29 Tahun Peristiwa 27 Juli 1996: Mengapa PDIP Sebut Kudatuli sebagai Tonggak Reformasi?
PDIP memperingati 29 tahun Peristiwa 27 Juli 1996, yang disebut sebagai Kudatuli. Mengapa insiden ini dianggap tonggak reformasi dan apa pesan PDIP untuk kadernya?

PDI Perjuangan (PDIP) baru-baru ini memperingati 29 tahun Peristiwa 27 Juli 1996, atau yang dikenal sebagai Kudatuli. Acara ini diselenggarakan di Kantor DPP PDIP, Jalan Diponegoro No. 58, Menteng, Jakarta. Peringatan ini menegaskan kembali makna historis insiden tersebut bagi perjalanan bangsa.
Ketua DPP PDIP, Ribka Tjiptaning, secara tegas menyatakan bahwa peristiwa Kudatuli merupakan tonggak penting bagi lahirnya reformasi di Indonesia. Pernyataan ini disampaikan usai kegiatan tabur bunga dan doa bersama. Ia menekankan bahwa tanpa peristiwa ini, reformasi mungkin tidak akan terjadi.
Dalam rangkaian peringatan tersebut, Ribka juga mengingatkan para kader partai untuk tidak melupakan sejarah kelam ini. Acara tersebut turut dihadiri oleh sejumlah petinggi dan kader PDIP lainnya. Talkshow bertajuk "Peristiwa 27 Juli 1996 Sebagai Tonggak Demokrasi Indonesia" juga menjadi bagian penting dari agenda ini.
Kudatuli sebagai Fondasi Reformasi
Ribka Tjiptaning menegaskan bahwa insiden 27 Juli 1996 memiliki peran krusial dalam sejarah reformasi Indonesia. Menurutnya, kerusuhan yang terjadi di Jalan Diponegoro 58 itu adalah pemicu utama perubahan besar. Tanpa kejadian tersebut, semangat reformasi mungkin tidak akan membara seperti yang terjadi kemudian.
Meskipun demikian, Ribka mengingatkan bahwa cita-cita reformasi sejati masih jauh dari kenyataan. Ia menyebut bahwa reformasi saat ini masih sebatas angan-angan belaka. Oleh karena itu, kader Banteng PDIP diminta untuk tidak menyerah dan terus berjuang.
Perjuangan tersebut, lanjut Ribka, harus difokuskan pada pembangunan kekuatan basis rakyat. Ia mencontohkan bagaimana Megawati Soekarnoputri meraih kemenangan berkat dukungan akar rumput. Ini menjadi pengingat penting bagi seluruh elemen partai.
Pentingnya Memahami Sejarah Partai
Selain menegaskan peran Kudatuli dalam reformasi, Ribka Tjiptaning juga menyoroti pentingnya pemahaman sejarah bagi kader PDIP. Banyak kader yang dinilai belum sepenuhnya memahami makna Peristiwa 27 Juli 1996. Ia menekankan bahwa pemahaman ini krusial untuk menjaga integritas partai.
Ribka secara spesifik menyebutkan pentingnya mengetahui "apa itu Kudatuli" dan "apa arti Diponegoro 58." Kedua frasa ini merujuk pada lokasi dan peristiwa berdarah yang menjadi simbol perjuangan. Pengetahuan ini diharapkan dapat menumbuhkan rasa memiliki dan tanggung jawab.
Lebih lanjut, Ribka meminta Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PDIP untuk lebih selektif dalam menilai kader. Ia khawatir ada kader yang hanya menikmati kemenangan tanpa memahami perjuangan berdarah yang telah dilalui. Integritas dan pemahaman sejarah menjadi tolok ukur penting.
Rangkaian Peringatan dan Tokoh yang Hadir
Peringatan 29 tahun Peristiwa 27 Juli 1996 di Kantor DPP PDIP diisi dengan berbagai kegiatan. Acara diawali dengan tabur bunga dan doa bersama untuk mengenang para korban Kudatuli. Kegiatan ini menjadi momen refleksi bagi seluruh yang hadir.
Sejumlah tokoh dan kader DPP PDIP turut memeriahkan acara peringatan ini. Di antara mereka yang hadir adalah Sadarestuwati, Wiryanti Sukamdani, Bonnie Triyana, Deddy Yevri Sitorus, Yoseph Aryo Adhi Dharmo, Ronny Talapessy, dan Yuke Yurike. Kehadiran mereka menunjukkan komitmen partai terhadap sejarahnya.
Rangkaian acara kemudian dilanjutkan dengan sebuah talkshow yang menarik perhatian. Talkshow ini mengangkat tema "Peristiwa 27 Juli 1996 Sebagai Tonggak Demokrasi Indonesia." Ketua DPP PDIP Djarot Saiful Hidayat dan Ribka Tjiptaning bertindak sebagai narasumber utama dalam diskusi tersebut.