AI: Harapan Baru Deteksi Malaria di Indonesia
Peneliti BRIN ungkap potensi kecerdasan buatan (AI) untuk meningkatkan akurasi diagnosa malaria di Indonesia, mengatasi keterbatasan metode konvensional.

Jakarta, 7 Mei 2024 - Peneliti Pusat Riset Biologi Molekuler Eijkman, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Puji Budi Setia Asih, menyoroti potensi besar kecerdasan buatan (AI) dalam mendukung diagnosis malaria di Indonesia. Dalam diskusi daring Rabu lalu, Asih menjelaskan AI dapat meningkatkan sensitivitas deteksi malaria, membantu memerangi penyakit yang masih menjadi masalah kesehatan utama di Tanah Air.
Penggunaan AI, menurut Asih, sangat signifikan karena mampu membedakan berbagai spesies Plasmodium. "AI dapat membedakan antara Plasmodium falciparum, Plasmodium vivax, dan spesies lainnya, karena pengobatannya berbeda untuk masing-masing spesies," tegasnya. Kemampuan AI dalam mengukur kepadatan parasit juga dinilai krusial untuk akurasi pengobatan dan mempermudah diagnosa di fasilitas kesehatan.
Lebih lanjut, Asih menekankan integrasi AI dapat meningkatkan akurasi metode tradisional seperti pemeriksaan mikroskopis dan Rapid Diagnostic Tests (RDT) yang terkadang memiliki keterbatasan akurasi deteksi. "Alat observasi berbasis AI dapat dikembangkan untuk diagnosis malaria yang cepat dan akurat, bahkan di pusat-pusat kesehatan terpencil dengan sumber daya terbatas. Ini mendukung dimulainya pengobatan yang tepat waktu," jelasnya.
Pengembangan Sistem Diagnosa Malaria Berbasis AI
Kepala Pusat Riset Kecerdasan Artifisial dan Keamanan Siber BRIN, Anto Satriyo Nugroho, menyatakan timnya tengah mengembangkan aplikasi AI untuk meningkatkan diagnosis malaria. Sistem berbasis AI ini dirancang untuk secara otomatis menentukan status infeksi malaria dengan menganalisis mikrofoto apusan darah tipis dan tebal.
Data yang digunakan untuk melatih sistem ini bersumber dari berbagai wilayah di Indonesia, memungkinkan AI untuk mengenali berbagai spesies parasit malaria. Namun, Nugroho mengakui tantangan dalam pengembangan sistem diagnostik AI untuk malaria adalah morfologi parasit yang berubah-ubah.
Meskipun demikian, Nugroho tetap optimis. "Kami tetap optimis bahwa penelitian dan pengembangan AI yang berkelanjutan akan menghasilkan alat diagnostik dan memberikan kontribusi signifikan terhadap upaya pemberantasan malaria di Indonesia," katanya. Hal ini menunjukkan komitmen BRIN untuk memanfaatkan teknologi terkini demi meningkatkan layanan kesehatan di Indonesia.
Tantangan dan Harapan
- Salah satu tantangan utama dalam pengembangan sistem ini adalah kemampuan adaptasi AI terhadap perubahan morfologi parasit malaria.
- Penelitian lebih lanjut dibutuhkan untuk memastikan akurasi dan efektivitas sistem AI dalam berbagai kondisi dan wilayah di Indonesia.
- Integrasi sistem AI dengan infrastruktur kesehatan yang ada di Indonesia juga menjadi faktor penting keberhasilan penerapan teknologi ini.
Keberhasilan pengembangan sistem diagnosa malaria berbasis AI ini diharapkan dapat memberikan dampak positif yang signifikan terhadap upaya pencegahan dan pengobatan malaria di Indonesia, terutama di daerah terpencil yang akses kesehatannya masih terbatas. Teknologi ini berpotensi menyelamatkan banyak nyawa dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat Indonesia.