilupakan pula bentuk tekanan hukum, seperti mengajukan kasus ke Mahkamah Internasional terhadap negara-negara yang terlibat dalam kejahatan perang, serta memperluas dukungan untuk investigasi oleh ICC. Secara kolektif, langkah-langkah ini melawan tatanan dunia di mana negara-negara kuat bertindak tanpa hukuman.
Berdiam diri dalam menghadapi tragedi kelaparan yang disengaja dilakukan Israel bukanlah netralitas, melainkan keterlibatan. Negara-negara demokrasi yang mengaku menjunjung tinggi hak asasi manusia tidak bisa mengalihkan pandangan mereka sementara warga sipil kelaparan. Kata-kata tanpa tindakan hanya akan membuat mereka yang menjadikan kelaparan sebagai senjata semakin berani. Dalam catatan lintasan sejarah ke depan, generasi mendatang akan mengingat siapa pihak yang bertindak, serta siapa yang memilih untuk tidak peduli.