Bullion Bank: Akankah Emas Indonesia Kini Berpihak pada Negeri Sendiri?
Bullion bank hadir sebagai solusi pengelolaan emas Indonesia yang selama ini lebih banyak diekspor mentah, namun tantangan regulasi dan literasi masyarakat masih harus diatasi.

Indonesia, negara dengan cadangan emas besar dan produksi emas signifikan, selama ini justru lebih banyak mengekspor emas mentah ke luar negeri. Pertanyaan besarnya adalah: bagaimana Indonesia mengelola kekayaan emasnya sendiri? Jawabannya mungkin terletak pada kehadiran bullion bank, sebuah terobosan yang diharapkan dapat mengubah peta ekonomi emas nasional. Namun, tantangan regulasi dan literasi masyarakat masih menjadi kendala utama.
Data World Gold Council menempatkan Indonesia dalam 10 besar negara penghasil emas dunia, dengan tambang Grasberg sebagai kontributor utama. Sementara itu, data Badan Survei Geologi Amerika Serikat menunjukkan Indonesia memiliki cadangan emas 2.600 ton pada 2023, menempati peringkat keenam dunia. Ironisnya, sebagian besar emas ini diekspor dalam bentuk mentah, kemudian diimpor kembali dalam bentuk barang jadi dengan nilai lebih tinggi. Pada April 2024 misalnya, Indonesia mengimpor 562 ton emas dan mengekspor 747 ton emas, menunjukkan ketidakseimbangan dalam pengelolaan emas domestik.
Kehadiran bullion bank diharapkan menjadi solusi atas permasalahan ini. Selama ini, masyarakat Indonesia yang ingin memiliki rekening emas harus mengandalkan perusahaan swasta atau lembaga asing. Dengan bullion bank, diharapkan pengelolaan emas dapat lebih terkontrol dan memberikan manfaat ekonomi bagi Indonesia. Namun, perjalanan menuju sistem ini tidak mudah, karena terbentur berbagai faktor, termasuk regulasi yang tertinggal dan kepentingan global yang kompleks. Meskipun demikian, peluncuran bullion bank oleh Presiden Prabowo memberikan momentum baru untuk perubahan.
Potensi dan Tantangan Bullion Bank di Indonesia
Bullion bank menawarkan potensi besar sebagai game changer sistem keuangan nasional. Masyarakat dapat menabung dalam bentuk gram emas, bertransaksi dengan mudah, dan bahkan menggunakan emas sebagai jaminan pinjaman. Namun, tantangannya terletak pada kebiasaan masyarakat Indonesia yang masih terbihak pada emas fisik. Transformasi ke sistem digital membutuhkan kepercayaan tinggi terhadap lembaga keuangan.
Transparansi dan regulasi yang kuat juga krusial. Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan OJK, Agusman, menyatakan bahwa roadmap pengembangan usaha bullion akan segera diluncurkan. Roadmap ini penting untuk memberikan kerangka kerja yang jelas dan mencegah potensi spekulasi atau manipulasi pasar. Lebih jauh, akses terhadap bullion bank harus merata, tidak hanya bagi kelas menengah ke atas, tetapi juga masyarakat berpenghasilan rendah.
Keberhasilan bullion bank juga bergantung pada efektivitasnya sebagai instrumen penguatan cadangan devisa nasional. Saat ini, cadangan emas Indonesia masih relatif kecil dibandingkan negara lain. Data World Gold Council menunjukkan cadangan emas Indonesia sebesar 78,57 ton pada kuartal ketiga tahun 2024, jauh lebih rendah dibandingkan negara seperti Jerman yang memiliki lebih dari 3.000 ton. Menteri BUMN Erick Thohir juga menyebut cadangan emas batangan Indonesia sekitar 201 ton, masih lebih rendah dari Singapura.
Membangun Ekosistem Emas yang Mandiri
Bullion bank berpotensi meningkatkan kepemilikan emas pemerintah, mengurangi ketergantungan terhadap mata uang asing, dan mendorong industri emas dalam negeri. Dengan adanya bullion bank, Indonesia dapat membangun ekosistem emas yang lebih mandiri, mulai dari pemurnian hingga pengembangan instrumen investasi berbasis emas. Hal ini akan menciptakan nilai tambah ekonomi dan membuka lapangan kerja baru.
Namun, keberhasilan ini bergantung pada implementasi yang tepat. Regulasi yang kuat dan transparan, peningkatan literasi masyarakat, dan komitmen pemerintah menjadi kunci keberhasilan bullion bank. Jika dikelola dengan baik, bullion bank dapat menjadi alat strategis bagi Indonesia untuk mengurangi ketergantungan terhadap mata uang asing dan memperkuat kedaulatan ekonomi.
Saat ini, pertanyaan besarnya adalah apakah bullion bank akan menjadi terobosan nyata atau hanya kebijakan di atas kertas. Keberhasilannya bergantung pada komitmen pemerintah dan kemampuan untuk mengatasi tantangan regulasi dan literasi masyarakat. Indonesia memiliki kesempatan untuk mengubah sejarah emasnya, dari sekadar eksportir bahan mentah menjadi pusat kekuatan finansial berbasis emas. Namun, langkah yang tepat dan terukur sangat penting untuk memastikan kesuksesannya.
Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK) dan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 17 Tahun 2024 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Usaha Bulion menjadi landasan hukum bagi pengembangan bullion bank di Indonesia. Namun, implementasi yang efektif dan pengawasan yang ketat tetap diperlukan untuk mencegah potensi penyalahgunaan.