LIVE
  • Home
  • Hot News
  • Artis
  • Sains
  • Inspira
  • Sehat
  • Otomotif
  • Lifestyle
  • Sejarah
  • Travel
  • Sepakbola
  • Sport
  • Ngakak
LIVE
  • Hot News
  • Artis
  • Sains
  • Inspira
  • Sehat
  • Otomotif
  • Lifestyle
  • Sejarah
  • Travel
  • Sepakbola
  • Sport
  • Ngakak
HEADLINE HARI INI
  • {title}
  • {title}
  1. Lifestyle

Fakta Kanker Ovarium: Penyebab Kematian Tertinggi Kanker Ginekologi, Sering Terlambat Dideteksi

Kanker ovarium menjadi momok menakutkan karena sering terdiagnosis pada stadium lanjut dan memiliki risiko kekambuhan tinggi. Simak fakta lengkapnya di sini!

Kamis, 24 Jul 2025 20:13:00
konten ai
Kanker ovarium menjadi momok menakutkan karena sering terdiagnosis pada stadium lanjut dan memiliki risiko kekambuhan tinggi. Simak fakta lengkapnya di sini! (©Planet Merdeka)
Advertisement

Kanker ovarium, sebuah penyakit yang menyerang organ reproduksi wanita, masih menjadi penyebab kematian tertinggi di antara seluruh jenis kanker ginekologi. Penyakit ini kerap menunjukkan gejala awal yang tidak spesifik, menyebabkan mayoritas pasien baru terdiagnosis pada stadium tiga atau empat. Kondisi ini menuntut penanganan medis yang kompleks, sering kali melibatkan tindakan operasi besar dan kemoterapi intensif.

Dokter spesialis Obstetri dan Ginekologi, Konsultan Onkologi, dr. Muhammad Yusuf, Sp. OG (K) Onk, mengungkapkan data ini pada 24 Juli di Jakarta. Pernyataan tersebut menekankan urgensi peningkatan kesadaran masyarakat dan pemahaman berbagai pemangku kepentingan terhadap ancaman penyakit ini. Tujuannya adalah untuk menekan laju pertumbuhan kasus dan meningkatkan angka harapan hidup pasien.

Indonesia sendiri menghadapi tantangan serius terkait kanker ovarium. Berdasarkan data World Cancer Research Fund, Indonesia termasuk dalam 10 negara dengan jumlah kasus kanker ovarium tertinggi di dunia, dengan catatan 15.130 kasus baru setiap tahun. Angka ini menunjukkan betapa krusialnya upaya deteksi dini dan pengelolaan penyakit yang efektif di Tanah Air.

Advertisement

Tingginya Kasus dan Tantangan Diagnosis Kanker Ovarium

Prevalensi kanker ovarium yang tinggi di Indonesia menjadi perhatian serius bagi dunia medis dan kesehatan masyarakat. Fakta bahwa Indonesia masuk dalam daftar 10 negara dengan kasus terbanyak di dunia mengindikasikan perlunya strategi komprehensif. Upaya ini harus mencakup peningkatan skrining, edukasi, dan akses terhadap fasilitas diagnostik yang memadai.

Salah satu hambatan utama dalam penanganan kanker ovarium adalah gejala awal yang tidak jelas. Gejala seperti kembung, nyeri perut, atau perubahan kebiasaan buang air besar seringkali disalahartikan sebagai kondisi lain yang kurang serius. Akibatnya, diagnosis seringkali baru ditegakkan ketika penyakit sudah mencapai stadium lanjut, di mana sel kanker telah menyebar luas.

Keterlambatan diagnosis ini berdampak signifikan pada pilihan terapi dan prognosis pasien. Pada stadium lanjut, penanganan tidak hanya berfokus pada pengangkatan tumor, tetapi juga pada upaya mengendalikan penyebaran sel kanker yang tersisa. Hal ini menyoroti pentingnya penelitian lebih lanjut untuk menemukan biomarker atau metode skrining yang lebih sensitif dan spesifik.

Advertisement

Risiko Kekambuhan dan Pentingnya Perawatan Pasca-Terapi

Meskipun pasien kanker ovarium telah menjalani operasi besar untuk mengangkat tumor dan diikuti dengan kemoterapi, risiko kekambuhan penyakit ini terbilang sangat tinggi. Dokter Muhammad Yusuf menjelaskan bahwa kekambuhan dapat mencapai 70 persen dalam tiga tahun pertama setelah kemoterapi awal. Ini menunjukkan kompleksitas dan agresivitas sel kanker ovarium.

Pada kasus kanker ovarium stadium lanjut, operasi besar umumnya melibatkan pengangkatan satu atau kedua ovarium, tuba falopi, rahim, serta semua jaringan kanker yang terlihat. Setelah operasi, pasien masih harus menjalani serangkaian sesi kemoterapi untuk membunuh sel kanker yang mungkin masih tersisa di dalam tubuh. Namun, kekambuhan tetap menjadi ancaman serius.

Kekambuhan setelah pengobatan lini pertama seringkali menyebabkan pasien harus menjalani kemoterapi ulang. Periode remisi atau masa bebas kanker yang lebih singkat serta peningkatan risiko kematian menjadi konsekuensi dari kekambuhan ini. Oleh karena itu, menjaga pasien agar terhindar dari kekambuhan menjadi upaya krusial untuk mempertahankan kualitas hidup mereka.

Direktur Medis Astrazeneca Indonesia, dr. Freddy, menekankan pentingnya perawatan yang terpersonalisasi pasca-operasi dan kemoterapi. "Menjalani perawatan yang terpersonalisasi usai menjalankan operasi dan kemoterapi merupakan langkah yang tepat. Antisipasi terhadap kekambuhan memberikan peluang hidup yang lebih baik bagi pasien," ujarnya. Terapi target, tergantung hasil pemeriksaan dokter, juga dapat diberikan setelah kemoterapi untuk mengoptimalkan hasil pengobatan dan mengurangi risiko kekambuhan.

Berita Terbaru
  • Fakta Gempa Poso M 5,7: BNPB Salurkan Bantuan dan Dukungan Intensif untuk Warga Terdampak
  • Fakta Unik Gempa Poso: BNPB Salurkan Bantuan, Starlink Hadir Dukung Komunikasi
  • Fakta Unik: Patroli Dini Hari Polrestabes Surabaya Berhasil Tekan Balap Liar, Bagaimana Strateginya?
  • Patroli Keamanan Akhir Pekan: Kunci Polisi Metro Tangerang Kota Cegah Premanisme
  • 29 Tahun Peristiwa 27 Juli 1996: Mengapa PDIP Sebut Kudatuli sebagai Tonggak Reformasi?
  • astrazeneca
  • deteksi dini
  • dokter spesialis
  • kanker ginekologi
  • kanker ovarium
  • kemoterapi
  • kesehatan wanita
  • konten ai
  • onkologi
  • penyakit kanker
  • #planetantara
  • pogi
Artikel ini ditulis oleh
Editor Redaksi Merdeka
R
Reporter Redaksi Merdeka
Disclaimer

Artikel ini ditulis ulang menggunakan artificial intelligence (AI). Jika ada kesalahan dalam konten, mohon laporkan ke redaksi.

Berita Terpopuler

Berita Terpopuler

Advertisement
Kontak Tentang Kami Redaksi Pedoman Media Siber Metodologi Riset Workstation Disclaimer Syarat & Ketentuan Privacy Kode Etik Sitemap

Copyright © 2024 merdeka.com KLY KapanLagi Youniverse All Right Reserved.